Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Kemendikbud Ristek soal 1.000 Lebih Sekolah PTM Klaster Covid-19

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA
Bupati Ciamis Herdiat Sunarya saat mengecek PTM terbatas di salahsatu sekolah dasar wilayahnya dengan status daerah menerapkan PPKM Level 2 beberapa waktu lalu.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Klaster sekolah atau klaster Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas menjadi perbincangan beberapa hari terakhir.

Hal tersebut karena adanya 1.000-an sekolah yang melaporkan adanya penularan Covid-19 menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

Diberitakan Kompas.com, 22 September 2021, Dirjen PAUD Dikdasmen Kemendikbud Ristek Jumeri mengungkapkan, terdapat 1.296 sekolah yang melaporkan penularan Covid-19 sejak awal pandemi 2020.

Adapun total sekolah yang telah melaksanakan PTM adalah 46.580 sekolah. Jumlah 1.296 itu disebut Jumeri hanya 2,8 persen dari total sekolah yang menyelenggarakan PTM.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sementara itu, data per 23 September 2021, ada 1.302 klaster sekolah, dikutip Kompas.tv, Jumat, (24/9/2021).

Baca juga: WHO dan UNICEF Desak Indonesia Buka Sekolah Tatap Muka, Ini Kata IDAI

Data dari Juli 2020

Kompas.com menghubungi Jumeri terkait data 1.000-an sekolah yang melaporkan penularan Covid-19. Jumeri menjelaskan bahwa data itu merupakan kompilasi sejak bulan Juli 2020.

"Ya (sejak 2020)," kata Jumeri pada Kompas.com, Sabtu (25/9/2021).

"Itu bukan berdasarkan laporan satu bulan terakhir, tetapi 14 bulan terakhir sejak tahun lalu yaitu bulan Juli 2020," tambah dia.

Menurut Jumeri terdapat beberapa miskonsepsi di masyarakat terkait data tersebut. Jumeri menyampaikan lewat keterangan tertulis bahwa penyebutan klaster dinilai kurang tepat.

“Angka 2,8% satuan pendidikan itu bukanlah data klaster Covid-19, tetapi data satuan pendidikan yang melaporkan adanya warga sekolah yang pernah tertular Covid-19. Sehingga, lebih dari 97% satuan pendidikan tidak memiliki warga sekolah yang pernah tertular Covid-19," tutur Jumeri.

Oleh karena itu, imbuhnya, belum tentu klaster. Selain itu belum tentu juga penularan Covid-19 terjadi di satuan pendidikan.

Data tersebut didapatkan dari laporan 46.500 satuan pendidikan yang mengisi survei dari Kemendikbud Ristek.

Dari data itu, kata dia, ada yang sudah melaksanakan PTM terbatas ada juga yang belum.

Baca juga: Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Tersangka Suap, Apa Bedanya dengan Gratifikasi?

Isu ribuan siswa dan guru terpapar

Jumeri juga menanggapi isu mengenai 15.000 siswa dan 7.000 guru positif Covid-19 berasal dari laporan yang disampaikan oleh 46.500 satuan pendidikan.

Dia mengatakan laporan tersebut belum diverifikasi, sehingga masih ditemukan kesalahan.

"Misalnya, kesalahan input data yang dilakukan satuan pendidikan seperti laporan jumlah guru dan siswa positif Covid-19 lebih besar daripada jumlah total guru dan siswa pada satuan pendidikan tersebut," jelas Jumeri.

Jumeri mengungkapkan saat ini Kemendikbud Ristek sedang mengembangkan sistem pelaporan yang memudahkan verifikasi data.

"Dikarenakan keterbatasan akurasi data laporan dari satuan pendidikan, saat ini Kemendikbud Ristek dan Kemenkes sedang melakukan uji coba sistem pendataan baru dengan aplikasi PeduliLindungi,” ujar Jumeri.

Jumeri menyatakan, Kemendikbud Ristek selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan dan pemantauan dinamika sekolah yang melaksanakan PTM Terbatas.

Dia juga menyatakan anak-anak bisa tetap belajar dari rumah jika orangtua belum yakin dan belum memberikan izin untuk mengikuti PTM Terbatas, serta tidak ada proses menghukum dan diskriminasi bagi anak-anak yang belajar dari rumah.

“Kolaborasi yang efektif antara guru, kepala sekolah, komite sekolah, dan pengawas sekolah, serta orangtua sangat diharapkan untuk menyukseskan penerapan PTM terbatas,” pungkas Jumeri.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi