Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Evergrande, Apa Dampaknya untuk Indonesia?

Baca di App
Lihat Foto
AFP
Puluhan investor beserta kontraktor nampak mendatangi kantor China Evergrande Group pada Selasa (14/09/2021) waktu setempat
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Krisis keuangan yang dialami oleh raksasa properti China, Evergrande, membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengambil sikap waspada.

Diberitakan Kompas.com, 23 September 2021, Sri Mulyani mewaspadai jika krisis keuangan yang dialami Evergrande membuat raksasa konstruksi itu mengalami gagal bayar (default).

"Situasi ekonomi RRT (China) harus kita cermati dan kita waspadai. Kenaikan ekspor terutama komoditas sangat dipengaruhi oleh global economic recovery yang terutama di-drive oleh China, Eropa, dan Amerika," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, 23 September 2021.

Evergrande akan mencapai serangkaian tenggat waktu untuk pembayaran bunga obligasi dengan total puluhan juta dollar.

Pengembang real estate itu memiliki utang lebih dari 300 miliar dollar AS. Evergrande saat ini berupaya untuk memenuhi tenggat waktu pembayaran tersebut.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, penjualan properti Evergrande kemungkinan akan terus turun secara signifikan pada September, setelah menurun selama berbulan-bulan, yang membuat situasi arus kasnya semakin mengerikan.

Baca juga: Apa Itu Evergrande? Kasusnya Berpotensi Picu Krisis Ekonomi Global..

Apa yang terjadi jika Evergrande gagal bayar?

Ekonom yang juga Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, gagal bayar utang Evergrande membuat persepsi risiko di sektor properti meningkat.

Imbasnya, investor dan perbankan memiliki asesmen atau penilaian yang lebih ketat sebelum mendanai proyek properti atau real estate yang skalanya jumbo.

Bhima mengatakan, kondisi ini mengakibatkan fenomena credit crunch atau sulitnya mendapatkan pinjaman dengan bunga rendah bagi pengembang properti.

Padahal, menurut dia, proyek properti diperkirakan akan kembali booming di Tanah Air pasca-pandemi Covid-19.

"Kelas menengah atas yang sebelumnya menahan pembelian rumah atau apartemen mulai berani mengajukan KPR misalnya. Tapi situasi Evergrande akan mengubah banyak hal dan jadi hambatan dari ekspansi properti," kata Bhima saat dihubungi Kompas.com, Senin (4/10/2021).

Kinerja ekspor Indonesia bisa melemah

Bhima mengatakan, kasus gagal bayar Evergrande juga akan berdampak kepada sektor yang berkaitan dengan bahan baku atau material proyek properti di China.

Ia mengatakan, sektor perumahan di China setidaknya memiliki dampak terhadap 170 sub-sektor ekonomi.

"Pelaku usaha di bidang besi baja, keramik, bahan tambang sampai kayu dan furniture yang masuk dalam rantai pasok industri properti di China akan mengalami penurunan permintaan imbas krisis Evergrande," jelas Bhima.

Menurut Bhima, rantai pasok dari perusahaan-perusahaan berorientasi ekspor material properti yang terdampak krisis Evergrande perlu dicermati.

"Jika krisis properti di China berlanjut bukan tidak mungkin kinerja ekspor Indonesia juga ikut melemah," ujar dia.

Kasus Evergrande jadi peringatan

Bhima menilai, kasus Evergrande menunjukkan bahwa over-leverage atau kelebihan beban utang ternyata tidak sehat.

Ia mengatakan, hal tersebut juga berlaku bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor konstruksi, yang memiliki rasio utang terhadap modal yang tidak sehat.

"Kasus Evergrande menjadi peringatan penting bahwa perusahaan swasta maupun BUMN perlu hati-hati terhadap risiko gagal bayar ketika beban utangnya naik secara tidak wajar," kata Bhima.

Kekhawatiran Sri Mulyani

Dalam konferensi pers APBN Kita, 23 September 2021, Menkeu Sri Mulyani memaparkan bahwa kinerja ekspor Indonesia sudah baik, dan harus dipertahankan dengan meminimalisasi segala risiko yang terjadi.

Badan Pusat Statistik mencatat, ekspor Indonesia pada bulan Agustus 2021 mencapai 21,42 miliar dollar AS. Realisasi ini naik 20,95 persen (month to month/mtm) dibandingkan laju ekspor pada Juli 2021.

Ekspor juga naik dibandingkan dengan Agustus tahun lalu (year on year/yoy) yang sebesar 13,06 miliar dollar AS. Capaian ini menjadikan laju ekspor tertinggi sepanjang sejarah.

Laju ekspor ini sedikit banyak dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas unggulan Indonesia seperti kenaikan harga batubara, nikel, dan kelapa sawit (crude palm oil/CPO).

Oleh karena itu, krisis yang saat ini dialami Evergrande membuat Sri Mulyani waspada.

"Ada risiko stabilitas sektor keuangan dari satu perusahaan konstruksi terbesar kedua di China yaitu Evergrande. Mereka akan mengalami situasi tidak mudah yang memberikan dampak luar biasa baik untuk ekonomi domestik China maupun dunia. Kita mewaspadai apa yang terjadi dengan perekonomian Tiongkok," kata Sri Mulyani.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi