Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPKM Berakhir Hari Ini, Apakah Diperpanjang Lagi?

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Maulana Surya
Warga menyelesaikan mural bertema Berjuang Lawan Corona saat kerja bakti bersih lingkungan di Kampung Sewu Solo, Jawa Tengah, Minggu (8/8/2021). Selain menyambut HUT Ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia, mural tersebut dibuat warga setempat untuk memperindah kampung dan ajakan mematuhi protokol kesehatan agar merdeka dari pandemi Covid-19.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk wilayah Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali akan berakhir pada 23 Agustus 2021.

PPKM Jawa-Bali telah dimulai sejak 3 Juli 2021, kala itu dengan nama PPKM Darurat.

Kemudian, berganti nama menjadi PPKM Level 4, 3, dan 2, pada 26 Juli 2021 hingga sekarang.

Sementara itu, PPKM untuk wilayah luar Jawa-Bali telah dimulai sejak 3 Agustus 2021, dan diperpanjang pada 10 Agustus 2021 hingga 23 Agustus 2021.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepastian perpanjangan PPKM sangat ditunggu oleh masyarakat.

Melihat perkembangan situasi penanganan pandemi Covid-19 selama PPKM berlangsung, apakah PPKM akan kembali diperpanjang?

Baca juga: PPKM Level 2-4 Berakhir Besok, Ini Indeks Mobilitas Masyarakat dari Pantauan Google

Evaluasi Presiden Jokowi

Mengutip data Satgas Penanganan Covid-19, Senin (23/8/2021) pagi, total kasus konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia hampir menyentuh angka 4 juta kasus.

Rinciannya sebagai berikut:

Dalam pernyataan di Madiun, Jawa Timur, 19 Agustus 2021, Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa virus corona penyebab Covid-19 sangat sulit diprediksi.

Ia meminta semua pihak untuk tetap waspada, meski terjadi penurunan kasus dan keterisian tempat tidur (BOR) di sejumlah wilayah dalam beberapa waktu terakhir.

"Jangan sampai ada varian baru datang karena bermutasi dan kita tidak waspada. Tahu-tahu meledak menjadi jumlah yang sangat banyak," kata Jokowi, seperti diberitakan Kompas.com, Minggu (22/8/2021).

Menurut Jokowi, meski terjadi penurunan kasus dan BOR, namun kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia masih tergolong tinggi.

Ia mengungkapkan, keterlambatan membawa pasien Covid-19 ke rumah sakit dan penyakit bawaan menjadi salah satu penyebabnya.

"Penyebab (kematian) menurut saya, kemungkinan yang isoman (isolasi mandiri) tidak segera masuk isoter (isolasi terpusat), sehingga dibawa ke rumah sakit sudah terlambat. Saturasi sudah turun dibawa ke rumah sakit itu terlambat, juga komorbidnya," kata Jokowi.

Baca juga: Angka Kasus Covid-19 Menurun Saat PPKM, Kenapa Angka Kematian Masih Tinggi?

Penurunan kasus jadi kunci

Selain itu, Jokowi juga mengingatkan ledakan kasus Covid-19 akibat kemunculan virus corona varian Delta di Kudus, Jawa Tengah dan Bangkalan, Madura, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

Akibat kemunculan varian yang lebih menular itu, kasus Covid-19 naik secara drastis hingga sempat mencapai angka 56 ribu kasus infeksi baru per hari.

"Begitu muncul di Kudus, di Bangkalan saat itu, di luar dugaan kita karena dari deteksi yang kita lihat itu Jakarta, Indramayu, dan di Medan. Munculnya tempat lain, karena barang ini (virus) enggak kelihatan, langsung melompat ke 56 ribu (kasus baru harian)" jelas Jokowi.

Dalam arahannya, Jokowi menjelaskan bahwa keberhasilan penurunan kasus Covid-19 sangat erat kaitannya dengan pemulihan ekonomi.

Ia mengatakan, penurunan kasus infeksi Covid-19 biasanya diikuti oleh perbaikan ekonomi.

Sehingga, kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia salah satunya terletak pada keberhasilan penurunan kasus Covid-19.

Baca juga: PPKM Level 2-4 Berakhir Besok, Ini Indeks Mobilitas Masyarakat dari Pantauan Google

Evaluasi epidemiolog

Diberitakan Kompas.com, Minggu (22/8/2021), epidemiolog terus memantau dan mengevaluasi kebijakan PPKM yang telah berlangsung dan diperpanjang beberapa kali.

Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, permasalahan utama PPKM adalah indikator pengendalian pandemi yang masih belum konsisten dan terus berubah.

"PR kita selama ini juga adalah konsistensi terhadap indikator itu, jangan diubah-ubah, jangan dilonggar-longgarkan. Levelnya masih sama level 4 tapi pelonggarannya berbeda, nggak boleh seperti itu. Nanti nggak ada patokan yang jelas dan itu berbahaya," kata Dicky.

Dicky juga menyoroti banyaknya kasus Covid-19 yang masih belum terdeteksi. Ia mengatakan, ada sekitar 100.000 kasus yang tidak terdeteksi setiap harinya.

Kasus-kasus yang tidak terdeteksi ini juga berimplikasi pada angka kematian yang masih tergolong tinggi. Meski terjadi penurunan angka kematian, menurut Dicky, penurunan itu tidak signifikan.

"Kematian saat ini masih tinggi. Ini artinya kita harus perbaiki respon kita. Kita harus temukan kasus-kasus infeksi ini," ujar dia.

Kasus turun tapi mobilitas naik

Sementara itu, epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, menyoroti terjadinya peningkatan mobilitas masyarakat di tengah penurunan kasus yang terjadi belakangan ini.

"Dari asesmen situasi memang untuk Jawa-Bali dari 7 provinsi, provinsi Jatim, Jawa Barat, DKI levelnya turun dari 4 ke 3. Tetapi kalau kita lihat dari mobilitasnya harus hati-hati, karena mobilitas Jawa-Bali sekarang naik," ujar Windhu.

Windhu mengatakan, mobilitas di wilayah Jawa-Bali berdasarkan data Google Mobility, mengalami peningkatan. Sementara itu, di luar Jawa dan Bali, mobilitas turun.

Hal itu menurutnya karena di Jawa dan Bali ada pelonggaran.

"Virus itu ikut inangnya (orang), kalau inangnya melakukan mobilitas risiko penularan akan naik, ini yang harus diwaspadai," kata dia.

Sorotan lainnya, masih dari data Google Mobility, terdapat pergerakan dari luar Jawa-Bali ke Jawa-Bali

"Kalau kita tidak waspada yang terjadi pingpong aja. Bisa jadi (kasus) Jawa Bali naik lagi. Bahwa ada mobilitas meningkat dan itu dampak dari pelonggaran," ujar Windhu. 

Mengutip Kompas.com, Minggu (22/8/2021), selama PPKM berlangsung, pemerintah terus melakukan pemantauan mobilitas masyarakat. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan selaku koordinator PPKM darurat mengaku memantau mobilitas masyarakat secara virtual.

"Ada Google Traffic, Night Light NASA, dan Facebook Mobility yang akan menjadi acuan, kita akan cek mobilitas itu di sini. Jadi apa yang dibikin Kapolda dan Pangdam saya akan cek, kita harus bisa di atas 30 persen penurunan mobilitas, dengan paling baik 50 persen,” kata Luhut, sebagaimana diberitakan Kompas.com, 7 Juli 2021.

Pantauan virtual tersebut dilakukan melalui Facebook Mobility, Laporan Mobilitas Masyarakat oleh Google, dan Night Light dari NASA.

Berikut pantauan data perubahan mobilitas di Indonesia yang diunggah pada 17 Agustus 2021 dari Laporan Mobilitas Masyarakat oleh Google.

Indeks mobilitasnya, meliputi:

  • Tempat retail dan rekreasi berkurang 14 persen
  • Toko bahan makanan dan apotek meningkat 10 persen
  • Taman nasional, taman, pantai, lapangan terbuka dan sejenisnya berkurang 5 persen
  • Pusat transportasi umum berkurang 44 persen
  • Tempat kerja berkurang 64 persen
  • Area pemukiman meningkat 17 persen

(Sumber: Kompas.com/Mela Arnani, Nur Fitriatus Shalihah, Rosy Dewi Arianti Saptoyo | Editor: Rizal Setyo Nugroho, Rendika Ferri Kurniawan, Sari Hardiyanto)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi