Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selamat Ulang Tahun, Wiji Thukul!

Baca di App
Lihat Foto
Hariadi Saptono
Penyair Wiji Thukul Wijaya (33)
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam

(Wiji Thukul, 1986)

KOMPAS.com - Hari ini 58 tahun lalu, tepatnya 26 Agustus 1963, aktivis dan seniman, Wiji Thukul, lahir di Solo.

Thukul menjadi simbol perlawanan dan korban pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) oleh rezim Orde Baru.

Melansir Harian Kompas, 1 Juli 1996, Thukul merupakan anak pertama dari empat bersaudara yang hidup dalam lingkungan tukang becak dan keluarga buruh.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendidikannya hanya sampai kelas 2 Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Jurusan Tari, Solo.  

Hobi membaca buku dan berpuisi, sudah muncul saat Wiji Thukul duduk di SD Kanisius Sorogenen Solo. Di SMPN III Solo, ia bergabung dalam grup teater, dan aktif menghadiri diskusi dan pergelaran seni.

Sejak itu, cita-cita menjadi seniman makin bulat. Ia kemudian aktif berkesenian dan bergabung dengan Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (Jakker).

Baca juga: Mengenang Wiji Thukul, Aktivis yang Bersuara dengan Puisi-puisinya

Penyair dan seniman

Nama Wiji Thukul pun mulai populer sebagai penyair dan seniman.

Ia dikenal di kalangan seniman dan kelas menengah mahasiswa, serta aparat keamanan. 

Puisi-puisinya mulai menyebar di berbagai majalah dan koran dalam dan luar negeri, diundang ke berbagai kampus di Jawa Tengah dan Yogyakarta, juga ke Australia.

"Saya jadi sangat shock ketika teman saya buruh mebel bertanya pada saya, apa sih yang terjadi setelah kamu baca puisi," kata Thukul.

Tahun 1991, ia memperoleh penghargaan sastra Wertheim Encourage Award, orang Indonesia kedua setelah WS Rendra yang menerima penghargaan itu.

Tak terhitung berapa kali Thukul memperjuangkan nasib para buruh. Bersamaan dengan itu juga, ia kerap ditangkap dan kena 'gebug'.

Salah satu kekerasan yang paling berdampak pada psikisnya adalah ketika ia tertangkap dalam aksi demo buruh Sritex Solo untuk menuntut kenaikan upah.

Selain gangguan psikisnya, pandangan matanya kabur dan telinga kanan pernah tak berfungsi.

Korban "pembersihan" aktivis

Perjuangan Thukul harus berakhir sekitar Maret 1998 pada usia 34 tahun. Ia disebut menjadi korban "pembersihan" besar-besaran terhadap aktivis gerakan demokrasi setelah tragedi berdarah 27 Juli 1996.

Berdasarkan pengakuan istrinya, Diah Sujirah alias Sipon, Thukul meninggalkan keluarganya pada awal Agustus 1997.

"Aku mau pergi dulu. Kalau nanti sudah aman, aku akan kembali," demikian kalimat yang sempat disampaikan Wiji Thukul kepada istri dan kedua anaknya, dikutip dari Harian Kompas, 27 Agustus 2000.

Thukul pun tak pernah kembali sejak saat itu.

Dua pekan setelah ia pergi, seorang kurir mengabarkan, penyair pelo (cedal) itu selamat dan tengah bersembunyi di Kampung Semanggi, Kota Solo.

Menurut Sipon, kontak terakhirnya dengan Thukul terjadi pada awal Februari 1998.

Saat itu, Thukul mengabarkan tinggal di Jakarta, tetapi pembicaraan hanya terjadi sangat singkat.

Sipon pun tak mengetahui apa kesalahan suaminya sehingga menjadi target operasi aparat keamanan.

Thukul dan keluarganya kaget ketika menyaksikan siaran di televisi yang mengabarkan nama Wiji Thukul termasuk target aparat.

Hal itu disamapikan Kassospol ABRI Letjen TNI Syarwan Hamid dan ditayangkan 28 Juli 1997.

Menurut Sipon, suaminya juga tak tahu kenapa tiba-tiba menjadi buruan.

"Ini jelas fitnah! Saya tak merasa melakukan apa-apa," kata Thukul seperti dikutip istrinya.

Bagi Sipon, suaminya itu semata-mata adalah seorang penyair yang menghidupi keluarganya sehari-hari dengan bekerja sebagai tukang pelitur mebel.

"Kalau soal keterlibatannya dalam masalah politik, saya tidak tahu," jelas dia.

Setelah dua tahun lebih menunggu ketidakpastian atas kabar suaminya, Sipon akhirnya melaporkan hilangnya Wiji Thukul ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Thukul diperkirakan menjadi korban penculikan bersama dengan aktivis lain yang juga hilang dari Solo, Suyat.

"Dengan hilangnya Wiji Thukul ini, berarti selama operasi pembersihan itu ada 23 orang yang hilang dan hingga saat ini 14 orang termasuk Wiji belum kembali," kata Koordinator Kontras saat itu, Munarman.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi