Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pemimpin Redaksi Kompas.com
Bergabung sejak: 21 Mar 2016

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Komplotan Lima Maling yang Dipimpin Seorang Menteri

Baca di App
Lihat Foto
Mural di tembok-tembok kota yang berteriak untuk menyampaikan kritik sosial.
Editor: Heru Margianto

HAI, apa kabarmu? Semoga sehat selalu menyertai hari-harimu. Tidak hanya raga, tetapi sehat juga pikiran dan jiwa.

Pelonggaran pembatasan kegiatan karena kemampuan kita bersama mengendalikan penyebaran Covid-19 semoga sedikit melegakan dan berkontribusi pada kesehatan bersama.  

Setelah pemerintah menarik rem darurat pada 2 Juli 2020 dengan PPKM Darurat, sejumlah upaya tampak membuahkan hasil dengan turunnya kasus positif Covid-19 secara konsisten.

Target awal yang dicanangkan untuk menurunkan angka penularan di bawah 10.000 kasus per hari tercapai, Senin (23/8/2021) yaitu 9.604 kasus.

Angka kematian per hari yang konsisten di atas 1.000 dan bahkan pernah mencapai 2.069 pada 27 Juli 2021, Senin (23/8/2021) turun menjadi 842 kasus.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat tren yang membaik ini, meskipun masih memberlakukan PPKM sampai 30 Agustus 2021, pemerintah menurunkan level pembatasan di sejumlah wilayah.

Level PPKM turun dari 4 ke 3 untuk kamu yang tinggal di Jabodetabek, Bandung Raya, Semarang Raya, dan Surabaya Raya.

Sejumlah konsekuensi penurunan level PPKM ini semoga melegakan dan menambah semangat untuk tetap menjaga kesehatan.

Meskipun sudah vaksin lengkap, disiplin protokol kesehatan tetap harus dijaga di tengah penurunan level pembatasan kegiatan kita.

Dengan upaya semua pihak, juga diri kita masing-masing dengan menyediakan diri divaksin dan disiplin dengan protokol kesehatan, semoga tren baik penanganan Covid-19 bisa kita jaga.

Kita masih mendapati 51 daerah di Jawa-Bali masih di level 4 untuk perpanjangan PPKM hingga 30 Agustus 2021.

Satu setengah tahun semoga bisa membuat kita lebih ringan menjalankan disiplin yang pada awal-awalnya terasa seperti terpaksa demi kebaikan diri sendiri dan kebaikan bersama.

Kebaikan diri sendiri dan kebaikan bersama adalah prioritas yang menjadi perhatian selama pandemi. 

Tidak mudah teguh dengan prioritas ini. Terlebih, ketika kita menyaksikan mereka yang diberi kekuasaan melakukan kebaikan itu justru melakukan kejahatan.

Tidak hanya sendiri kejahatan itu dilakukan tetapi bersama-sama kejahatan dilakukan dengan komplotannya.

Namanya Juliari Batubara. Jabatan Menteri Sosial. Masih muda karena lahir 22 Juli 1972. Terdidik di lembaga-lembaga pendidikan terbaik yang diidam-idamkan banyak orangtua.

Bersama dua anak buahnya di Kementerian Sosial yang ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yaitu Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, Juliari bermufakat jahat.

Selain mereka bertiga, ada dua anggota komplotan yang diketegorikan sebagai penyuap yaitu Ardian IM dan Harry Sidabuke.

Lima orang ini berkomplot untuk maling uang negara yang sedianya diberikan sebagai bantuan sosial untuk warga di wilayah Jabodetabek tahun 2020. Komplotan ini dipimpin Menteri Sosial.

Nilai paket sembako untuk warga Jabodetabek Rp 5,7 triliun yang tersebar dalam 272 kontrak untuk dua periode.

Sebagai PPK yang ditunjuk Menteri Sosial, Matheus dan Adi menunjuk langsung rekanan. Dari paket bansos Rp 300.000, Matheus dan Adi minta fee Rp 10.000 per paket. 

Pada periode Mei-November 2020, Matheus dan Adi membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa penyedia bansos sebagai rekanan.

Ardian dan Harry adalah dua rekanan dalam komplotan maling ini yang dikategorikan sebagai pemberi suap.

Ditambah, PT RPI yang diduga perusahaan milik Matheus. Penunjukan rekanan ini diduga diketahui Juliari dan disetujui Adi.

Periode pertama untuk total 272 kontrak berjalan antara Mei-September 2020. Uang hasil maling Rp 12 miliar sebagai fee dari Matheus diterima Juliari melalui Adi secara tunai.

Juliari sebagai pemimpin komplotan maling ini menerima Rp 8,2 miliar. Uang tunai dikelola Eko dan Shelvy N untuk keperluan pribadi. Keduanya adalah orang kepercayaan pimpinan komplotan maling ini.

Periode kedua untuk total 272 kontrak berjalan antara Oktober-Desember 2020. Di periode ini, fee atau uang negara yang dimaling pemimpin komplotan berjumlah Rp 8,8 miliar.

Dengan tambahan ini, total uang negara yang dimaling Juliari seorang diri adalah Rp 17 miliar.

Kejahatan komplotan lima maling dana bansos dengan menteri sebagai pemimpin ini terbongkar dalam operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 5 Desember 2020.

Setelah operasi itu, pimpinan komplotan maling ditetapkan sebagai tersangka bersama empat anggota komplotannya. Mereka adalah Juliari, Matheus, Adi, Ardian, dan Harry.

Senin (23/8/2021), vonis untuk pimpinan komplotan maling Julari Batubara dibacakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. 

Juliari divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Majelis hakim menilai Juliari terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001.

Sebagai pemimpin komplotan maling, Juliari melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Juliari untuk membayar uang pengganti Rp 14,59 miliar. Jika tidak diganti, bisa diganti pidana penjara selama dua tahun.

Hak politik atau hak dipilih terhadap Juliari pun dicabut oleh hakim selama empat tahun. Seperti diketahui, Julari adalah kader PDI Perjuangan.

Vonis hakim lebih berat dari tuntutan jaksa 11 tahun dan dengan Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Hal yang menurut hakim memberatkan Juliari adalah bersikap tidak ksatria, ibaratnya lempar batu sembunyi tangan.

Julari tidak berani bertanggung jawab dan bahkan menyangkal perbuatannya. Perbuatan dilakukan saat pandemi.

Hal yang meringankan Juliari adalah belum pernah dijatuhi pidana. Juliari juga dinilai sudah cukup menderita karena dicerca, dimaki, dihina masyarakat. 

Juliari dan kuasa hukumnya pikir-pikir terlebih dahulu atas vonis tersebut.

Dengan melihat pertimbangan hakim yang meringankan vonis Juliari, semoga pikir-pikirnya tidak meminta gerombolan anggota komplotan untuk mencerca, memaki dan menghina ketua komplotan mereka. 

Untuk memberatkan hukuman dan menjerakan maling uang negara, mari kita kurangi cercaan, makian, dan hinaan agar tidak berlebihan. Seperlunya saja.

Kita kembalikan sebutan sesuai faktanya saja bahwa mereka maling semaling-malingnya. Sebutan koruptor masih terasa teramat mulia.

Hal itu terlihat nyata dari perlakuan kepada mereka dan penampilan mereka. Tidak seperti maling semaling-malingnya.

Ini sama sekali tidak membuat jeri apalagi jera. Kementerian Sosial dan hampir semua menterinya adalah bukti tidak ada jeri dan jera.

Sebutan koruptor masih teramat mulia tampaknya. Untuk itu, mari kita sebut mereka maling saja. Maling, semaling-malingnya maling.

Sebutan maling memang belum tentu membuat jeri dan jera juga. Namun, efek kejahatan yang mereka lakukan langsung terbayang di kepala kita.

Kita bisa lekas bertindak ketika mendengar kata maling dilantangkan!

Salam tangkap,

Wisnu Nugroho

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi