Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Antibodi Covid-19 dalam ASI Bertahan hingga 10 Bulan dan Bisa Lindungi Bayi

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi menyusui.
Penulis: Mela Arnani
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Sebuah studi mengungkapkan bahwa perempuan menyusui yang telah terinfeksi Covid-19 terus mengeluarkan antibodi penetral virus dalam ASI hingga 10 bulan.

Antibodi ini dapat digunakan untuk mengobati orang dengan Covid-19 yang parah dan mencegah kondisi menjadi lebih buruk.

Meskipun anak-anak berisiko lebih kecil terkena Covid-19 yang parah, sekitar satu dari 10 bayi di bawah usia satu tahun akan memerlukan perawatan rumah sakit yang signifikan jika terinfeksi corona.

“Mengetahui apakah ada antibodi dalam ASI, berapa lama mereka akan melindungi setelah terinfeksi, atau vaksin mana yang akan memberikan bayi perlindungan antibodi terbaik, menjadi informasi yang sangat penting dan sangat membantu, relevan untuk waktu yang lama,” ujar pemimpin penelitian Dr Rebecca Powell di rumah sakit Mount Sinai, New York seperti dilansir dari The Guardian, Selasa (28/9/2021).

Baca juga: Studi: Orang Tak Divaksinasi 11 Kali Lebih Mungkin Meninggal akibat Covid-19

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antibodi Covid-19 dalam ASI

Dijelaskan, antibodi dalam ASI sedikit berbeda dengan antibodi Imunoglobulin G (IgG), yang mendominasi dalam darah dan dipicu oleh vaksinasi, meskipun beberapa di antaranya juga disekresikan ke dalam ASI.

Antibodi utamanya yaitu secretory Immunoglobulin A (IgA), yang menempel pada lapisan saluran pernapasan dan usus bayi, membantu menghalangi virus dan bakteri memasuki tubuh.

Meski sebelumnya para peneliti telah mendeteksi antibodi terhadap SARS-CoV-2 dalam ASI, tidak jelas kemampuan antibodi ini dapat menetralisir virus atau jangka waktu perempuan terus memproduksinya setelah terpapar corona.

88 persen mengandung antibodi IgA

Studi dilakukan dengan mengambil sampel ASI dari 75 perempuan yang sudah sembuh dari Covid-19.

Ditemukan, sebesar 88 persen di antaranya mengandung antibodi IgA, yang dalam kebanyakan kasus mampu menetralkan virus corona, dengan artian mampu memblokir infeksi.

Penelitian lebih lanjut mengungkapkan, perempuan terus mengeluarkan antibodi tersebut hingga 10 bulan.

“Artinya, jika terus menyusui, masih memberikan antibodi itu dalam ASI,” ujar Powell.

Baca juga: Studi: Konsumsi Kopi dan Sayuran Menurunkan Risiko terhadap Covid-19

 

Terapi antibodi

Melansir Independent, rekan penulis studi dan profesor di UF College of Medicine’s Department of Pediatrics and Neonatology Dr Josef Neu menyampaikan, temuan ini mempunyai pengaruh positif pada tingkat vaksinasi untuk wanita hamil dan menyusui.

Sementara itu, antibodi IgA yang diekstraksi dari ASI juga bisa bermanfaat bagi orang dewasa dengan Covid-19 yang parah.

“Ini bisa menjadi terapi yang luar biasa, karena IgA secretory dimaksudkan berada di area mukosa ini, seperti lapisan saluran pernapasan, serta bertahan dan berfungsi dengan sangat baik di sana,” papar Powell.

“Bisa dibayangkan jika itu digunakan dalam perawatan tipe nebuliser, mungkin akan sangat efektif selama orang tersebut menjadi sangat sakit, tapi belum pada titik memerlukan perawatan intensif,” lanjutnya.

Baca juga: Studi Ungkap 5 Gejala Teratas Virus Corona

Vaksinasi

Para peneliti juga mengamati transfer antibodi spesifik virus corona ke dalam ASI pada 50 wanita setelah vaksinasi dengan Pfizer, Moderna, atau Johnson & Johnson (J&J).

Seluruh wanita yang disuntik dengan vaksin Moderna, dan 87 persen dari mereka yang menerima vaksin Pfizer memiliki antibodi IgG spesifik virus corona dalam ASI-nya.

Sementara itu, sebesar 71 persen dan 51 persen masing-masing memiliki antibodi IgA spesifik virus.

Untuk vaksin J&J, hanya 38 persen wanita yang memiliki antibodi IgG dan 23 persen memiliki antibodi IgA terhadap virus corona dalam ASI.

“Kami tahu bahwa tingkat antibodi yang dihasilkan oleh vaksin RNA sangat tinggi dibandingkan dengan vaksin lain. Tidak perlu banyak antibodi untuk melindungi dari infeksi, tetapi efek ASI sangat tergantung pada banyak antibodi dalam darah yang ditransfer ke dalam susu,” jelas Powell.

Saat ini, para peneliti tengah menyelidiki respons antibodi dalam ASI yang dipicu oleh vaksin AstraZeneca.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi