KOMPAS.com - Pandemi masih belum berakhir. Kasus-kasus baru Covid-19 masih terus dilaporkan di berbagai negara.
Hingga Jumat (17/9/2021) pukul 06.00 WIB, virus corona telah menginfeksi 227.760.743 orang secara global.
Data yang disajikan Worldometers menunjukkan sebanyak 204.406.003 kasus telah sembuh dan 4.681.533 lainnya meninggal dunia.
Sejauh ini, berikut lima negara dengan kasus infeksi terbanyak:
- Amerika Serikat (42.612.885 kasus positif, 32.323.868 sembuh, dan 686.842 meninggal dunia)
- India (33.380.522 kasus positif, 32.590.868 sembuh, dan 444.278 meninggal dunia)
- Brasil (21.069.017 kasus positif, 20.173.064 sembuh, dan 589.240 meninggal dunia)
- Inggris (7.339.009 kasus positif, 5.907.029 sembuh, dan 134.805 meninggal dunia)
- Rusia (7.214.520 kasus positif, 6.452.398 sembuh, dan 195.835 meninggal dunia)
Berikut update corona 17 September 2021:
Baca juga: UPDATE Corona 10 September: Thailand Uji Coba Tes Covid-19 dengan Keringat dari Ketiak
Perlu penelitian lanjut efek vaksin pada menstruasi
Seorang ahli di Inggris berpendapat bahwa uji klinis vaksin Covid-19 harus mencakup pemeriksaan kemungkinan efek pada siklus menstruasi wanita.
Namun, terdapat bukti respons imun yang dipicu vaksin dan infeksi virus dapat memengaruhi sikus menstruasi untuk sementara.
“Jadi mempelajari efek ini penting,” tulis spesialis reproduksi di Imperial College London Dr. Victoria Male seperti dikutip dari CNN, Jumat (17/9/2021).
Keraguan vaksin di kalangan muda sebagian besar didorong oleh klaim palsu bahwa vaksin corona dapat membahayakan peluang untuk hamil di masa depan.
“Kegagalan untuk menyelidiki secara menyeluruh laporan perubahan menstruasi setelah vaksinasi kemungkinan akan memicu ketakutan ini,” jelas dia.
Menurut Male, jika hubungan antara vaksinasi dan perubahan menstruasi dikonfirmasi, informasi ini akan memungkinkan orang untuk merencanakan siklus yang berpotensi berubah.
“Informasi yang jelas dan terpercaya sangat penting bagi mereka yang mengandalkan kemampuan untuk memprediksi siklus menstruasinya untuk mencapai atau mengindari kehamilan,” terang dia.
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 di Luar Negeri, Bagaimana Cara Verifikasi di PeduliLindungi?
Sementara itu, pada bulan lalu Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat menyampaikan sudah menghabiskan 1,67 juta dollar untuk membantu lima tim peneliti mempelajari efek potensial dari vaksin Covid-19 pada menstruasi.
Institut Kesehatan Anak dan Perkembangan Manusia NIH menyampaikan, banyak faktor yang dapat menyebabkan perubahan sementara dalam siklus mentruasi, yang diatur oleh interaksi kompleks antara jaringan tubuh, sel, dan hormon.
“Respons imun terhadap vaksin Covid-19 dapat memengaruhi interaksi antara sel imun dan sinyal di dalam rahim, yang menyebabkan perubahan sementara dalam siklus menstruasi,” kata Male.
Faktor lain yang dapat menyebabkan menstruasi termasuk stres terkait pandemi, perubahan gaya hidup terkait pandemi, dan infeksi SARS-CoV-2.
Male menyampaikan, indikasinya jika terjadi perubahan ini bersifat sementara dan tidak berbahaya.
“Kebanyakan orang yang melaporkan perubahan pada periodenya setelah vaksinasi menemukan bahwa ini kembali normal pada siklus berikutnya, dan yang penting tidak ada bukti bahwa vaksinasi corona berdampak buruk pada kesuburan,” tulis dia.
Baca juga: Update Corona 28 Agustus: Bandara Changi Singapura Dibuka untuk Umum per 1 September
Ia menambahkan, perubahan menstruasi telah dilaporkan setelah vaksin Covid-19 vektor mRNA dan adenovirus menunjukkan jika ada hubungan, kemungkinan merupakan hasil respons imun terhadap vaksinasi dibandingkan komponen vaksin tertentu.
“Vaksinasi terhadap human papillomavirus (HPV) juga telah dikaitkan dengan perubahan menstruasi. Memang, siklus menstruasi dapat dipengaruhi oleh aktivasi kekebalan dalam menanggapi berbagai rangsangan termasuk infeksi virus,” ujar dia.
Dalam satu penelitian terhadap wanita yang sedang mentruasi, lanjut Male, sekitar seperempat dari yang terpapar virus corona mengalami gangguan menstruasi.
Wakil presiden Royal College of Obstetricians and Gynaecologists Inggris Dr. Jo Mountfield menuturkan bahwa dapat dimengerti jika wanita akan khawatir dengan perubahan siklusnya.
“Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa perubahan sementara ini akan berdampak pada kesuburan seseorang di masa depan atau kemampuannya memiliki anak. Penting untuk divaksinasi sebagai perlindungan terbaik terhadap virus corona,” ujar dia.
Baca juga: Studi: Orang Tak Divaksinasi 11 Kali Lebih Mungkin Meninggal akibat Covid-19
Long Covid-19 Delta cenderung tak pengaruhi anak-anak
Menurut sebuah studi terbaru, anak-anak dan remaja kemungkinan tidak mengembangkan gejala Covid-19 yang lebih lama setelah 12 minggu.
Lembaga Penelitian Anak Murdoch (MCRI) di Australia melakukan penelitian terhadap varian Delta setelah 10 bulan strain beredar.
Hasil penelitian menunjukkan, varian tersebut tidak menyebabkan gejala yang lebih serius pada orang muda dan anak-anak yang sehat, dengan sebagian besar kasus dicatat sebagai tanpa gejala atau gejala ringan.
Namun, penelitian juga menemukan anak-anak dan remaja mempunyai risiko yang lebih besar mengalami gejala lebih parah, jika memiliki kondisi kesehatan seperti obesitas, penyakit ginjal kronis, penyakit kardiovaskular, dan gangguan kekebalan.
Baca juga: Studi: Konsumsi Kopi dan Sayuran Menurunkan Risiko terhadap Covid-19
Profesor MCRI Nigel Curtis mengatakan, anak-anak dengan infeksi SARS-CoV-2 biasanya tidak menunjukkan gejala atau memiliki penyakit ringan.
Akan tetapi, masih terlalu dini untuk menentukan efek jangka panjang dari Covid-19 yang lama pada manusia.
“Studi saat ini tidak memiliki definisi kasus yang jelas dan data terkait usia, memiliki waktu tindak lanjut yang bervariasi, dan bergantung pada gejala yang dilaporkan sendiri atau orang tua tanpa konfirmasi laboratorium,” ujar Curtis seperti dikutip dari Sky News, Jumat (17/9/2021).
Kendati begitu, Dr Petra Simmermann dari MCRI dan Universitas Fribourg mengatakan bahwa sulit untuk secara akurat menghitung risiko corona di antara anak-anak dan remaja karena pandemi yang menyebabkan jarak sosial melalui penutupan sekolah, tak bertemu teman, dan tidak dapat berolahraga.
Tinjauan tersebut diterbitkan dalam Pediatric Infectious Disease Journal, dan mengamati 14 studi internasional yang melibatkan 19.426 anak-anak dan remaja dengan gejala persisten.
Adapun gejala paling umum yang dilaporkan hingga 12 minggu setelah infeksi pada orang muda yaitu sakit kepala, kelelahan, gangguan tidur, kesulitan konsentrasi, dan sakit perut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.