Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Blue Moon 22 Agustus, saat Bulan Jadi Biru, Ini Waktu Terbaik Melihatnya

Baca di App
Lihat Foto
AFP PHOTO/LUIS ROBAYO
Penampakan bulan saat terjadinya gerhana bulan total atau super blue blood moon, di dekat Cali, Kolombia, Rabu (31/1/2018) malam. Warga di berbagai belahan dunia antusias menyaksikan fenomena langka yang terjadi bertepatan saat bulan berada dalam konfigurasi supermoon dan blue moon ini terjadi sekitar dalam kurun waktu 150 tahun sekali.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Masyarakat Indonesia bisa menyaksikan fenomena langit berupa Bulan Biru atau Blue Moon pada Minggu, (22/8/2021) malam.

Terdapat dua jenis jenis fenomena Bulan Biru, yaitu musiman dan bulanan.

Pada 22 Agustus mendatang termasuk ke dalam Bulan Biru musiman.

Bulan Biru musiman (seasonal Blue Moon) adalah Bulan Purnama ketiga dari salah satu musim astronomis yang di dalamnya terjadi empat kali Bulan Purnama.

Baca juga: Ramai soal Fenomena Pink Moon, Benarkah Bulan Berwarna Pink?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waktu terbaik melihatnya

Fenomena ini bukan berarti Bulan akan berwarna biru, tetapi hanya isitlahnya saja.

Bulan Biru pada 22 Agustus bisa disaksikan di seluruh wilayah di Indonesia.

"Blue Moon itu bulan purnama, bisa dilihat di seluruh wilayah Indonesia," kata Kepala Bidang Diseminasi Pusat Sains Antariksa Lapan, Emanuel Sungging, kepada Kompas.com, Jumat (20/8/2021).

Bulan Biru musiman terjadi setiap dua atau tiga tahun sekali, sebelumnya fenomena ini terjadi pada 19 Mei 2019 dan 22 Mei 2016.

Berdasarkan informasi dari laman resmi Lapan, Bulan Biru pada 22 Agustus 2021 bisa disaksikan pukul 19.01 WIB.

"Biasanya Bulan Purnama akan bisa dilihat sepanjang malam, terbit saat Matahari terbenam sampai keesokan harinya terbenam saat Matahari terbit," jelas Emanuel.

Baca juga: Fenomena Astronomi Agustus 2021, Ada Puncak Hujan Meteor Perseid!

Asal usul nama Bulan Biru

Bulan Biru sebenarnya bukanlah fenomena Bulan yang berubah warna menjadi biru.

Asal-usul historis istilah ini masih simpang siur.

Bulan akan tampak benar-benar biru ketika kabut asap dan abu vulkanik dari letusan gunung berapi menutupi Bulan, sehingga warnanya jadi kebiruan.

Bulan Biru bulanan terjadi ketika Bulan Purnama terjadi di sekitar awal bulan Masehi. Hal ini dikarenakan rata-rata lunasi sebesar 29,53 hari, lebih pendek dibandingkan dengan 11 bulan dalam kalender Masehi.

Awal penamaannya terjadi ketika seorang astronom amatir, James Hugh Pruett (1886–1955) menulis di majalah Sky & Telescope edisi 1946.

Ia menyebut Bulan Purnama kedua sebagai Bulan Biru. Kesalahan ini akhirnya tersebar sebagai fakta.

Bahkan hari ini, kesalahan itu dijadikan sebagai definisi purnama di awal bulan Masehi, alih-alih menganggapnya sebagai suatu kesalahan.

Adapun istilah Bulan Biru musiman berawal dari Almanak Petani Maine tentang kemunculan purnama ke-13. Pada masa itu, angka 13 dianggap sebagai angka sial. Oleh sebab itu, penamaan purnama ini diganti sebagai Bulan Biru.

Bulan Biru musiman terjadi sedikit lebih jarang daripada Bulan Biru bulanan.

Dalam 1100 tahun antara 1550 dan 2650, ada 408 Bulan Biru Musiman dan 456 Bulan Biru Bulanan.

Dengan demikian, baik musiman maupun bulanan, Bulan Biru terjadi kira-kira setiap dua atau tiga tahun.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi