Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang dan Realitas Menyedihkan Lapas di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
KEMENTERIAN HUKUM dan HAM via AP
Dalam foto yang dirilis oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia ini, petugas polisi memeriksa sel-sel yang rusak setelah kebakaran di Penjara Tangerang di Tangerang, Indonesia, Rabu, 8 September 2021.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang terbakar pada Rabu (9/9/2021) dini hari.

Data terakhir, Kamis (9/9/2021) siang, 44 orang dilaporkan meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka-luka.

Kejadian ini menambah catatan panjang peristiwa kebakaran di Lapas dalam beberapa tahun terakhir.

Dalam keterangan bersama Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), dan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) mencatat, 13 Lapas mengalami kebakaran dalam tiga tahun terakhir.

Baca juga: Kebakaran Lapas Tangerang dalam Sorotan Dunia, dari Kapasitas hingga Sistem Kelistrikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelebihan penghuni

Dari 13 Lapas tersebut, terdapat 10 Lapas yang terbakar dalam kondisi kelebihan penghuni atau di ambang batas kelebihan penghuni.

"Hanya 3 Lapas yang terjadi kebakaran dalam tiga tahun terakhir yang tidak mengalami over-crowding," demikian pernyataan ICJR, IJRS, dan LeIP dalam rilis bersama yang diterima Kompas.com, Kamis (9/9/2021).

Dengan kondisi Lapas yang kelebihan penghuni, mereka menyebut akan berdampak pada rendahnya pemenuhan hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan tahanan.

Akibatnya, ketidakpuasan akan kondisi tersebut mengancam ketertiban dan keamanan emosi yang kemudian berpotensi menciptakan kerusuhan di dalam Rutan dan Lapas.

Hal tersebut terbukti dengan banyaknya aksi kerusuhan yang berujung pada terbakarnya Lapas dan Rutan.

"Dalam catatan kami, terdapat 5 Rutan dan Lapas yang terbakar karena kerusuhan oleh penghuni. Salah satunya adalah kebakaran di Lapas Manado kelas IIA pada April 2020 yang diakibatkan oleh kerusuhan," ujar mereka.

Baca juga: Komnas HAM Datangi Lapas Tangerang, Gali Penyebab Kebakaran dan Pastikan Hak Korban

Berimbas pada penganggaran

ICJR, IJRS, dan LeIP, menilai, kelebihan penghuni di Lapas dan Rutan juga akan berimbas pada penganggaran sehingga menjadi satu kendala tersendiri.

Dengan kondisi Lapas hari ini, pengelolaan gedung dan fasilitas Lapas menjadi tanda tanya.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, mengatakan, kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang karena instalasi listrik buruk, di mana Lapas dibangun pada tahun 1971.

"Temuan kami, ada 3 Lapas yang terbakar dalam tiga tahun terakhir diakibatkan oleh arus pendek listrik," ujarnya.

Dengan infrastruktur bangunan yang hampir sama dan kondisi Lapas yang melebihi kapasitas, kejadian di Lapas Kelas I Tangerang dikhawatirkan bisa terulang.

Oleh karena itu, insiden kebakaran ini diharapkan menjadi sinyal bagi pemerintah untuk segera mengevaluasi dan melakukan revitalisasi terhadap infrastruktur bangunan Rutan dan Lapas dengan sistem proteksi dan keamanan yang kuat sesuai dengan PP Nomor 16 Tahun 2021.

Evaluasi

Sementara itu, peneliti ICJR Maidana Rahmawati meminta agar pemerintah melakukan evaluasi bersama untuk menyelesaikan persoalan Lapas ini.

Menurut dia, ada sejumlah hal penting yang harus segera dilakukan.

Pertama, mengarusutamakan pembaruan sistem peradilan pidana untuk tidak lagi bergantung pada pidana penjara, perubahan paradigma harus disegerakan.

"Polisi, jaksa, dan hakim harus didorong untuk memiliki perhatian pada kondisi Lapas. Bisa dimulai dengan mendorong penggunaan alternatif pemidanaan non- pemenjaraan, termasuk untuk kasus pengguna narkotika yang angkanya begitu banyak," kata Maidana.

Kedua, RKUHP tidak boleh memuat penggunaan pidana penjara yang lebih besar dari KUHP sekarang.

Sebab, tingginya angka pemenjaraan dan jumlah perbuatan pidana yang semakin besar, akan berdampak buruk pada Lapas, misalnya pidana yang berhubungan dengan privasi warga negara atau pidana tanpa korban.

Ketiga, reformasi kebijakan narkotika dengan menjamin dekriminalisasi penggunaan narkotika lewat adanya diversi dengan pendekatan kesehatan bagi pengguna narkotika.

Hal ini membutuhkan terobosan perubahan kebijakan, dekriminalisasi penggunaan narkotika untuk kepentingan pribadi, dan memperketat rumusan pidana agar tidak lagi secara eksesif mengincar pengguna narkotika harus disegerakan.

Keempat, mengedepankan penerapan keadilan restoratif yang berbasis kesukarelaan tanpa paksaan yang memberdayakan korban untuk kasus-kasus dengan kerugian terukur atau tanpa korban.

Kelima, mengevaluasi proses pemberian hak WBP yang selama ini terhambat, khususnya dalam kasus-kasus yang menyumbang jumlah besar dalam pemasyarakatan, seperti narkotika.

"Terakhir, ICJR menyerukan adanya perhatian khusus dari pemerintah terhadap korban dan keluarga korban musibah kebakaran Lapas ini," ujar dia.

"Pemerintah perlu secara tegas bertanggung jawab akan hal ini dengan perencanaan yang terukur terhadap penyelesaian masalah overcrowding Lapas dan tentu program pemulihan bagi korban," kata Maidana.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi