Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Menyimak Anugerah Nobel 2021 untuk Fisika

Baca di App
Lihat Foto
PIXABAY/ FLORIAN PIRCHER
Medali Nobel.
Editor: Heru Margianto

MENARIK bahwa anugerah Nobel 2021 untuk fisika diperoleh oleh para saintis yang bekarya secara andaikatamologis dengan model demi memprediksi pemanasan global dan permainan internal sistem-sistem planetarial alias kosmofisika.

Syukuro Manabe dari Universitas Princeton, Amerika Serikat, dan Klaus Hasselman dari Max Planck Institute for Meteorology, Jerman, berbagi anugerah untuk karya mereka berdua dalam fisika modelling iklim planet bumi sambil melakukan kuantifikasi variability and reliably prediksi pemanasan global.

Baca juga: Gunakan Senyawa dalam Cabai, 2 Ilmuwan Ini Memenangkan Hadiah Nobel

 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Separuh hadiah Nobel lainnya diberikan kepada Giorgi Parisi dari Universitas Sapienz, Roma Italia untuk apa yang disebut oleh dewan juri Nobel sebagai the discovery of the interplay of disorder and fluctuations in physical systems from atomic to planetary scales. 

Upacara penganugerahan Nobel 2021 dilaksanakan oleh The Royal Swedish Academy of Sciences di Session Hall di Stockholm pada pagi hari Selasa 5 Oktober 2021.

Teori kacau balau 

Sebagai seorang awam fisika yang sedang babak-belur berupaya mempelajari apa yang disebut teori kacaubalau, saya merasa tertarik pada penelitian andaikatamologis yang dilakukan oleh ketiga penerima anugerah Nobel 2021 untuk fisika.

Syukuro Manabe mendemonstasikan bagaimana level pemanasan terus meningkat. Karbon dioksida pada atmosfer potensial meningkatkan temperatur pada permukan bumi.

Pada tahun 60-an abad XX, Manabe mengembangkan model fisikal iklim bumi sehingga merupakan ilmuwan pertama yang mengeksplorasi interaksi antara keseimbangan radiasi dengan transport vertikal massa udara yang mendasari pengembangan model klimat masa kini.

Selama sedasawarsa, Klaus Hasselman menciptakan model yang menghubungkan cuaca dengan iklim. Gagasannya itu menjawab pertanyaan kenapa model iklim layak dipercaya meski cuaca selalu berubah-ubah secara kacaubalau.

Hasselman juga mengembangkan metode indentifikasi sinyal spesifik yang mempengaruhi iklim berdasar fenomena alam mau pun perilaku manusia.

Metode andaikatamologis Hasselam didayagunakan untuk membuktikan bahwa peningkatan temperatur atmosfer merupakan akibat emisi karbon dioksida akibat perilaku manusia sebagai suatu hipotesa yang tidak disukai oleh Donald Trump.

Baca juga: 5 Fakta Menarik Hadiah Nobel, Penghargaan Prestisius untuk Kemanusiaan

 

Sekitar tahun 1980, Giorgio Parisi menemukan pola-pola tersembunyi di dalam material kompleks yang terkesan tidak teratur alias kacaubalau.

Penemuan Parisi merupakan kontribusi penting terhadap teori sistem kompleks demi menjelaskan suasana tak menentu bahkan kacaubalau bukan hanya pada fisika namun juga area lain seperti matematika, biologi, neuroscience dan mesin pembelajaran.

Perbendaharaan evolusi

Prof Thor Hans Hansson sebagai ketua Komite Nobel untuk Fisika bersabda bahwa “The discoveries being recognised this year demonstrate that our knowledge about the climate rests on a solid scientific foundation, based on a rigorous analysis of observations. This year’s Laureates have all contributed to us gaining deeper insight into the properties and evolution of complex physical systems.”

( Penemuan-penemuan yang dihargai pada tahun ini menegaskan bahwa pengetahuan manusia tentang iklim bertumpu di atas landasan saintifik yang solid berdasar analisis ekstensif dan intensif terhadap observasi.

Para Nobel Laureat tahun ini telah mempersembahkan pandangan mendalam terhadap perbendaharaan evolusi sistem fisikal yang kompleks.)

Sebuah kesimpulan dapat ditarik dari kalimat gaining deeper insight, yaitu pada hakikatnya masih begitu banyak misteri menyelubungi alam semesta belum terpecahkan oleh otak manusia akibat di samping terbatas daya juga mustahil sempurna.

Justru pada kesadaran bahwa diri tidak sempurna namun tetap gigih berupaya menemukan kesempurnaan yang sebenarnya mustahil itu lah an sich terletak energi yang menggerakkan mekanisme peradaban umat manusia.

Mirip kisah Sisyphus mendorong batu ke puncak gunung untuk menggelinding ke dasar gunung untuk kembali di dorong ke puncak gunung demi menggelinding ke dasar gunung dan seterusnya dan selanjutnya sampai akhir zaman.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi