Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Molnupiravir Diklaim Ampuh Obati Covid-19, Ini Kata Epidemiolog

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/Peter Kniez
Ilustrasi obat Covid-19. Obat molnupiravir yang diproduksi Merck mampu kurangi risiko rawat inap hingga kematian sampai 50 persen.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Pil antivirus Molnupiravir yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi Merck & Co diklaim mampu mengurangi separuh risiko kematian atau rawat inap akibat Covid-19.

Melansir Antara, Sabtu (2/10/2021) klaim tersebut didasarkan pada data uji klinis tahap III yang melibatkan 775 pasien dengan gejala Covid-19 ringan dan sedang selama lima hari atau kurang.

Dalam uji klinis tersebut, masing-masing partisipan memiliki setidaknya satu faktor risiko mengalami sakit parah, seperti obesitas atau berusia uzur.

Selama lima hari, sebagian dari partisipan uji klinis tersebut diminta meminum Molnupiravir dua kali sehari di rumah.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Mengenal Apa Itu Remdesivir, Obat Covid-19 yang Diberikan kepada Donald Trump

Hasil uji klinis

Analisis data menemukan 7,3 persen dari kelompok yang menerima Molnupiravir kemudian dirawat di rumah sakit, dan tak satu pun meninggal setelah 29 hari setelah pemberian obat.

Angka itu hanya separuh dari tingkat rawat inap kelompok pasien yang diberi plasebo, yaitu 14,1 persen. Tercatat juga ada delapan kematian dari kelompok itu.

"(Temuan) ini akan mengubah perbincangan tentang cara menangani Covid-19," kata bos Merck, Robert Davis.

Sementara, para ahli menyebut hasil uji klinis itu sebagai terobosan dalam menangani infeksi virus corona.

"Obat oral antivirus yang mampu mempengaruhi risiko rawat inap sebesar itu akan menjadi game changer," kata Amesh Adalja, akademisi senior di Pusat Keamanan Kesehatan Johns Hopkins.

Baca juga: Klaim Obat Covid-19 Hadi Pranoto, dari Disebut Hoaks hingga Pembodohan

Pendapat epidemiolog soal pil Molnupiravir

Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengatakan, klaim keampuhan pil Molnupiravir tersebut didasarkan pada data uji klinis yang valid.

"Obat ini sebenarnya dari uji klinis awal-awalnya sudah menjanjikan. Dia efektif terhadap keluarga coronavirus. Jadi bukan hanya SARS-CoV-2 (Covid-19) tapi juga SARS-CoV-1, MERS," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Minggu (3/10/2021).

Kendati demikian, Dicky mengatakan bahwa kesimpulan akhir terhadap efektivitas obat Monupiravir dalam mengobati Covid-19 harus menunggu hingga uji klinis selesai dilakukan.

Saat ini, keampuhan obat tersebut baru didasarkan pada hasil uji klinis fase 1 dan 2, serta perkembangan uji klinis fase 3, yang dijadwalkan akan selesai pada pekan awal Oktober ini.

"Menurut saya akan diberikan izin ya. Karena secara data tidak ada efek samping yang mengkhawatirkan," ujar Dicky.

Baca juga: Kata Satgas Covid-19 soal PeduliLindungi yang Tak Lagi Jadi Syarat Naik Kereta dan Pesawat

Cara kerja Molnupiravir

Dicky menjelaskan, Molnupiravir adalah obat oral atau obat yang bisa diminum, dan berfungsi menghambat replikasi RNA virus corona di fase awal.

"Efektif sekali kalau diberikan di fase awal. Dia juga merangsang terjadinya error ketika virus sedang dalam proses memperbanyak diri," jelas dia.

Menurut Dicky, kemampuan Molnupiravir mencegah virus memperbanyak diri membuat obat tersebut sangat efektif mencegah perburukan Covid-19.

Baca juga: Menilik Aturan Baru Vaksinasi bagi Penyintas Covid-19 Level Ringan, Sedang, dan Berat

Hal menjanjikan lain dari Molnupiravir adalah potensi obat tersebut berperan bukan hanya untuk terapi tetapi juga untuk profilaksis. 

"Profilaksis itu begini: 'Saya kemarin di kantor kontak dengan orang yang positif'. Ya udah minum obat ini. Itu ada potensi yang begitu. Tapi kita tunggu nanti hasil akhirnya," ujar dia.

Kemudian, Dicky juga menyebutkan bahwa Molnupiravir memiliki potensi pencegahan. 

"Itu berarti misalkan kalau nanti sudah endemi, seperti malaria. Itu di daerah endemi malaria ada aturan minum pil kina untuk mencegah malaria. Jadi ini yang dijanjikan dari Molnupiravir ini (mencegah Covid-19)," kata Dicky. 

Baca juga: Kenapa Penyintas Covid-19 Tetap Perlu Divaksin? Ini Penjelasan WHO

Namun, ia menyebutkan ada catatan kritis yang diberikan terkait kemampuan Molnupiravir dalam mencegah replikasi RNA virus corona itu.

Dicky mengatakan, ada kekhawatiran jika kemampuan tersebut juga bekerja terhadap sel-sel manusia.

"Makanya dalam catatan yang saya ketahui, dia tidak atau belum dianjurkan untuk wanita hamil," kata Dicky.

Baca juga: Masih Dibutuhkan, Ini Cara Cetak dan Simpan Sertifikat Vaksin di PeduliLindungi

Bisakah mengakhiri pandemi?

Dicky mengatakan, secara umum Molnupiravir memiliki kemampuan yang menjanjikan. Oleh karena itu, ia menyarankan agar Indonesia menjajaki kemungkinan untuk memproduksi obat tersebut secara generik.

Akan tetapi, Dicky menggarisbawahi bahwa kabar baik efektivitas Molnupiravir ini tidak lantas dijadikan tumpuan utama untuk menyelesaikan pandemi.

"Pesan pentingnya: ini menjanjikan, ada berita positif. Tapi harus diketahui adalah sampai saat ini, jangankan obat, vaksin itu tidak bisa menyelesaikan pandemi. Apalagi obat," kata Dicky.

Baca juga: Ramai 2,8 Persen Sekolah Jadi Klaster Penularan Covid-19, Ini Klarifikasi Kemendikbud Ristek

Menurut Dicky, hal itu perlu ia sampaikan, karena kabar baik ini sebisa mungkin tidak memicu euforia pandemi Covid-19 akan segera berakhir.

"Yang akan sangat bermanfaat adalah kita tahu bahwa vaksinasi ini digencarkan. Tapi kan tidak semua keburu divaksin, keburu sakit. Nah ini perlu obat," ujar dia.

"Kemudian juga tidak semua orang bisa divaksin. Ada orang yang karena kondisi tubuhnya tidak bisa divaksin. Nah itu perlu obat ketika sakit," lanjutnya.

Baca juga: Muncul Klaster Sekolah, Apa yang Harus Dilakukan Saat Terinfeksi Covid-19 di PTM?

Tak hanya itu, saat ini juga muncul ancaman dari varian baru virus corona SARS-CoV-2 yang menurunkan efikasi vaksin.

"Di sinilah peran dari si obat ini. Artinya obat ini posisinya di hilir," kata Dicky.

"Pesan pentingnya lagi adalah, mau ada obat ini, mau ada vaksin, ya 3T 5M harus terus dilakukan. Tidak bisa tidak. Karena kalau tidak ya akan jadi banyak kasus. Walapun ada obatnya, kan kita harus pahami namanya infeksi Covid-19 ini ada sepertiga dari yang pulih itu berpotensi mengalami Long Covid-19," katanya lagi.

Menurut Dicky, 70 persen dari sepertiga pasien pulih yang mengalami Long Covid-19 berpotensi menderita kerusakan organ tubuh, seperti jantung, ginjal, hati, dan paru-paru.

"Sehingga upaya mencegah orang terinfeksi itu menjadi utama," kata Dicky.

Baca juga: Soal Penularan Covid-19 di Sekolah, Menkes: Itu Bukan Klaster

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi