Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akademisi dan konsultan komunikasi
Bergabung sejak: 6 Mei 2020

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Yang Blangsak dan yang Tajir di Masa Pandemi

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi kekayaan.
Editor: Heru Margianto

Kuliah jurusan apa yang mudah belajarnya
Mudah saat ujiannya dan nilainya selalu bagus

Lulus dengan cepat, gampang cari kerjanya
Biar dapat gaji besar, hidup kaya raya

Dapat pasangan hidup yang rupawan
Hidup enak, mati masuk surga?

PERTANYAAN dan jawaban klasik di atas selalu saya jumpai saat mengisi kelas perkuliahan di awal semester di berbagai kampus di Depok, Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Palu, Pekanbaru, Madiun dan berbagai kota lainnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walau mahasiswa yang saya ajar sudah menetapkan jurusan yang dipilihnya, tak urung mereka masih ragu dengan masa depannya.

Bisa jadi mereka gamang mendengar senior-senior mereka yang masih kesulitan mencari peluang kerja. Atau mereka mulai paham dengan persaingan yang begitu sulit saat melamar menjadi calon aparatur sipil negeri.

Di masa pandemi Covid-19, mahasiswa saya yang memiliki kerja tidak tetap sangat merasakan dampaknya. Jika biasanya ada orderan shooting atau editing video, selama setahun terakhir permintaan sepi.  

Sarjana baru yang masih menganggur juga mengalami kesulitan yang sama. Melamar lowongan pekerjaan ke berbagai instansi tidak berbalas.

Yang memilih mengisi waktu dengan menjadi pengemudi online, hasilnya pun sudah tidak sebanyak dulu. Kebijakan bekerja dari rumah (work from home- WFH), pengurangan aktivitas di luar rumah, dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berdampak pada sepinya orderan. 

Belum lagi persaingan sesama pengemudi online yang jumlahnya bisa jadi meningkat di masa pandemi ini.  Pekerjaan ini relatif mudah dilakukan dan menjadi pilihan bagi mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Mahasiswa atau alumni yang sedang menunggu penerimaan panggilan kerja dan memilih kerja sementara sebagai barista atau bergiat di kedai-kedai kopi juga mengalami kesulitan serupa. 

Pembatasan jam buka, pembatasan kedatangan pengunjung, serta kebijakan untuk melayani hanya pesanan saja selama PPKM membuat anjloknya pendapatan kedai kopi.

Sahabat-sahabat saya yang berprofesi sebagai dosen di perguruan tinggi swasta mengalami situasi yang mengenaskan.  Sebelum pandemi, kampusnya sanggup menjaring 200 mahasiswa baru untuk jurusan yang dianggap favorit.

Di masa pandemi, hanya 20 mahasiswa yang masuk di jurusan idola tersebut.  Akibatnya, kawan saya di-PHK menjadi dosen. Ia pun jumpalitan mengerjakan apa saja yang bisa dikerjakan demi bisa menghidupi keluarga kecilnya.

Besar dugaan, kemampuan finansial orang tua para calon mahasiswa terimbas pandemi. Salah satu cara menghemat pengeluaran keluarga adalah menunda perkuliahan.

Saya angkat topi dengan semangat Helmy Andhika, anak muda di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, yang mengubah keterpurukan akibat pandemi menjadi berkah.

Helmy yang menjadi korban PHK mampu menjadikan hobinya mengutak-atik Vespa lawas sebagai ladang penghasilan baru. Bersama korban PHK lain, di antaranya adalah mantan pilot sebuah maskapai penerbangan, Helmy membangun bengkel Vespa (Kompas.com, 11 September 2021). 

Baca juga: Kisah di Balik Bengkel Vespa Klasik di Pamulang, Hasil Kerja Keras Mereka yang Dipecat Saat Pandemi

Kisah pantang menyerah juga datang dari mantan chef hotel berbintang di Pekalongan, Jawa Tengah. Nur Rokhim yang juga menjadi korban pandemi mengubah nasib para korban PHK menjadi pemilik warung makan di teras rumahnya.

Warung Lawing Sewu milik Nu Rokhim kini ramai diserbu pembeli karena menjual aneka panganan bercitarasa hotel bintang lima dengan harga kaki lima (Kompas.com, 12 Agustus 2021).

Baca juga: Dipecat karena Pandemi, Mantan Koki Hotel Berbintang Buka Warung Makan di Teras

Badan Pusat Statistik (BPS) mengakui adanya peningkatan angka pengangguran selama pandemi. Peningkatan terbesar justru terjadi di kalangan usia muda alias usia produktif (Kompas.com, 30 Agustus 2021).

Baca juga: BPS: Pandemi Bikin Banyak Anak Muda Jadi Pengangguran

Pengangguran di rentang usia 20–24 tahun pada Februari 2021 tercatat 17,66 persen. Naik 3,36 persen dari data pengangguran Februari 2020. Pada periode yang sama, pengangguran usia 25–29 tahun bertambah 2,26 persen menjadi 9,27 persen. 

Rakyat terdampak, harta pejabat meningkat

Sementara rakyat blangsak karena dampak pandemi, sejumlah pejabat mengalami penambahan harta kekayaan. 

Kata blangsak yang populer sebagai bahasa gaul berasal dari bahasa sunda balangsak yang artinya miskin atau sengsara. Dalam bahasa gaul, blangsak bekonotasi negatif. Lawan kata blangsak adalah tajir yang artinya kaya. "Tajir melintir" artinya super kaya. Istilah sekarang, orang yang "tajir melintir" kerap disebut sultan. 

Masih berdasar data BPS, jumlah orang miskin pada Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang. Dibandingkan Maret 2020, jumlah orang miskin ini naik 1,12 juta orang.

Sementara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan, berdasarkan analisis Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) setahun terakhir, harta 70,3 persen pejabat negara mengalami kenaikan.

Tidak hanya Presiden Joko Widodo yang hartanya meningkat, harta 58 persen pembantunya di kabinet juga bertambah lebih dari Rp 1 miliar. Kemudian, 26 persen menteri yang lain, hartanya bertambah kurang dari Rp 1 miliar. Yang hartanya menyusut hanya 3 persen  (Kompas.com, 13 September 2021).

Baca juga: Ironi Masa Pandemi, Kekayaan Pejabat Naik di Tengah Bertambahnya Penduduk Miskin

KPK juga mendapatkan, 45 persen kekayaan anggota DPR bertambah lebih dari Rp 1 miliar. Hanya 38 persen anggota dewan yang melaporkan kekayaannya bertambah kurang dari Rp 1 miliar. Sementara, yang hartanya berkurang hanya 11 persen. 

Kenaikan harta pejabat tidak saja terjadi di Pusat tetapi juga dinikmati pejabat daerah, baik tingkat provinsi atau kabupaten dan kotamadya.

Untuk gubernur, 30 persen melaporkan hartanya naik di atas Rp 1 miliar. Sebanyak 40 persen lainnya bertambah kurang dari Rp 1 miliar. Untuk walikota dan bupati, 18 persen menyebut hartanya bertambah di atas Rp 1 miliar.

Butuh vitamin dan jamu

Mau tahu apa pekerjaan yang diimpikan para mahasiswa saya? Hampir tak ada yang ingin menjadi dosen. Umumnya, mereka ingin menjadi presiden, menteri, anggota DPR, gubernur, walikota, bupati, hingga kepala sekolah.

Mungkin mereka berpikir, pekerjaan-pekerjaan yang disebutkan di atas identik dengan kemakmuran. Faktanya memang demikian kalau mengacu pada analisis KPK berdasarkan LHKPN di atas.

Saya jadi teringat kisah seorang nenek asal Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang bernama Sumiati (72). Ia menabung selama 15 tahun, menyisihkan pendapatannya sebagai penyapu jalanan dan berjualan kopi "sachetan". Hasinya, seekor sapi dan seekor kambing untuk berkurban di Idhul Adha tahun kemarin (Kompas.com, 30 Juli 2020).

Baca juga: Kisah Nenek Penyapu Jalan Kurban Sapi dan Kambing Hasil Menabung 15 Tahun

Secara ekonomi, Sumiati bukan orang kaya. Tapi, ia menjadi "orang kaya" di mata Sang Khalik. Kerelaan berkurban di tengah kesulitan hidup warga saat pandemi sungguh begitu bermakna.

Kadang kita terlalu pelit bahkan suka "hitung-hitungan" kepada Pemilik Kehidupan. Operasi plastik hidung di New York, AS sanggup dilakukan, medichal check-up rutin ke Singapore bisa, tetapi begitu berkurban atau menyumbang untuk warga yang tertimpa kesulitan hidup kerap kita abaikan.

Alkisah, ada seorang sahabat yang begitu berniat memberangkatkan orang tuanya berhaji. Sebagai dosen dengan penghasilan pas-pasan, dia rela mengambil jatah mengajar banyak di berbagai kampus. Dari kelas pagi hingga kelas terakhir, dari hari Senin hingga Jumat, sahabat saya ini begitu "on" saat mengajar di ruang kelas.

Saya bertanya, vitamin atau jamu apa yang diminumnya sehingga sanggup mengajar bak dosen power rangers ini?

Ia menjawab enteng. Vitaminnya adalah kerelaan dan jamunya adalah ibadah. Saya terhenyak sekaligus malu dengan diri saya sendiri yang jarang minum vitamin dan jamu milik sahabat saya ini.

Sahabat saya ini akhirnya sanggup memberangkatkan haji untuk orang tuanya dan mengumrohkan mertuanya yang sudah berhaji sebelumnya.

Sahabat saya ini sudah berhaji sebelum orangtuanya. Bahkan menjalankan umroh saban tahun sebelum pandemi datang.

Setiap ada rezeki, dia berusaha memberangkatkan kerabat dan temannya untuk umroh. Untuk teman yang beragama non muslim, dia berikan dana sebesar biaya umroh

Kita butuh asupan vitamin dan jamu seperti yang ditenggak sahabat saya ini.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi