Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka yang Sudah Beralih ke Digital, "Bye-bye" Layar TV "Bersemut"!

Baca di App
Lihat Foto
AndreyPopov
ilustrasi televisi
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Bagi Farid Nugroho (33), seorang blogger asal Sleman, Yogyakarta, tak perlu berpikir panjang untuk migrasi dari TV analog ke TV digital.

Ia memutuskan untuk beralih ke TV digital pada pertengahan Juli 2021.

Alasannya sederhana. Farid ingin mendapat tampilan televisi yang jernih dan channel lebih banyak, seperti yang dijanjikan oleh TV digital.

"Ya (sesuai yang dijanjikan TV digital), jernih dan dapat 31 channel. Padahal kalau pakai UHF (Ultra high frequency) cuma sekitar 15-an," kata Farid saat dihubungi Kompas.com, Senin (9/8/2021).

"Di sini, TV analog UHF yang paling jelas RCTI. Pas pindah ke TV digital, lebih jernih lagi," ujar dia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut dia, kualitas gambar TV digital masih tetap sama meski dalam kondisi hujan.

Baca juga: TV Digital dan Tantangan Besar Menggusur Pemain Lama

Pilih pasang STB

Alih-alih membeli televisi baru, Farid lebih memilih untuk tetap menggunakan televisi tabung lamanya, dengan memasang perangkat set top box (STB) DVBT2.

Ia membeli STB tersebut di salah satu marketplace dengan harga Rp 202.000.

Farid mengatakan, cara pemasangan STB pun cukup sederhana dan mirip dengan pemasangan DVD Player.

"Colokkan kabel RCA (Merah kuning putih) ke TV dan STB, colokkan kabel antena yang biasa dipakai ke STB dan nyalakan," jelas dia.

Untuk mendapatkan channel, televisi harus berada dalam posisi AV.

Tanpa mengubah aturan atau setting apa pun, Farid mengaku langsung mendapat 31 channel secara otomatis.

Pengguna Smart TV

Berbeda dari Farid, Azmie Azhar (30), justru pertama kali migrasi TV analog ke TV digital karena iseng dan penasaran.

Ia sebelumnya juga sering melihat iklan dan kampanye migrasi ke TV digital.

"Saya tidak sengaja pindah (ke TV digital). Pas waktu utak-atik setting di smart TV saya, ada menu DTV dan ATV," kata Azmie saat dihubungi secara terpisah, Senin.

Awalnya, channel yang tersedia hanya sedikit. Setelah mencoba untuk scan, ia justru mendapatkan channel lebih banyak.

Banyak di antaranya bahkan tidak ditemukan di TV analog.

"Akhirnya tahu, oh ini toh yang dimaksud TV digital sama pemerintah," jelas pria asal Sidoarjo, Jawa Timur tersebut.

Kesan pertama yang dirasakan oleh Azmie saat menikmati siaran televisi digital adalah kualitas gambar yang bagus layaknya sedang menonton video HD.

Bagi pengguna smart TV, tinggal memilih DTV di menu "source" untuk mendapatkan siaran TV digital.

"Langsung di remote TV-nya di menu source nanti muncul pilihan DTV, ATV, COMPOSSITE, HDMI. DTV (digital TV) ATV (analog TV)," jelas dia.

Baik Azmie maupun Farid, keduanya sempat mengalami sedikit kendala saat menggunakan TV digital.

Menurut Azmie, sinyal di TV digital terkadang putus dengan sendirinya, meski tak lama kemudian tersambung kembali.

"Sinyal tiba tiba putus sendiri atau kadang lewat depan antena tiba tiba putus bentar, nyambung lagi," kata Azmie.

"Saran buat saluran TV aja sih, diperkuat power-nya biar tidak hilang-hilangan. Kebanyakan masalah gambarnya pixelate dan loading pas pindah channel. TVRI sejauh ini paling bagus," jelas Farid.

Kenapa harus migrasi ke TV digital?

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada Hermin Indah Wahyuni mengatakan, kualitas gambar TV digital yang lebih jernih karena tidak memiliki masalah seperti, sinyal terhalang gunung atau blank spot.

Menurut dia, TV digital juga menawarkan frekuensi yang jauh lebih banyak dibandingkan TV analog.

Banyaknya frekuensi tersebut bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik, seperti early warning kebencanaan.

"Sebenarnya transisi ini kalau bisa dicuri kesempatannya itu suatu kemajuan luar biasa. Bisa juga dimanfaatkan untuk kepentingan anak-anak dan orangtua yang tidak banyak dilayani TV swasta," kata Hermin.

Meski demikian, ia berharap agar migrasi TV analog ke TV digital ini tidak hanya dimaknai sebagai pergantian teknologi.

Menurut dia, migrasi ini justru bisa menjadi momen untuk mengatur dunia kegelapan penyiaran di Indonesia.

Untuk proses digitalisasi tersebut, Hermin meminta agar pemerintah terlebih dulu mewajibkan rumah sakit publik, instansi pemerintah, dan kampus agar memiliki TV digital.

Setelah itu, proses migrasi baru bisa dilakukan ke masyarakat.

"Jadi pelan-pelan, baru ke masyarakat," jelas dia.

Dengan demikian, menurut dia, proses komunikasi publik terkait digitalisasi ini dilakukan dengan hati-hati sehingga dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

Keniscayaan

Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Padjajaran (Unpad) Dadang Rahmat Hidayat menyebutkan, migrasi TV analog ke TV digital merupakan sebuah keniscayaan.

"Karena perkembangan teknologi informasi serta digitalisasi di berbagai aspek, maka di bidang penyiaran pun digitalisasi sebagai kebutuhan," kata Dadang.

Dari sisi efisiensi, penggunaan TV digital juga dapat menghemat kanal frekuensi, sehingga bisa digunakan untuk kepentingan lainnya.

"Jadi bisa dikompresi, yang tadinya kanal penyiaran itu menggunakan pita yang sangat lebar, menjadi sangat efisien," ujar dia.

"Efisien ini bisa digunakan untuk kegiatan lainnya, misalnya telekomunikasi, keamanan, transportasi, dan lain sebagainya," kata Dadang.

Selain kualitas gambar yang lebih baik, Dadang menyebutkan, TV digital juga menawarkan tayangan lebih beragam, karena banyaknya lembaga penyiaran yang tersedia.

Jika tidak dikuasi oleh "pemain-pemain" lama, TV digital juga akan membuka peluang bagi lembaga-lembaga penyiaran baru.

"Selama sosialisasinya tepat, itu mereka akan pindah dengan sendirinya, seperti dulu dari TV hitam putih ke TV warna, tanpa diminta mereka juga membeli sendiri," ujar Dadang.

Infografik: Kelebihan TV Digital dibanding TV Analog

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi