KOMPAS.com - Kurang dari sebulan setelah Taliban masuk ke Ibu Kota Kabul, Afghanistan Rabia Jamal membuat keputusan sulit.
Ia akan menantang kelompok garis keras dan kembali bekerja di bandara. Ibu tiga anak berusia 35 tahun itu tak punya banyak pilihan.
"Saya butuh uang untuk menghidupi keluarga saya. Saya merasakan ketegangan di rumah, saya merasa sangat tidak enak. Sekarang, saya merasa lebih baik, " kata Rabia dikutip dari AFP, Senin (13/9/2021).
Baca juga: Pria Afghanistan Kembali Hidup “Bebas”, Sementara Perempuan Jarang Terlihat
Hanya 12 yang bekerja
Dari sekitar 80 wanita yang bekerja di bandara sebelum Kabul jatuh ke tangan Taliban pada 15 Agustus, hanya 12 yang kembali ke pekerjaan mereka.
Akan tetapi, mereka adalah salah satu dari sedikit perempuan di ibu kota yang diizinkan kembali bekerja.
Taliban telah memberitahu sebagian besar pekerja perempuan untuk tidak kembali sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Enam pekerja bandara perempuan berdiri di pintu masuk utama pada Sabtu (11/9/2021), mengobrol dan tertawa sambil menunggu untuk memindai penumpang wanita yang mengambil penerbangan domestik.
Nasib perempuan di Afghanistan
Kakak Rabia, Qudsiya Jamal (49) mengatakan, pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban telah mengejutkannya.
"Saya sangat takut, begitu juga dengan keluarga. Mereka mengatakan kepada saya untuk tidak kembali, tapi saya senang sekarang. Sejauh ini tidak ada masalah," kata Qudsiya yang jadi tulang punggung keluarga.
Hak-hak perempuan di Afghanistan sangat dibatasi di bawah pemerintahan Taliban 1996-2001.
Baca juga: Protes Pecah di Kabul, Taliban Kunci Perempuan Afghanistan di Ruang Bawah Tanah
Sejak kembali berkuasa, mereka mengklaim tidak akan terlalu ekstrem dalam hal pembatasan perempuan.
Perempuan akan diizinkan untuk kuliah selama kelas dipisahkan berdasarkan jenis kelamin atau setidaknya dipisahkan oleh tirai.
Perempuan juga harus mengenakan abaya, jubah yang menutupi semua, dan cadar niqab yang menutupi wajah.
Janji Taliban
Perwakilan untuk UN Women di Afghanistan, Alison Davidian memperingatkan, Taliban telah mengabaikan janji mereka untuk menghormati hak-hak perempuan.
Di bandara, Rabia mengatakan dia akan terus bekerja kecuali dia dipaksa untuk berhenti.
Di bawah aturan baru, perempuan dapat bekerja "sesuai dengan prinsip-prinsip Islam" yang telah ditetapkan oleh Taliban.
"Mimpi saya adalah menjadi gadis terkaya di Afghanistan, dan saya merasa saya selalu yang paling beruntung," kata Rabia.
"Aku akan melakukan apa yang aku suka sampai aku tidak beruntung lagi," tambahnya.
Baca juga: Fakta Serangan Bom Kabul Afghanistan: Pelaku, Lokasi, dan Jumlah Korban
Rekan Rabia, yang menyebut namanya sebagai Zala, memimpikan sesuatu yang sama sekali berbeda.
Perempuan berusia 30 tahun itu belajar bahasa Perancis di Kabul sebelum dia dipaksa berhenti dan tinggal di rumah selama tiga minggu setelah pengambilalihan.
"Selamat pagi, bawa saya ke Paris, tapi tidak sekarang. Hari ini saya adalah salah satu wanita terakhir di bandara," kata Zala dalam bahasa Perancis yang patah-patah.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.