KOMPAS.com - Indonesia mengalami fenomena astronomi berupa ekuinoks pada Kamis (23/9/2021).
Peneliti Pusat Riset Sains Antariksa-Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN Andi Pangerang memaparkankan, ekuinoks di bulan September terjadi pada Kamis (23/9/2021) pukul 02.20.59 WIB, 03.20.59 Wita, atau 04.20.59 WIT.
Fenomena ekuinoks September terjadi ketika titik perpotongan ekliptika dan ekuator langit yang dilewati matahari dalam perjalanan semu tahunan matahari dari langit belahan Utara menuju ke langit belahan Selatan.
"Secara singkat, Ekuinoks adalah fenomena astronomis ketika lintasan semu harian Matahari berimpit dengan garis katulistiwa," jelas Andi, dari keterangan yang diterima Kompas.com, Kamis.
Fenomena ini mempengaruhi durasi siang dan malam yang ada di Bumi, termasuk di Indonesia.
Lantas, betulkah durasi siang lebih panjang saat ekuinoks?
Baca juga: Apa Itu Pendarahan Otak yang Dialami Tukul Arwana, Penyebab, dan Gejalanya
Pembiasan atmosfer
Equinox atau ekuinoks adalah fenomena astronomis ketika lintasan semu harian matahari berada di garis khatulistiwa.
"Bumi akan tegak, tidak ada belahan Bumi tertentu yang condong ke Matahari, sehingga garis batas siang malam atau terminator, berimpit dengan garis bujur atau meridian geografis Bumi," jelas Andi.
Posisi ini juga akan mempengaruhi perhitungan durasi siang dan malam di Bumi.
Adapun yang dimaksud dengan durasi siang adalah selang waktu yang dihitung sejak Matahari terbit hingga terbenam Matahari. Sementara, durasi malam adalah selang waktu yang dihitung sejak Matahari terbenam hingga terbit Matahari.
"Untuk daerah katulistiwa, selisih waktu terbit/terbenam antara dengan dan tanpa pembiasan atmosfer sebesar 2 menit. Hal ini karena faktor pembiasan atmosfer saat di ufuk sebesar 34 menit busur," papar Andi.
Akibat pembiasan atmosfer, ufuk atau cakrawala tampak akan lebih rendah dibandingkan dengan ufuk atau cakrawala sejati, sehingga waktu terbit Matahari akan lebih cepat dibandingkan jika tanpa pembiasan atmosfer. Adapun waktu terbenam Matahari juga akan lebih lambat dibandingkan jika tanpa pembiasan atmosfer.
Adapun pada fenomena ekuinoks yang terjadi kemarin, Kamis (23/9/2021), durasi siang di Indonesia bervariasi antara 12 jam 6 menit 40 detik hingga 12 jam 6 menit 42 detik.
Sementara, di kota paling Utara di dunia, Longyearbyen, Svalbard, Norwegia, durasi siang ketika ekuinoks bisa mencapai 12 jam 32 menit.
"Dengan demikian, durasi siang sedikit lebih panjang dibandingkan dengan durasi malam saat ekuinoks dan akan semakin lebih besar perbedaannya ketika mendekati kutub," imbuh Andi.
Baca juga: Indihome Ganggguan, Ini 2 Kompensasi yang Dijanjikan ke Pelanggan
Bumi sedikit lebih panas
Di Indoneisa, wilayah yang mengalami ekuinoks adalah wilayah yang dilalui garis khatulistiwa seperti kota Bonjol, Sumatera Barat dan Pontianak, Kalimantan Barat.
Fenomena equinox terjadi dua kali dalam setahun yakni sekitar 21 Maret dan 23 September 2021.
Menurutnya, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan terkait fenomena ekuionks. Fenomena ekuinoks hanya akan membuat suhu agak lebih panas, terutama jika wilayah tersebut tidak tertutupi awan saat tengah hari.
"Tidak perlu khawatir, karena hanya akan membuat intensitas Matahari lebih besar ketika tengah hari karena matahari tepat di atas kepala bagi wilayah di garis khatulistiwa,” kata Andi seperti diberitakan Kompas.com, Kamis
(Sumber: KOMPAS.com/ Nur Fitriatus Shalihah | Editor Sari Hardiyanto)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.