Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Juliari Batubara dan Cacian yang Meringankannya

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Terdakwa Mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara mengikuti sidang lanjutan perkara dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19, di Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat, Senin (31/5/2021). Agenda persidangan yaitu mendengarkan keterangan dua mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/hp.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara, divonis 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (23/8/2021).

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Muhammad Damis menilai, Juliari sudah cukup menderita akibat cacian dan hinaan masyarakat. Hal itu menjadi salah satu yang meringankan Juliari.

"Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah, padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," demikian hakim Damis.

Hal ini merupakan salah pertimbangan hakim untuk meringankan vonis politikus PDI Perjuangan tersebut, selain belum pernah dijatuhi hukuman pidana.

Baca juga: 5 Poin Pleidoi Juliari: Mohon Dibebaskan hingga Minta Maaf ke Jokowi dan Megawati

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, alasan itu seharusnya tidak menjadi pertimbangan dalam meringankan hukuman.

"Hal yang meringankan ya bahwa dia belum pernah dihukum dan menjadi kepala keluarga, itu saja cukup," kata Boyamin saat dihubungi Kompas.com, Selasa (24/8/2021).

"Tidak usah ditambahi di-bully masyarakat. Apakah dulu Setya Novanto di-bully itu jadi faktor meringankan, kan tidak juga," lanjut dia.

Tetap apresiasi vonis lebih tinggi daripada tuntutan

Meski demikian, Boyamin menghormati putusan pengadilan yang berlaku berdasarkan asas Res Judicata.

Menurut dia, vonis tersebut patut diapresiasi karena melebihi tuntutan jaksa.

Boyamin justru menyoroti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak berani menuntut Juliari dengan hukuman seumur hidup.

"Mestinya kan KPK berani menuntut seumur hidup karena pasalnya memungkinkan untuk itu, Pasal 12 maupun 18 UU Pemberantasan Korupsi. Itu yang kita sayangkan, karena menuntutnya hanya 11 tahun," kata dia.

Dengan sejumlah faktor yang memberatkan, seperti terdakwa yang tidak terbuka dan enggan mengakui perbuatannya, Bonyamin menyebut hukuman yang diterima setidaknya 20 tahun.

Baca juga: Ahli Sayangkan Vonis Juliari Batubara Hanya 12 Tahun Penjara

Ia menduga, hakim tidak terlalu berani menaikkan hukuman hukuman lebih banyak karena khawatir akan dikoreksi oleh Pengadilan Tinggi, sehingga dikembalikan seperti tuntutan jaksa.

"Maka cari aman ya tambah satu tahun. Ini perlu dikoreksi juga, mestinya hakim pengadilan tinggi di tingkat banding atau MA nanti ya kalau ini prosesnya banding, harus menaikkan lagi sampai 20 tahun atau seumur hidup," ujar Boyamin.

Terkait kasus korupsi bansos sembako ini, MAKI menuntut agar KPK segera menyelesaikan penyelidikan atas penerapan Pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Korupsi.

Jika benar-benar ditemukan adanya pemotongan bansos dari Rp 300.000 menjadi Rp 188.000 per paket, maka kasus ini memenuhi kriteria pasal tersebut dan bisa dituntut hukuman mati.

Jika proses penyelidikannya lamban, Boyamin mengatakan, pihaknya akan mengajukan gugatan praperadilan agar segera meningkatkan penyidikan dan menetapkan tersangka baru.

"Tidak menutup kemungkinan pejabat-pejabat yang sudah disidang di kasus bansos bisa jadi tersangka lagi di kasus Pasal 2 dan 3," ucap Boyamin.

Menurut dia, pasal tersebut memungkinkan untuk melacak aliran dana ke pihak-pihak yang menikmati proses penyunatan bansos.

"Nanti juga terlacak siapa yang di belakang layar yang seakan-akan tidak tercantum di sebuah perusahaan pengadaan sembako, tapi sebenarnya dia adalah owner benefit, yaitu pemilik sesungguhnya yang menerima keuntungan," kata Boyamin.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi