KOMPAS.com - Hari ini, Selasa (28/9/2021) merupakan perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-76 Kereta Api Indonesia (KAI).
Sejarah Kereta Api Indonesia (KAI) ditandai dengan berdirinya Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) pada 28 September 1945.
Meski demikian, hadirnya rel dan kereta api di Tanah Air jauh lebih tua dibanding usia KAI sendiri.
Baca juga: Viral, Video Detik-detik Seorang Perempuan Tewas Tertabrak Kereta Api Sesaat Setelah Selfie di Rel
Rel dan kereta api di Indonesia sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu.
Melansir situs resmi Kementerian Perhubungan, Indonesia adalah negara kedua di Asia, setelah India, yang mempunyai jaringan kereta api tertua.
Sementara, China dan Jepang baru menyusul kemudian.
Baca juga: Tarif Rapid Test Antigen di Stasiun Turun Jadi Rp 45.000, Ini Lokasinya
Sejarah kereta api di Indonesia
Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia melalui periode tanam paksa sepanjang 1830-1850.
Hasil pertanian dari tanah Jawa tidak lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan lokal, tetapi dipasarkan oleh pemerintah kolonial secara internasional.
Pemerintah kolonial pun membutuhkan transportasi untuk mengangkut hasil pertanian dari pedalaman ke kota-kota pelabuhan dengan lebih cepat dan efektif. Maka, dibangunlah jalur kereta api atau rel.
Baca juga: Simak, Ini Syarat Terbaru untuk Penumpang Pesawat dan Kereta Api
Pencangkulan jalur kereta api pertama di Indonesia dimulai di Semarang ke Vorstenlanden (sekarang jalur Solo-Yogyakarta).
Mengutip laman resmi KAI, Gubernur Jendral Hindia Belanda Mr L.A.J Baron Sloet van de Beele memulai pembangunan rel di Desa Kemijen pada 17 Juni 1864.
Pembangunan ini dilaksanakan oleh perusahaan swasta Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) menggunakan lebar sepur 1435 mm.
Proyek kereta api ini terus berlanjut.
Baca juga: 10 Stasiun Kereta Api Ini Layani Vaksinasi Covid-19 Gratis, Mana Saja?
Pemerintah Hindia Belanda terus menambah jalur-jalur kereta api di Jawa, bahkan sampai ke luar Jawa.
Pada 8 April 1875, pemerintah Hindia-Belanda membangun jalur kereta api melalui Staatssporwegen (SS) dengan rute Surabaya-Pasuruan-Malang.
Keberhasilan NISM dan SS mendorong investor swasta membangun jalur kereta api lainnya, seperti di Cirebon, Kediri, Probolinggo, Mojokerto, dan lainnya.
Selain di Jawa, pembangunan jalur kereta api dilaksanakan di Aceh (1876), Sumatera Utara (1889), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), dan Sulawesi (1922).
Sampai akhir 1928, panjang jalan kereta api dan trem di Indonesia mencapai 7.464 km dengan perincian rel milik pemerintah sepanjang 4.089 km dan swasta sepanjang 3.375 km.
Baca juga: Viral Video Masinis Beli Makanan Saat Kereta Berhenti di Perlintasan, Ini Penjelasan PT KAI
Pengambilalihan kantor pusat kereta api
Pada 1942 pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang.
Semenjak itu, perkeretaapian Indonesia diambil alih Jepang dan berubah nama menjadi Rikuyu Sokyuku (Dinas Kereta Api).
Selama penguasaan Jepang, operasional kereta api tidak lagi untuk mengirim hasil pertanian, tetapi diutamakan untuk kepentingan perang.
Jepang juga turut membangun perlintasan kereta api. Salah satu pembangunan di era Jepang adalah lintas Saketi-Bayah dan Muaro-Pekanbaru untuk pengangkutan hasil tambang batu bara guna menjalankan mesin-mesin perang mereka.
Baca juga: Viral Anak Kecil Tutup Perlintasan Kereta Api dengan Tali Rafia, Ini Penjelasannya
Namun, Jepang juga melakukan pembongkaran rel sepanjang 473 km yang diangkut ke Myanmar untuk pembangunan kereta api di sana.
Setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, stasiun dan kantor pusat kereta api diambil alih.
Puncaknya, pengambilalihan Kantor Pusat Kereta Api Bandung pada 28 September 1945, yang kini diperingati sebagai Hari Kereta Api Indonesia.
Peristiwa itu pun menjadi penanda berdirinya Djawatan Kereta Api Indonesia Republik Indonesia (DKARI).
Baca juga: Warning, Ngabuburit di Rel Kereta Terancam Denda Rp 15 Juta
Perubahan nama pengelola kereta api
Pada 1949, Belanda kembali ke Indonesia dan membentuk kembali perkeretaapian di Indonesia bernama Staatssporwegen/Verenigde Spoorwegbedrif (SS/VS), gabungan SS dan seluruh perusahaan kereta api swasta (kecuali DSM).
Berdasarkan perjanjian damai Konfrensi Meja Bundar (KMB) Desember 1949, dilaksanakan pengambilalihan aset-aset milik pemerintah Hindia Belanda.
Pengalihan dalam bentuk penggabungan antara DKARI dan SS/VS menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) tahun 1950.
Baca juga: Lowongan Kerja BUMN September 2021, dari Hutama Karya, Pertamina, Telkom, dan PT KAI
Pada tahun yang sama, 25 Mei 1950, DKA berganti menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA).
Selanjutnya, pada 1971, pemerintah mengubah struktur PNKA menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA).
20 tahun berikutnya, PJKA berubah bentuk menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka).
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Gratis dari KAI di 18 Stasiun, Ini Lokasi dan Syaratnya
Perumka berubah menjadi Perseroan Terbatas, PT Kereta Api (Persero) pada 1998.
Kemudian, pada 2011 nama perusahaan PT Kereta Api (Persero) berubah menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan meluncurkan logo baru.
Saat ini, PT KAI (Persero) memiliki tujuh anak perusahaan yakni PT Reska Multi Usaha (2003), PT Railink (2006), PT Kereta Api Indonesia Commuter Jabodetabek (2008), PT Kereta Api Pariwisata (2009), PT Kereta Api Logistik (2009), PT Kereta Api Properti Manajemen (2009), PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (2015).
Baca juga: [KLARIFIKASI] Viral Anak Kecil Tutup Perlintasan Kereta Api dengan Tali Rafia