Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Harga Tes PCR di Sejumlah RS Belum Turun

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo
Resmi! Tes PCR Covid-19 Turun Harga
|
Editor: Maya Citra Rosa

KOMPAS.com - Beberapa waktu pemerintah resmi menetapkan harga tertinggi tes Polymerase Chain Reaction (PCR), namun masih ada rumah sakit yang belum menurunkan harga tes PCR.

Bahkan sejumlah rumah sakit menetapkan harga tes PCR selangit dengan menjanjikan hasil tes keluar lebih cepat.

Namun harga tes PCR yang masih mahal tersebut disebabkan karena beberapa faktor, berikut ini penyebab harga tes PCR di beberapa RS belum bisa turun.

Dua jenis PCR beda harga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen Perhimpunan Rumah Sakit (Persi) Lia G. Partakusuma menyebut, saat ini rumah sakit memang memiliki dua metode tes PCR yang berbeda.

Metode pertama adalah open reagen atau metode konvensional.

"Open atau kovensional itu lama pengerjaannya itu sekitar 6 jam. Sampel datang, harus diproses dulu, dimasukkan ke alat dan sebagainya itu 6 jam," kata Lia mengutip Kompas.com, Jumat (20/8/2021).

Baca juga: Harga Tes PCR di Bandara Soekarno-Hatta Setelah Diminta Turun Presiden Jokowi

Dengan metode open ini, kata Lia, tarif tes PCR masih mungkin diturunkan sesuai batas tarif tertinggi yang telah ditetapkan pemerintah, yakni Rp 495.000.

Sementara metode kedua adalah closed reagen atau biasa disebut sebagai Tes Cepat Molekuler (TCM). Sesuai namanya, tes PCR jenis ini hasilnya keluar lebih cepat.

Namun Reagen yang digunakan memiliki harga lebih tinggi sehingga tarifnya juga jauh lebih mahal.
"Tes cepat itu saat ini harga reagennya belum masuk kalau di bawah 500.000," kata Lia.

Butuh intervensi pemerintah

Lia menilai dibutuhkan intervensi pemerintah untuk menurunkan harga Reagen jika ingin tarif tes PCR di seluruh rumah sakit sesuai ketentuan.

Namun harga reagen pada sistem konvensional akhir-akhir ini sudah ada yang turun karena banyaknya perusahaan yang memproduksi.

"Jadi ini mirip-mirip seperti APD di awal pandemi dulu lah. Waktu awal harganya mahal karena stoknya sedikit, tapi saat sudah banyak perusahaan yang memproduksi harganya bisa turun," ujarnya.

Lia menambahkan, saat ini pilihan dikembalikan ke masyarakat. Jika masyarakat ingin hasil tes PCR didapat dengan cepat, maka harus merogoh kocek lebih.

Namun ia memastikan setiap rumah sakit juga menyediakan tes PCR dengan harga sesuai tarif batas tertinggi, meski dengan waktu tunggu hasil tes lebih lama.

Baca juga: Harga Tes PCR di Jakarta Belum Sesuai Instruksi Jokowi, Ini Kata Perhimpunan RS

Tak boleh ada biaya tambahan

Menanggapi fenomena ini, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir mengingatkan, setiap penyedia jasa swab test PCR untuk menetapkan harga sesuai batas tarif tertinggi Rp 495.000.

Ia menegaskan, klinik dan RS tak boleh mengakali aturan batas tarif tertinggi dengan menetapkan tarif lebih mahal.

"Tidak boleh ada biaya yang lebih tinggi dari yang ditetapkan. Bisa di bawahnya tapi tidak boleh di atasnya," kata Abdul kepada Kompas.com, Kamis (19/8/2021).

Abdul menegaskan, RS dan klinik dilarang menetapkan biaya tambahan dengan alasan hasil tesnya keluar lebih cepat.

"Tidak diperbolehkan, itu namanya saja batas tarif atas, tidak boleh ada biaya lebih tinggi dengan alasan hasil keluar lebih cepat," kata Abdul.

Menambah komponen lain seperti biaya dokter dan administrasi ke dalam tarif tes PCR juga tak diperbolehkan.

"Pemeriksaan PCR itu komponennya sudah termasuk juga jasa dokter, administrasi, itu sudah masuk semua kesitu," kata dia.

Pengawasan RS soal harga tes PCR

Abdul pun memastikan akan ada pengawasan dan tindakan bagi RS dan klinik yang melanggar aturan soal ketentuan batas tarif atas tes PCR ini. "Itu nanti dinas kesehatan (provinsi) akan melakukan investigasi, pembinaan dan tindakan," ucap dia.

Baca juga: Harga Tes PCR di Jakarta Belum Sesuai Instruksi Jokowi, Ini Kata Perhimpunan RS

Jika ada klinik dan RS yang nantinya terbukti melakukan pelanggaran, ia memastikan Dinkes akan memberikan sanksi teguran.

Jika sudah diberi teguran namun masih abai, Dinkes DKI juga bisa memberi sanksi tegas berupa penutupan izin usaha.

"Pertama teguran lisan dulu, lalu tulisan. Kalau memang enggak berubah juga, izinnya ditarik nanti," ujar Irma.

(Sumber : Kompas.com Penulis Ihsanuddin | Editor Sandro Gatra)

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi