KOMPAS.com - Badai sitokin, salah satu kondisi yang bisa menyerang pasien Covid-19, tengah ramai dibahas.
Hal itu setelah presenter Deddy Corbuzier mengaku sempat terinfeksi Covid-19 dan mengalami Badai Sitokin hingga hampir meninggal dunia.
Pada pasien Covid-19, badai sitokin menyerang jaringan paru-paru dan pembuluh darah. Kondisi itu menyebabkan kantung udara kecil di paru-paru akan dipenuhi cairan yang menyebabkan pasien Covid-19 kesulitan bernapas.
Baca juga: Penjelasan Satgas soal Bahaya Badai Sitokin pada Pasien Covid-19
Apa itu Badai Sitokin?
Sitokin merupakan protein kecil yang dilepaskan banyak sel berbeda dalam tubuh.
Termasuk pada sistem kekebalan yang mengoordinasikan respons tubuh saat melawan infeksi virus corona dan memicu peradangan.
Sederhananya, sitokin merupakan respons imun seluler tubuh terhadap infeksi.
"Bisa ke bakteri, jamur, virus atau parasit yang masuk ke dalam tubuh manusia," kata Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Brigjen TNI (Purn) Alexander Ginting saat dihubungi Kompas.com, Senin (23/8/2021).
Alex mengatakan, respons sitokin tersebut merupakan bagian pertahanan tubuh melawan "benda asing" yang masuk ke dalam tubuh tersebut bersama sel darah putih manusia.
Namun, dalam kondisi terpapar Covid-19, respons tersebut dapat bisa terjadi berlebihan dan merusak organ tubuh.
"Hanya pada Covid-19, respons ini bisa berlebihan alhasil bisa merusak organ tubuh itu sendiri yang seharusnya merusak virus covid yang masuk ke tubuh manusia," jelas Alex.
Baca juga: Apa Itu Badai Sitokin, Terjadi pada Pasien Covid-19?
Gejala Badai Sitokin
Selain sesak napas, sebagian besar pasien Covid-19 yang mengalami badai sitokin juga mengalami demam.
Berikut adalah beberapa gejala badai sitokin yang perlu diwaspadai:
- Kedinginan atau menggigil
- Kelelahan
- Pembengkakan di tungkai
- Mual dan muntah
- Nyeri otot dan persendian
- Sakit kepala
- Ruam kulit
- Batuk
- Napas cepat
- Kejang
- Sulit mengendalikan gerakan
- Kebingungan dan halusinasi
- Tekanan darah sangat rendah
- Penggumpalan darah.
Baca juga: Gejala Badai Sitokin pada Pasien Covid-19 yang Harus Diwaspadai
Dampak Badai Sitokin
Alex menjelaskan, meskipun seseorang telah negatif dari infeksi, badai sitokin dapat memperburuk gejala Covid-19 yang ada, bahkan gejalanya terus memburuk.
"Padahal hasil PCR sudah negatif dan berakibat kematian," kata dia.
Beberapa gejalanya seperti paru-paru menjadi fibrosis, edema, sehingga mengganggu oksigenasi.
Selain itu, terjadi gagal ginjal, kekentalan darah, CRP di darah yang tinggi, dan lainnya.
"Meskipun hasil PCR negatif, tetap waspadai badai sitokin masih bisa berlanjut," tuturnya.
Baca juga: 7 Fakta Badai Sitokin, Kondisi yang Dialami Deddy Corbuzier hingga Kritis
Mencegah kondisi parah Badai Sitokin
Alex mengatakan, munculnya kondisi Badai Sitokin pada pasien Covid-19 dapat dicegah menjadi kondisi yang parah.
Salah satu kunci untuk menangani badai sitokin yakni pasien segera berobat pada fase 1 dengan gejala atau tanpa gejala.
"Atasi komorbid yang ada. Sebaiknya dirawat di isoter (isolasi terpusat) daripada isoman (isolasi mandiri) tanpa pengawasan. Jika saturasi di bawah 95, segera ke rumah sakit," tuturnya.
Alex mengimbau, seseorang dengan hasil PCR positif perlu mewaspadai perburukan gejala oleh karena badai sitokin (cytokine storm) dan perburukan klinis oleh karena penyakit penyerta (comorbid).
Baca juga: Sebabkan Kematian Pasien Covid-19, Bagaimana Meredam Badai Sitokin?
Penyebab tingginya kematian
Alex mengungkapkan, tingginya angka kematian pasien Covid-19 salah satunya disebabkan terlambatnya penanganan badai sitokin dan tatakelola komorbid.
"Sering pasien PCR sudah negatif tapi badai sitokinnya tidak mereda dan membawa ke kematian," ungkapnya.
Melansir Kompas.com (23/8/2021), pasien Covid-19 yang meninggal dunia tercatat kadar sitokin dalam tubuhnya hampir 10 kali lebih tinggi.
Disebutkan, peningkatan protein inflamasi terjadi untuk membantu mengidentifikasi sejumlah peradangan dalam darah yang meningkat pada tahal awal terinfeksi corona, sebelum pasien berada dalam kondisi sakit parah.
Baca juga: PPKM Level 2-4 Berakhir Besok, Akankah Diperpanjang? Simak Arahan Jokowi Berikut Ini
Pengobatan
Penanggung Jawab Logistik dan Perbekalan Farmasi RSUP Dr Kariadi Semarang, Mahirsyah Wellyan TWH menjelaskan, interleukin-6 merupakan salah satu jenis sitokin yang terlibat pada proses inflamasi dan kanker.
Untuk pengobatan, obat anti-interleukin-6, seperti Tocilizumab dan Sarilumab sudah digunakan pada uji klinis pasien Covid-19.
Selain itu, vitamin C dapat diberikan kepada pasien yang terpapar Covid-19, karena vitamin C bersifat antioksidan yang disebut dapat mengurangi keparahan badai sitokin.
Badai sitokin yang terjadi bergantung pada daya tahan tubuh atau sistem kekebalan tubuh dalam melawan virus yang masuk.
Jika daya tahan tubuh kuat, virus yang masuk bisa dikalahkan dan pasien Covid-19 bisa sembuh.
Baca juga: Ke Mana Pengungsi Afghanistan Pergi Setelah Negara Dikuasai Taliban?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.