Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasangan Nikah Siri Bisa Punya Kartu Keluarga, Ini Kata Komnas Perempuan

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi pernikahan.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan bahwa pasangan suami istri yang menikah secara siri tetap bisa mendapatkan kartu keluarga (KK).

Diberitakan Kompas.com, Kamis (7/10/2021) hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh.

"Saya beri tahu, semua penduduk wajib terdata di dalam kartu keluarga. Nah, bagi yang nikah siri bisa dimasukkan dalam satu KK," kata Zudan.

Ia mengatakan, pihaknya tidak menikahkan pasangan, tetapi hanya bertugas mencatat telah terjadinya perkawinan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oleh karena itu, pasangan nikah siri tetap bisa memperoleh KK, sama seperti pasangan yang tercatat secara resmi di Kementerian Agama (Kemenag).

Zudan mengatakan, untuk mendapatkan KK pasangan nikah siri cukup membawa surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM) kebenaran pasangan suami istri diketahui dua orang saksi.

"Nanti di dalam kartu keluarga akan ditulis nikah belum tercatat atau kawin belum tercatat. Itu artinya nikah siri," kata Zudan.

Baca juga: Pasangan Nikah Siri Bisa Punya Kartu Keluarga, Ini Syaratnya...

Tanggapan Komnas Perempuan

Menurut Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, diperbolehkannya pasangan nikah siri mendapatkan KK dengan alasan pencatatan kependudukan adalah alasan yang tidak mempertimbangkan aspek perlindungan perempuan.

"Pernikahan itu perlu resmi karena di bawah undang-undang. Di mana undang-undang itu menjamin perlindungan terhadap perempuan, dan sebenarnya terhadap suami juga," kata Mariana, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (8/10/2021).

Ia mengatakan, jaminan perlindungan dari undang-undang sangat diperlukan, terutama jika di kemudian hari timbul masalah dalam pernikahan, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Menurut saya, mereka (Kemendagri) lebih mementingkan soal data (kependudukan) daripada soal konteks konsekuensi dari nikah siri itu," ujar Mariana.

Meski tidak menampik bahwa ada pernikahan siri yang berlangsung dengan baik dan bertanggungjawab, namun Mariana menyebutkan bahwa Komnas Perempuan banyak menerima aduan soal permasalahan yang terjadi karena pernikahan siri.

Baca juga: Ini Status Perkawinan yang Tertulis di KK Pasangan Nikah Siri

Kesulitan dampingi perempuan yang jadi korban

Mariana mengungkapkan, selama ini Komnas Perempuan dan lembaga lainnya kesulitan untuk memberikan pendampingan terhadap para perempuan yang menjadi korban permasalahan dalam pernikahan siri.

Alasannya, pernikahan secara siri tidak tercatat secara resmi sehingga tidak berada di bawah jaminan undang-undang.

"Seperti P2TP2A di bawah KPPA itu tidak bisa melindungi pihak istri karena nikahnya tidak resmi. Tidak ada undang-undangnya," kata Mariana.

Mariana mengatakan, seharusnya Kemendagri lebih menekankan kepada masyarakat pentingnya pernikahan resmi.

"Kalau misalnya nikah siri itu marak padahal KK itu penting untuk KTP atau lainnya, harusnya disarankan untuk nikah resmi dan dimudahkan proses pernikahannya," ujar dia.

Baca juga: Catat, Libur Maulid Nabi Digeser ke 20 Oktober 2021

UU Perkawinan

Dalam Pasal 1 UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Adapun sahnya perkawinan tertulis dalam Pasal 2 Ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut:

“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu,”

Sehingga sepanjang pernikahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan agama yang dianutnya, maka pernikahan tersebut dianggap sah secara hukum, baik pernikahan tersebut dilaksanakan di hadapan petugas yang ditunjuk oleh undang undang maupun tidak (siri atau di bawah tangan).

Namun yang menjadi persoalan, terkait pembuktian adanya pernikahan tersebut, yang menurut aturan perundangan hanya dapat dibuktikan dengan Kutipan Akta Nikah, yang diterbitkan oleh Pegawai Pencatat Nikah atau Kutipan Akta Perkawinan oleh catatan sipil.

Sehingga, saat sebuah pernikahan tidak dilaksanakan di hadapan petugas yang ditunjuk, maka akan kesulitan terhadap pembuktian pernikahannya, sebab tidak tercatat pada institusi yang berwenang, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974:

“Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan UU yang berlaku”.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi