KOMPAS.com - Pada 19 September 1945 atau 76 tahun lalu, terjadi peristiwa bersejarah yang dikenal dengan Insiden di Hotel Yamato.
Kejadian tersebut yaitu saat arek-arek Surabaya menggeruduk Hotel Yamato, di Surabaya, Jawa Timur.
Mereka menurunkan bendera merah putih biru milik Belanda, merobek warna biru sehingga menyisakan kain merah dan putihnya saja.
Baca juga: Mengenang 75 Tahun Insiden Penyobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato
Latar belakang peristiwa Hotel Yamato
Insiden Hotel Yamato terjadi karena Belanda dinilai melakukan tindakan provokatif yaitu mengibarkan bendera merah putih biru di hotel tersebut.
Peristiwa ini juga dipengaruhi gagalnya perundingan antara Soedirman (residen Surabaya) dan WVC Ploegman untuk menurunkan bendera Belanda triwarna (merah, putih, biru).
Massa di luar hotel yang mengetahui situasi perundingan tidak berjalan baik segera mendobrak masuk ke Hotel Yamato.
Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda.
Siapakah yang merobek bendera Belanda di Hotel Yamato?
Dikutip dari Kompas.com (31/7/2021), Hariyono yang awalnya bersama Soedirman, kembali ke dalam hotel dan ikut memanjat tiang bendera bersama Kusno Wibowo.
Keduanya lalu berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian warna birunya, dan mengereknya kembali ke puncak tiang menjadikannya bendera merah putih.
Baca juga: Hari Ini Dalam Sejarah: Detik-detik WTC Dibom Teroris dan Tewaskan 2.996 Orang dalam 149 Menit
Kronologi insiden Hotel Yamato
Usai proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Indonesia gencar menginformasikan kepada rakyat soal makna kemerdekaan.
Bendera Merah Putih ditetapkan sebagai bendera nasional dan pemerintah melakukan sosialisasi bendera negara ke semua wilayah.
Pada 18 September 1945, para Sekutu dan Belanda dari Allief Forces Netherlands East Indies (AFNEI) datang di Surabaya. Mereka ditempatkan di Hotel Yamato, Jalan Tunjungan 65, Surabaya.
Sejak saat itu, Hotel Yamato dijadikan sebagai markas Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees atau Bantuan Rehabilitasi untuk Tawanan Perang dan Interniran.
Kemudian, pada 19 September 1945 pukul 21.00 WIB, sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan WVCh Ploegman mengibarkan bendera Belanda (merah, putih, dan biru) di atas hotel.
Keesokan harinya, arek-arek Surabaya yang melihat bendera Belanda berkibar, marah dan murka. Belanda dianggap tak menghargai usaha rakyat Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekaan.
Tak pelak, hal itu memicu amarah dari arek-arek Surabaya yang berbuntut pada ketegangan dengan orang-orang Belanda di Hotel Yamato karena bendera itu.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Pesawat Mandala Jatuh dan Meledak di Medan, 149 Tewas
Pertempuran 10 November 1945
Harian Kompas, 20 September 2016 memberitakan, Residen Soedirman didampingi Sidik dan Hariyono menemui WVCh Ploegman dan orang-orang Belanda di sana.
Tujuannya adalah untuk berunding dan menurunkan bendera Belanda yang memicu amarah pemuda Surabaya.
Ploegman menolak menurunkan bendera Belanda, serta menolak mengakui kedaulatan Indonesia. Ploegman justru mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian.
Saat itu, Ploegman tewas dicekik Sidik, lalu Sidik tewas di tangan tentara Belanda.
Massa yang datang semakin banyak. Mereka mendukung Residen Soedirman untuk segera membuat inisiatif agar bendera itu segera diturunkan.
Residen Soedirman bersama Haryono akhirnya keluar ruangan dan memberikan informasi kepada massa bahwa perundingan buntu tanpa hasil karena menolak menurunkan bendera itu.
Sebagian pemuda yang datang berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Mereka merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.
Pertempuran 10 November 1945
Setelah insiden di Hotel Yamato, pertempuran mempertahankan Kemerdekaan RI masih belum usai.
Pada 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan AFNEI.
Bermula dari serangan-serangan kecil, lama-kelamaan serangan berubah menjadi serangan umum yang memakan banyak korban.
Akhirnya, Jenderal DC Hawthorn meminta Presiden Soekarno untuk meredakan situasi dengan mengadakan gencatan senjata.
Namun, gencatan senjata gagal dilakukan. Ditambah lagi dengan kejadian tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby yang diikuti dengan keluarnya ultimatum 10 November oleh pihak Inggris.
Oleh karena itu,terjadilah pertempuran Surabaya terbesar dan terberat di sepanjang sejarah. Untuk mengenang momentum tersebut, tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: 2 Pesawat Alami Tabrakan di Kroasia, 176 Tewas
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.