Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO Minta Vaksin Booster Ditunda, Ini Alasannya

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Kementerian Kesehatan
Pada Jumat (16/7/2021) Kementerian Kesehatan memulai penyuntikan perdana vaksin booster menggunakan vaksin Moderna di RSCM Jakarta. Penerima vaksinasi booster adalah 50 Guru Besar FKUI serta sejumlah dokter lainnya.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta agar menunda suntikan booster vaksin Covid-19.

Diberitakan Reuters, Rabu (25/8/2021), Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, data tentang manfaat dan keamanan suntikan booster vaksin Covid-19 masih belum meyakinkan.

"Ketika beberapa negara mampu untuk memiliki booster dan yang lain bahkan tidak memvaksinasi putaran pertama dan kedua, itu adalah masalah moral," katanya.

Di sisi lain, beberapa negara, termasuk Indonesia, sudah memulai pemberian vaksin booster.

Lantas, apa yang menjadi pertimbangan WHO untuk menunda pemberian vaksin booster?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Mengenal Vaksin Merah Putih, Booster Vaksin Covid-19 untuk Tahun 2022

Alasan penundaan vaksin booster

WHO bekerja sama dengan Kelompok Ahli Penasehat Strategis (SAGE) untuk meninjau bukti yang muncul tentang kebutuhan dan waktu dosis vaksin tambahan.

Melansir laman resmi WHO, (10/8/2012), beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dari suntikan booster vaksin Covid-19, meliputi:

1. Menurunnya kekebalan

Kekebalan dan durasi perlindungan masih belum ditetapkan hingga saat ini. Menurut studi, belum jelas apakah penurunan titer berkaitan dengan penurunan efektivitas vaksin, terutama terhadap varian corona yang jadi perhatian (VOC).

Sementara data tentang imunogenisitas beberapa vaksin menunjukkan bahwa antibodi bertahan setidaknya selama 6 bulan. Meski demikian, perlindungan terhadap keparahan penyakit masih tetap ada.

2. Efektivitas vaksin

Data yang ada saat ini belum cukup untuk memutuskan apakah ada penurunan yang signifikan terkait efektivitas vaksin terhadap segala bentuk penyakit klinis dari infeksi SARS-CoV-2 setelah 6 bulan setelah vaksinasi.

Meski ada laporan kasus pada orang yang sudah divaksin (infeksi terobosan), tetapi sebagian besar kasus tidak separah orang yang tidak divaksinasi.

3. Pasokan vaksin global serta pemerataan global dan nasional

Keputusan kebijakan program vaksinasi nasional untuk menambahkan dosis booster harus mempertimbangkan kekuatan bukti mengenai perlunya dosis ini dan ketersediaan vaksin secara global.

Menawarkan dosis booster untuk sebagian besar populasi, ketika banyak yang belum menerima dosis pertama, bisa merusak prinsip kesetaraan nasional dan global.

Baca juga: Penjelasan Kemenkes soal Ramai Efek Samping Moderna yang Disebut Lebih Terasa ketimbang Vaksin Lain

Bukti yang diperlukan

Lebih lanjut, WHO menjelaskan pemakaian dosis booster harus didukung oleh bukti terkait berkurangnya efektivitas vaksin.

Bukti tersebut khususnya penurunan perlindungan terhadap penyakit parah pada populasi umum atau populasi berisiko tinggi, atau karena varian yang beredar.

Sampai saat ini, bukti masih terbatas dan tidak meyakinkan pada kebutuhan luas untuk dosis booster.

WHO secara hati-hati memantau situasi dan akan terus bekerja sama dengan negara-negara untuk mendapatkan data yang diperlukan untuk rekomendasi kebijakan.

Pertemuan WHO

Pada pertemuan di Hongaria, Budapest, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa dia sangat kecewa dengan cakupan sumbangan vaksin di seluruh dunia.

Hal ini dikarenakan banyak negara masih membutuhkan bantuan stok vaksin, sementara negara-negara kaya menimbun stok vaksin.

Melansir AP News, Senin (23/8/2021), Tedros meminta negara-negara yang sudah menawarkan dosis vaksin ketiga pada warganya, untuk membagi vaksin tersebut ke negara lain yang lebih membutuhkan.

Beberapa negara termasuk Amerika Serikat, Israel, dan Hongaria, serta negara lain di Eropa, Timur Tengah, dan Asia, sudah menawarkan atau berencana menawarkan suntikan booster Covid-19 bagi warganya.

Badan kesehatan PBB telah berulang kali menyerukan negara-negara kaya untuk berbuat lebih banyak dengan membantu meningkatkan akses ke vaksin di negara berkembang.

Pada Senin, Tedros mengatakan bahwa dari 4,8 miliar dosis vaksin yang dikirimkan hingga saat ini secara global, 75 persen telah diberikan hanya ke 10 negara, sementara cakupan vaksin di Afrika kurang dari 2 persen.

Baca juga: Kronologi Ledakan Bom Kabul Afghanistan yang Tewaskan 90 Warga dan 13 Tentara AS

Berisiko memunculkan varian baru

Mengesampingkan pemerataan akses vaksin bisa merusak mitigasi pandemi secara global, dengan implikasi parah bagi kesehatan, kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat.

WHO menegaskan, penyuntikan vaksin booster harus didorong oleh bukti.

Di luar data klinis dan epidemiologis, keputusan untuk merekomendasikan dosis booster merupakan hal yang kompleks dan butuh pertimbangan aspek strategis dan program nasional.

Ketidakadilan vaksin dan nasionalisme vaksin, kata Tedros, bisa meningkatkan risiko munculnya varian yang lebih menular.

Hal ini karena varian baru bisa muncul di negara-negara yang tidak mendapat cakupan vaksin yang memadahi. Tidak menutup kemungkinan, varian baru yang muncul bisa kembali merugikan banyak negara, termasuk mereka yang telah mendapat suntikan booster.

“Virus ini akan berpeluang beredar di negara-negara dengan cakupan vaksinasi rendah, dan varian Delta bisa berkembang menjadi lebih virulen, dan pada saat yang sama juga bisa muncul varian yang lebih kuat,” kata dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi