Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jarang Orang Tahu, Perlawanan KH Zainal Musthafa Disebut Pemberontakan Sipil Terbesar di Jawa terhadap Jepang

Baca di App
Lihat Foto
Cover buku Ajengan Sukamanah
foto KH Zainal Musthafa yang asli dan menjadi cover depan buku Ajengan Sukamanah karya Iip D Yahya.
Penulis: Farid Assifa
|
Editor: Farid Assifa

KOMPAS.com - Perlawanan Ajengan Sukamanah, KH Zainal Musthafa, di Tasikmalaya pada tahun 1944, disebut sebagai pemberontakan sipil terbesar dalam sejarah militer Jepang di Jawa.

Hal itu memang diakui sendiri oleh Kenpeitai, polisi militer Jepang, yang berhadapan dengan KH Zainal Musthafa beserta ribuan pengikutnya yang terjadi pada Jumat, 18 Feburari 1944.

Pengakuan itu disampaikan Keinpetai melalu sebuah dokumen yang diterbitkan dalam buku The Keinpeitai in Java and Sumatra (2010), karya S Barbara Gifford Shimer dan Guy Hobbs.

Buku tersebut kemudian dikutip Iip D Yahya dalam buku biografi KH Zainal Musthafa berjudul Ajengan Sukamanah (2021).

Buku tersebut dibedah oleh KNPI Kabupaten Tasikmalaya secara online dan offline pada Sabtu (21/8/2021).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlawanan Ajengan Sukamanah

Pertempuran di Pesantren Sukamanah antara KH Zainal Musthafa atau KH Zainal Mustafa bersama ribuan pengikutnya melawan militer Jepang terjadi pada Jumat, 18 Februari 1944.

Baca juga: Meluruskan Sejarah, Ini Foto Asli KH Zainal Musthafa, Pahlawan Asal Tasikmalaya

Awalnya, Ajengan Sukamanah ini menentang sejumlah kebijakan kolonal Jepang yang merugikan dan menindas rakyat Indonesia.

Kebijakan pertama adalah soal upeti padi yang membebani rakyat. Apalagi saat itu kondisi sedang paceklik hingga membuat rakyat kesulitan.

Kebijakan kedua yang ditentang KH Zainal Musthafa adalah kerja paksa (romusha). Jepang sudah mengirimkan tenaga kerja paksa ke seluruh wilayah di Indonesia dan Asia sejak Oktober 1943.

Selanjutnya kebijakan ketiga yang dinilai melukai umat Islam dan sangat ditentang Ajengan Sukamanah adalah kewajiban kyujo yohai, yakni menghormati istana Kaisar Jepang di Tokyo dengan cara membungkukkan badan arah timur mirip ruku dalam shalat. Kebijakan ini dikenal pula sebagai saikeirei.

Pada tahun 1944, kebijakan upeti beras semakin keras. Bahkan banyak santri yang hendak mondok di Pesantren KH Zainal Musthafa dirampas bekalnya oleh tentara Jepang dan antek-anteknya. Kondisi itu tentu saja meresahkan masyarakat dan membuat Ajengan Sukamanah kian marah.

Kemarahan dan sikap perlawanan Ajengan Sukamanah terhadap kolonial ditunjukkan dengan ceramahnya yang keras terhadap Jepang. Selain itu, Ajengan Sukamanah juga menolak melakukan saikeirei setiap menghadiri pertemuan dengan pemerintah atau juga perkumpulan ulama.

Sikap Ajengan Sukamanah seperti itu mulai terendus militer Jepang. Pihak Jepang menganggap bahwa KH Zainal Musthafa hendak melawan kolonial.

Apalagi, pihak militer Jepang juga mendengar informasi dai mata-matanya bahwa Ajengan Sukamanah sedang melatih santri dan masyarakat ilmu bela diri pencak silat.

Pihak Jepang mengira bahwa KH Zainal Musthafa akan memberontak, padahal pelatihan itu sesungguhnya untuk penjagaan karena kala itu situasi keamanan di sekitar pesantren sedang genting. Banyak perampokan dan pencurian akibat kemiskinan pasca-kebijakan upeti paksa padi oleh Jepang.

Selain itu, ada miskomunikasi antara mata-mata Jepang dan Kenpeitai. Mata-mata yang kemungkinan dari pribumi yang berbahasa Sunda ini mengolah informasi ke dalam bahasa Melayu. Lalu dari bahasa Melayu ditafsir ulang ke dalam bahasa Jepang oleh pihak Jepang yang baru bisa berbahasa Melayu.

“Kesalahpahaman sangat mungkin terjadi dalam proses ini,” kata Iip D Yahya, penulis Ajengan Sukamanah saat bedah buku, pekan lalu.

Setelah mendapat banyak informasi mengenai gerak-gerik Ajengan Sukamanah itu, Kenpeitai yang merupakan militer Jepang paling galak dan kejam itu kemudian meminta KH Zainal Musthafa untuk datang ke markas Kenpeitai di Tasikmalaya.

Mereka mengutus mulai kiai hingga aparat pemerintah seperti camat untuk membujuk Ajengan Sukamanah agar mendatangi markas Kenpeitai di Tasikmalaya. Namun Ajengan Sukamanah menolak tegas ajakan itu.

Selanjutnya, militer Jepang mengutus polisi setempat yang sudah tunduk pada kolonial untuk membujuk KH Zainal Musthafa. Para polisi itu kemudian mendatangi pesantren Ajengan Sukamanah pada Kamis, 17 Februari 1944.

Namun bukannya berhasil membujuk Ajengan Sukamanah, para polisi itu malah mendukung Sang Kiai. Hal itu dibuktikan dengan tidak melakukan perlawanan ketika santri KH Zainal Musthafa melucuti senjata para polisi itu. Bahkan mereka ikut shalat berjamaah dan mengikuti ceramah KH Zainal Musthafa.

Karena para polisi dari pribumi itu gagal, lalu Kenpeitai kembali mengutus 4 tentara Jepang dan satu penerjemah pada Jumat, 18 Februari 1944. Keempat tentara Jepang itu adalah Sersan Kobayashi, Sersan Nakamikawa, Kopral Okuni dan Kopral Kuwada.

Setelah bertemu, sempat terjadi dialog antara tentara Jepang dan KH Zainal Musthafa. Pihak Jepang menuding Ajengan Sukamanah menghasut rakyat untuk melawan Jepang.

Dialog itu memanas setelah Ajengan Sukamanah menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Jepang karena menjajah Indonesia, dan ia ingin negeri ini merdeka.

Pernyataan Ajengan Sukamanah itu membuat salah satu tentara emosi yang kemudian mencabut pistol lalu mengarahkannya ke KH Zainal Musthafa. Namun sebelum pistol itu meletus, salah seorang santri dengan cekatan memukul sikut lengan tentara Jepang itu hingga akhirnya peluru meleset dan mengenai bahu santri lainnya.

Ketegangan memuncak hingga terjadi pertempuran kecil. Karena kalah jumlah, tentara Jepang kalah. Tiga di antaranya tewas, termasuk juru bicara. Lalu dua lainnya, Kopral Okuna dan Kopral Kuwada berhasil melarikan diri.

Setelah insiden itu, Ajengan Sukamanah memperkirakan tentara Jepang akan kembali ke pesantren dengan membawa pasukan dan peralatan tempur lainnya. Ia kemudian mengumpulkan sejumlah santrinya dan masyarakat setempat untuk bersiap karena kemungkinan Jepang akan menyerbu pesantren.

Akhirnya terkumpul sekitar 1.000 pengikut KH Zainal Musthafa. Sementara 17 santri senior yang terlatih ditugaskan untuk mendampingi Sang Kiai.

Sekitar pukul 16.30, tentara Jepang dengan dibantu pasukan dari pribumi dengan senjata lengkap dan modern datang mengepung pesantren. Mereka juga membawa 10 panser.

Meski dikepung, namun para “pasukan Sukamanah” tidak langsung menyerang karena ingat pesan dari Kiai bahwa jika yang dihadapinya adalah bangsa sendiri maka jangan dulu menyerang. Sebab, pasukan Sukamanah hanya ingin berperang dengan tentara Jepang.

Akhirnya pasukan Jepang dari bangsa sendiri mulai menyerang, maka pengikut Ajengan Sukamanah pun melawan. Pertempuran pun pecah dan sengit. Mayat bergelimpangan di sekitar Pesantren Sukamanah.

Pertempuran berdarah itu berlangsung selama 90 menit. Karena situasi saat itu hujan deras sehingga menyulitkan pihak Jepang untuk bertempur, maka pasukan kolonial itu mundur.

Namun Ajengan Sukamanah dan 17 santri seniornya berhasil ditangkap pihak Jepang. Peperangan pun berakhir.

Selanjutnya Ajengan Sukamanah dan santri seniornya dipenjara di Tasikmalaya. Selama dipenjara, mereka disiksa dengan kejam.

Selanjutnya, KH Zainal Musthafa dan belasan santrinya dipindahkan ke penjara Sukamiskin di Bandung. Selama proses penahanan itu, ada beberapa santri yang meninggal karena tidak tahan atas siksaan pihak Jepang.

Kemudian pengadilan militer Jepang memvonis hukuman mati kepada KH Zainal Musthafa dan belasan santrinya. Mereka kemudian dieksekusi di sebuah rawa tak jauh dari Pantai Ancol, Jakarta, pada tengah malam 24 Oktober 1944. Sang Pahlawan dan para santrinya kemudian dikubur di rawa tersebut.

Pihak Jepang sengaja mengubur KH Zainal Musthafa untuk menghilangkan jejak. Namun berkat penjaga kelenteng Ancol, jasad Sang Kiai dan pengikutnya bisa ditemukan.

Ketika jepang menyerah dan Indonesia mulai didatangi pasukan Sekutu pada tahun 1946, penjaga kelenteng yang bernama Mpek Gagu melaporkan adanya tempat eksekusi di rawa.

Selanjutnya pihak Sekutu melalui Nederlandsch Indie Civile Administratie (NICA) menggali rawa itu dan menemukan banyak mayat di dalamnya. Lokasi itu ternyata merupakan tempat pembantaian (killing fields) oleh pasukan Jepang.

Di rawa itu ditemukan banyak mayat dari berbagai ras, mulai bangsa Indonesia, Belanda hingga China.

Setelah melakukan penggalian, pihak NICA menemukan jasad Ajengan Sukamanah dan para santrinya. Akhirnya Ajengan Sukamanah dan santrinya itu dikuburkan tak jauh dari rawa itu di sebuah pemakaman khusus korban perang yang diberi nama Ereveld Ancol.

Pada tanggal 20 November 1972, Ajengan Sukamanah KH Zainal Musthafa resmi memperoleh gelar Pahlawan Nasional.

Kemudian pada 25 Agustus 1973, atas permohonan keluarga, makam KH Zainal Musthafa dan 17 santrinya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Sukamanah di Tasikmalaya yang berlokasi tak jauh dari pesantren.

Pemberontakan terbesar di Jawa

Perlawanan Ajengan Sukamanah disebut sebagai pemberontakan sipil terbesar dalam sejarah militer Jepang di Jawa.

Hal itu diakui Jepang sendiri dalam sebuah dokumen Jepang yang kemudian diterbitkan Equinox Publishing pada 2010.

Ada sejumlah alasan pemberontakan Ajengan Sukamanah disebut terbesar yang dilakukan sipil terhadap pemerintah militer Jepang.

Alasan pertama adalah pasca-peristiwa itu, letupan serupa terjadi di Indramayu meski dalam skala kecil. Akibatnya Jepang berusaha keras untuk meredam gejolak serupa di daerah lain.

Salah satu propagandanya adalah dengan membuat propaganda tentang KH Zainal Musthafa yang buruk di mata kolonial ini. Ajengan Sukamanah dianggap memiliki ajaran sesat dan berusaha menghasut rakyat untuk melawan pemerintahan Jepang.

Alasan kedua adalah pasca-perlawanan Sukamanah, Jepang mengubah kebijakannya terhadap ulama di Indonesia, yang salah satunya dengan pelibatan para kiai dalam urusan keagamaan di Indonesia.

Sebelumnya, Jepang ketika masuk ke Indonesia meremehkan peran ulama, bahkan berusaha menyingkirkannya dengan menangkap ulama besar sekaligus Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari dan membubarkan organisasi nahdliyyin tersebut.

Namun pasca-perlawanan KH Zainal Musthafa, Jepang mengubah cara pandangnya terhadap ulama hingga melibatkan mereka dalam sejumlah bidang terkait keagamaan.

Dikenal dunia

Nama KH Zainal Musthafa pun mulai dikenal dunia pasca-perlawanan Sukamanah. Pada tahun 1955, sekitar 9 tahun setelah pertempuran Sukamanah, KH Zainal Musthafa masuk ke sebuah penelitian sejarawan asal AS, Harry Jindrich Benda yang kemudian menerbitkannya dalam buku The Crescet and The Rising Sun, Indonesian Islam under the Japanese Occupation, 1942-1945 di Cornell University, Amerika Serikat.

Selanjutnya George Sanford Kanahele menulis disertasi yang di dalamnya terdapat kisah perlawanan KH Zainal Musthafa dengan judul The Japanese Occupation of Indonsia: Prelude to Independence.

Nourouzzaman Shiddiqi juga menulis tentang perlawanan Ajengan Sukamanah dalam tesis S-2 di Universitas Leiden, Belanda, dengan judul The Role of the Ulama during The Japanese Occupation of Indonesia (1942-1945).

Perlawanan KH Zainal Musthafa juga diteliti lebih dalam dan komprehensif oleh peneliti asal Jepang, Aiko Kurasawa pada tahun 1988. Aiko menulis sejarah itu dalam disertasi berjudul Mobilization and Control, A Study of Social Change di Rural Java 1942 – 1945.

Pelajaran dari KH Zainal Musthafa

Ketua KNPI Kabupaten Tasikmalaya Nana Sumarna mengatakan, ada beberapa pesan moral yang bisa diambil dari sosok KH Zainal Musthafa. Pertama adalah soal integritas.

Dalam buku Ajengan Sukamanah, kata Nana, Ajengan Sukamanah mewanti-wanti para santrinya untuk tidak meminta-minta karena itu adalah perbuatan tidak bagus. Para santri justru harus bisa memberi kepada yang membutuhkan.

Kemudian Ajengan Sukamanah mengecam kebijakan upeti padi dan kerja paksa yang dilakukan oleh Jepang. Ini artinya bahwa ia adalah sosok yang berjuang melawan penindasan.
“Ini bisa kita teladani bahwa kita harus peduli dan membela masyarakat yang tertindas,” katanya kepada Kompas.com, Sabtu (28/8/2021).

Kemudian KH Zainal Musthafa rela berkorban dan menjadi martir demi kemerdekaan Indonesia. Ia keluar dari NU untuk menyelamatkan organisasi ini ketika ia melawan Jepang.

Bahkan, Ajengan Sukamanah juga meminta para santri yang ditahan untuk mengakui bahwa mereka memang dihasut Sang Kiai. Hal itu dilakukan demi menyelamatkan santri sehingga bisa melanjutkan perjuangannya di pesantren.

“Sehingga dalam buku itu, pihak Jepang menyebut bahwa Ajengan Sukamanah adalah kiai sesat dan sering menghasut rakyat. Hal itu kemungkinan berdasarkan dari pengakuan para santri dan pengikutnya. Pengakuan mereka itu memang sesuai keinginan KH Zainal Musthafa. Namun masyarakat pada waktu itu tidak percaya pada pernyataan Jepang terkait Ajengan Sukamanah itu,” beber Nana.

Baca juga: Zainal Mustafa: Latar Belakang dan Perlawanan terhadap Penjajah

Ketua Majelis Pemuda Indonesia (MPI) KNPI Kabupaten Tasikmalaya Demi Hamzah Rahadian menilai bahwa KH Zainal Musthafa adalah sosok ulama dan ajengan yang sudah mengorbankan nyawa demi Indonesia. Sikap itu harus menjadi suri teladan bagi pemuda.

Sebab, KH Zainal Musthafa merupakan figur yang juga kebanggaan masyarakat Tasikmalaya.

Menurutnya, KH Zainal Musthafa berjuang bukan untuk dirinya sendiri, melainkan demi bangsa dan negara. Ajengan Sukamanah adalah sosok yang menentang penindasan dan kesewenang-weneangan.

“Kita berharap bahwa semangat KH Zainal Musthafa itu harus terus digelorakan. Bahwa boleh saja hari ini sudah tidak ada penjajahan. Tetapi semangat perjuangannya menentang penindasan harus tetap membara,” kata Demi yang juga politisi PDI-P ini.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi