Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Virus Marburg Berpotensi Masuk ke Indonesia? Ini Kata Epidemiolog

Baca di App
Lihat Foto
NIAID/WIKIMEDIA COMMONS
Virus Marburg, penyakit virus Marburg (MDV). Penyakit ini ditemukan muncul lagi di Afrika. Penyakit virus Marburg sangat menular dan memiliki fatalitas yang tinggi pada manusia. Virus ini berkerabat dengan virus Ebola.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan adanya virus Marburg yang terdeteksi di Gueckedou, Guinea tenggara, Afrika Barat, pada 10 Agustus 2021.

Diberitakan Reuters, Senin (10/8/2021), Kepala WHO di Guinea, Georges Ki-Zerbo, mengatakan, virus Marburg telah menyebar pada hewan, terutama kelelawar, di Guinea selatan, serta Sierra Leone dan Liberia.

Otoritas kesehatan di Guinea sedang memantau 155 orang yang mungkin telah melakukan kontak dengan kasus terkonfirmasi penyakit virus Marburg.

Virus ini sangat mematikan dan disebut mirip dengan virus Ebola karena sama-sama dikategorikan sebagai filovirus.

Baca juga: Virus Marburg yang Mematikan Terdeteksi di Afrika, Apa Gejalanya?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah virus Marburg berpotensi masuk ke Indonesia?

Kecil kemungkinannya

Epidemiolog dari Griffith Universiy Dicky Budiman mengatakan, sementara ini, kecil kemungkinan virus Marburg masuk ke Indonesia.

Meski demikian, penting untuk menerapkan screening dan karantina yang ketat mengingat virus ini sangat mematikan.

"Kita kecil kemungkinannya, tapi ini hanya untuk mengingatkan bahwa betapa kita harus terus perkuat ya screening, deteksi dini, survillance, supaya kita (Indonesia) tidak dimasuki penyakit-penyakit yang berbahaya," kata Dicky kepada Kompas.com, Minggu (15/8/2021).

Perketat penerbangan dan karantina

Salah satu faktor yang bisa menyebarkan virus ini adalah mobilitas manusia. Peluang penyebarannya akan besar karena kemudahan transportasi udara dari satu negara ke negara lain.

"Belum ada obat maupun vaksin. Itu yang membuat kita harus berhati-hati dalam situasi saat ini walaupun kecil kemungkinannya," ujar Dicky.

Menurut Dicky, masa inkubasi virus Marburg cukup lama, yaitu hingga 21 hari.

Meski belum menunjukkan gejala atau terkonfirmasi positif terinfeksi virus Marburg, tetapi virus ini sudah ada dalam tubuh orang tersebut.

"Menurut saya sekarang karantina menjadi wajib. Karantina itu 2 minggu wajib, kemudian siapa pun harus kita biasakan ada pemantauan berkala yang bisa menggunakan aplikasi digital untuk memastikan," ujar Dicky.

Terutama, pemantauan dilakukan terhadap mereka yang melakukan perjalanan yang bersinggungan dengan wilayah Afrika atau Afrika Barat.

Penyebab virus berbahaya

Virus Marburg pertama kali ditemukan pada 1967 di Jerman, Beograd, dan Serbia.

Virus ini berasal dari monyet hijau (Cercopithecus aethiops) yang diimpor dari Uganda.

Virus Marburg bisa menyebar melalui kontak langsung dari kulit, selapit lendir, darah, sekresi, oragan, cairan tubuh bahkan dari permukaan bahan dari manusia yang terinfeksi.

"Fatality ratenya hampir mendekati 90 persen ya. Walaupun rata-rata ada di 88 persen. Artinya dari 10 orang terinfeksi ada 9 orang yang meninggal," kata Dicky.

Virus yang menular dari hewan ke manusia pada umumnya memang lebih berbahaya.

Penularan dari hewan ini salah satunya karena kebiasaan manusia mengonsumsi hewan, terutama hewan liar yang ada di hutan.

"Orang kadang-kadang makan hewan liar, binatang di hutan. Indonesia adalah negara yang kaya dengan hewan-hewan liar di hutan. Sehingga, kita harus benar-benar kelola," ujar Dicky.

Oleh karena itu, pengendalian virus dan penyakit tidak semata mengobati dan mencegah penularan.

Menurut Dicky, keseimbangan antara kesehatan hewan, kesehatan lingkungan, dan kesehatan manusia saling berkaitan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi