Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelombang Ketiga Covid-19 Indonesia Diprediksi Desember, Ini Antisipasi Pemerintah

Baca di App
Lihat Foto
screenshoot
Indonesia baru saja mengalami gelombang kedua Covid-19 dan bisa berpotensi alami gelombang ketiga
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 memperingatkan potensi gelombang ketiga pandemi Covid-19 yang bisa terjadi di Indonesia.

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, kondisi tersebut bisa saja terjadi, mengingat sejumlah negara tengah menghadapi pandemi Covid-19 gelombang ketiga tersebut.

Tiga gelombang pandemi Covid-19 dunia masing-masing terjadi pada Januari 2021 sebagai puncak pertama, April 2021 puncak kedua, dan Agustus-September 2021 sebagai puncak ketiga.

Sementara, RI baru mengalami dua gelombang pandemi Covid-19.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kita harus waspada dan tetap disiplin protokol kesehatan agar kita tidak menyusul third wave atau lonjakan ketiga dalam beberapa bulan ke depan," kata Wiku dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (14/9/2021).

Baca juga: Epidemiolog Peringatkan Gelombang Ketiga Covid-19 di Indonesia, seperti Apa?

Antisipasi Pemerintah

Mengenai potensi munculnya gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia, Pemerintah mengaku mempersiapkan sejumlah langkah antisipasi. 

Untuk mengantisipasi adanya gelombang ketiga, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa pemerintah akan terus berusaha memperkuat testing, tracing, dan treatment (3T).

Dengan memanfaatkan teknologi digital, Budi berharap sistem pelacakan akan semakin baik.

Hal ini nantinya bisa membantu menentukan daerah mana saja yang perlu segera melakukan karantina wilayah atau lockdown, sehingga tidak sampai melakukan lockdown skala nasional.

"Karena dengan fungsi pelacakan yang baik, tracing yang baik, kita bisa dengan cepat melakukan analisa klaster mana, atau micro lockdowndi mana yang harus kita lakukan. Tidak usah dalam skala besar," kata Budi Gunadi saat siaran pers Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) melalui YouTube Sekretariat Presiden, Senin (20/9/2021).

Baca juga: Jangan Lengah, Kita Masih Dihantui Potensi Gelombang Ketiga Covid-19...

 

Survei tes antibodi

Selain memperkuat 3T, Menkes menyampaikan bahwa pemerintah akan melakukan seroprevalence survey atau survei seroprevalensi.

Bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan beberapa perguruan tinggi, Kemenkes akan melakukan survei di 100 kabupaten/kota di 34 provinsi.

"Kita mau melakukan survei 6 bulan sekali rencananya, untuk mengetahui berapa yang sudah tertular, dan berapa titer antibodinya, dan apakah ada penurunan. Sehingga ini bisa dipakai sebagai dasar kita kebijakan ke depan, berbasis data-data yang real," tutur Budi.

Tes serologi atau antibodi, merupakan tes untuk memeriksa sampel darah seseorang, untuk mencari antibodi terhadap SARS-CoV-2, virus penyebab Coavid-19. Antibodi biasanya terdeteksi dalam darah 1-3 minggu setelah seseorang terinfeksi.

Adapun persentase individu dalam suatu populasi yang memiliki antibodi terhadap agen infeksi itulah yang disebut dengan seroprevalensi.

Melalui survei ini, kita bisa mengetahui berapa banyak orang dalam populasi tertentu yang sebelumnya mungkin telah terinfeksi SARS-CoV-2.

Baca juga: Aturan Terbaru dan Daftar Lengkap Level Daerah PPKM

Grafik kasus Covid-19 Indonesia

Berdasarkan grafik dari Worldometers, Indonesia mengalami dua kali gelombang infeksi Covid-19 sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020 silam.

Pada grafik angka kasus harian Covid-19 di Indonesia, gelombang pertama terjadi pada awal tahun 2021. Kasus harian tertinggi pada gelombang pertama tercatat pada 30 Januari 2021 dengan 14.518 kasus.

Angka kasus harian kembali melonjak dengan perbandingan yang cukup besar pada Juli hingga Agustus 2021. Pda gelombang kedua tersebut, angka kasus harian tertingginya terjadi pada 15 Juli 2021 dengan 56.757 kasus.

Meski kini terjadi tren penurunan kasus harian setelah gelombang kedua, Menkes memperingatkan akan adanya gelombang ketiga.

"Platform lacaknya kita, proses lacaknya kita ini agar benar-benar jauh lebih siap kalau nanti ada gelombang ketiga yang datang atau juga kalau nanti sudah beralih ke endemi," kata Budi.

Baca juga: [POPULER TREN] 5 Fakta Indihome dan Telkomsel Gangguan | PPKM Diperpanjang

Penjelasan epidemiolog soal potensi gelombang ketiga

Menurut epidemiolog Indonesia di Universitas Grifftith Australia Dicky Budiman, pandemi Covid-19 gelombang ketiga masih sangat mungkin terjadi.

Hal itu menurut Dicky karena mayoritas masyarakat Indonesia belum mempunyai imunitas untuk melawan virus atau tingkat vaksinasi yang masih cukup rendah.

“Dalam artian imunitas itu dari vaksin, vaksinasi dosis penuh, apapun vaksinnya. Ini kan 80 persenan (masyarakat) masih rawan karena belum mendapat vaksin,” kata Dicky, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (18/9/2021).

Hingga 19 September 2021, jumlah penerima vaksin Covid-19 dosis pertama di Indonesia mencapai 79.515.356 orang.

Sedangkan penerima vaksin Covid-19 dosis kedua sebanyak 45.134.194 jiwa. Target penerima vaksin Covid-19 di Indonesia adalah sebanyak 208.265.720 orang.

Artinya, saat ini jumlah pemilik imunitas dari vaksin Covid-19 hanya sekitar 38 persen.

Baca juga: Saat WHO dan UNICEF Desak Indonesia Segera Gelar Sekolah Tatap Muka...

 

Varian virus

Selain cakupan vaksinasi, hal yang mempengaruhi munculnya gelombang ketiga adalah ancaman mutasi virus.

Tak hanya virus corona varian Delta, tetapi juga varian Alpha maupun varian lain yang dapat membuat kondisi rentan dan mendorong potensi terjadinya pandemi Covid-19 gelombang ketiga.

Dicky menuturkan, adanya varian-varian baru Covid-19 juga sangat rawan memunculkan kembali gelombang ketiga.

“Ini yang harus dipahami dan tidak ada negara yang meskipun vaksinasinya sudah lebih dari 60 persen bisa menghindari gelombang ketiga, sulit,” kata dia.

Gelombang ketiga diprediksi Desember

 

Dicky menjelaskan, potensi pandemi Covid-19 gelombang ketiga bersifat dinamis.

“Dulu saya memprediksi Oktober, tapi ini berubah lagi, mundur lagi, jadi Desember. Desember pun gelombangnya menurun juga, merendah, nggak sebesar seperti prediksi sebelumnya,” tutur dia.

Baca juga: Gelombang Ketiga Covid-19 RI Diprediksi Desember, Ini Peringatan Epidemiolog

 

Gelombang ketiga lebih rendah

 

Kemungkinan rendahnya gelombang ketiga, kata Dicky, disebabkan adanya intervensi yang dilakukan seperti PPKM yang diperpanjang lebih diperkuat.

“Prediksi-prediksi ini tidak statis, dinamis banget. Artinya semakin kita konsisten, semakin disiplin dalam memberikan intervensi, termasuk capaian vaksinasi, ini akan membuat potensi (gelombang ketiga) itu semakin jauh atau mengecil tapi tetap ada, jauh mengecil,” tambah dia.

Terkait antisipasi pandemi Covid-19 gelombang ketiga, lanjut Dicky, dapat dilakukan dengan memperketat pintu-pintu masuk di Indonesia.

Selain itu juga dilakukan karantina yang memadai, setidaknya selama 7 hari bagi pendatang yang telah divaksinasi secara penuh dan PCR negatif.

Sedangkan dilakukan karantina selama 14 hari bagi pendatang yang belum divaksinasi dengan PCR negatif.

Sementara antisipasi di dalam negeri dapat dilakukan dengan 3T (testing, tracing, tracking, menerapkan protokol kesehatan (5M), percepatan vaksinasi, dan pembatasan kegiatan masyarakat.

“PPKM berlevel tetap dilakukan. Harapannya PPKM yang diterapkan level 1 dan level 2. Artinya semua berupaya agar level pandemi kita terkendali atau membaik. (Tentunya) dengan peran semua pihak,” papar Dicky.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi