Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Hal yang Sering Disalahpahami tentang Kesehatan Mental

Baca di App
Lihat Foto
FREEPIK/JCOMP
Survei kesehatan mental menemukan, mayoritas masyarakat Indonesia merasa kesepian.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Hari Kesehatan Mental Sedunia diperingati hari ini, Minggu (10/10/2021).

Peringatan ini diinisiasi oleh Federasi Dunia untuk Kesehatan Jiwa (WFMH), yang diselenggarakan pertama kalinya pada 10 Oktober 1992.

Pada Hari Kesehatan Mental Sedunia 2021 ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengambil tema Kesehatan Mental di Dunia yang Tidak Setara, dengan slogan "Perawatan kesehatan jiwa untuk semua: mari kita wujudkan".

Baca juga: Millen Cyrus dan Bahaya Sabu bagi Fisik dan Mental Penggunanya...

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awalnya, Hari Kesehatan Mental Sedunia tidak memiliki tema khusus dan memiliki tujuan umum untuk mengadvokasi tentang kesehatan jiwa dan mendidik masyarakat tentang isu-isu yang terkait.

Peringatan ini membawa pesan, bahwa setiap orang di dunia berhak untuk mendapat informasi dan akses penanganan terkait masalah-masalah mental yang mereka hadapi.

Kendati demikian, masih ada berbagai kesalahpahaman tentang kesehatan mental.

Baca juga: Berkaca dari Hobi SBY, Ini Manfaat Melukis untuk Kesehatan Mental

Berikut 4 kesalahpahaman tentang kesehatan mental menurut psikolog dari Tibis Sinergi, Tika Bisono:

1. Anggapan kesehatan mental hanya bagi kalangan tertentu

Masalah kesehatan mental yang ada dalam ilmu psikologi, menurut Tika perlu menjadi pengetahuian umum bagi setiap orang.

"Belajar psikologi tidak hanya berguna untuk kepentingan para psikolog atau medis, tapi pengetahuan umum yang perlu dipelajari semua orang agar lebih mengenali dirinya sendiri," papar Tika, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (9/10/2021) malam.

Mengacu pada pengertian kesehatan mental dari WHO, sehat mental adalah keadaan sejahtera di mana setiap individu bisa mewujudkan potensi mereka sendiri.

"Jati diri kita penting sebagai manusia. Kebutuhan jati diri kita untuk dihargai itu duluan hadirnya. Banyak orang yang ke orang lain duluan, ke dirinya sendiri enggak dipikirin. Nah itu enggak akan sehat mental juga," kata dia.

Maka, mempelajari psikologi dan isu kesehatan mental bisa membantu setiap orang untuk mengenali dirinya sendiri dan mengelola stres.

Artinya, mereka jadi bisa mengatasi atau mengelola stres, untuk bisa lebih produktif, bermanfaat, dan berkontribusi di komunitasnya.

Baca juga: Mengenal Eustres, Stres yang Bermanfaat bagi Tubuh

2. Stereotip "gila"

Tika menyayangkan bahwa masih ada ketakutan di masyarakat yang memberi stereotip bahwa kesehatan mental selalu berkaitan dengan gila.

Gangguan mental, menurut Tika, tidak seketika muncul dan mendadak seseorang menjadi gila.

Menurutnya, masalah kesehatan mental bisa bermula dari hal-hal kecil. Misalnya stres dengan pekerjaan, sekolah, atua keseharian lainnya.

"Gangguan mental itu bisa dialami siapa saja ya. Masalah mental memang bagian dari kehidupan. Itu normal, tapi jangan juga diremehkan," jelas dia.

Tika memaparkan, ada 4 faktor penting dalam kehidupan manusia, termasuk psikososial dan kepentingan untuk berprilaku tertentu.

"Harus belajar bahwa manusia terdiri dari 4 faktor. Yang pertama adalah kepentingan fisik-biologis, kedua unsur emosi, ketiga kita itu juga terdiri dari faktor psikososial. Terakhir kita juga punya kepentingan untuk berprilaku tertentu," tutur Tika.

Baca juga: ODGJ Masuk Daftar Prioritas Vaksinasi Covid-19, Ini Penjelasannya...

3. Malu ke psikolog atau pskiater

Salah satu cara mendapat penanganan atau informasi seputar kesehatan mental adalah dengan menghubungi psikolog atau pskiater.

Akan tetapi, masih ada anggapan bahwa mereka yang menemui psikolog atua psikiater pasti sakit secara mental. Pihaknya menyayangkan anggapan tersebut.

Sebaliknya, mereka yang pergi ke psikolog atau pskiater justru melakukan hal yang benar karena mereka sadar berusaha mencari pertolongan, atau memastikan kondisi kesehatan mentalnya.

"Memang ya di kita masih ada yang berpikir kalau pergi ke psikolog atau pskiater berarti orang itu gila. Itu salah. Sebaliknya, mereka bisa jadi lebih waras karena tahu ada yang salah mentalnya. Justru yang tidak (datang ke psikolog atau pskiater) itu yang dipertanyakan," ungkap Tika.

Baca juga: Stres di Masa Pandemi, Lakukan Ini untuk Jaga Kesehatan Mental

4. Mengabaikan stres

Stres adalah reaksi mental maupun fisik yang muncul saat seseorang menghadapi ancaman, tekanan, atau perubahan situasi tertentu.

Menurut Tika, stres adalah tanda paling umum yang bisa ditengarai terkait kesehatan mental.

Tika mengatakan, stres dipengaruhi oleh hormon kortisol. Pada tingkat paling parah, stres bisa berpengaruh pada kesehatan fisik karena adanya hormon kortisol ini.

Misalnya, nafsu makan menjadi berkurang atau sebaliknya nafsu makan jadi berlebih.

Baca juga: Redakan Stres hingga Kendalikan Tekanan Darah, Ini 5 Manfaat Berpuasa

Perilaku yang disebabkan oleh faktor hormonal inilah yang memengaruhi kondisi fisik saat stres.

Untuk menyeimbangan hormon dalam tubuh, Tika mengatakan, setiap orang memiliki cara mengatasi stres yang berbeda-beda.

"Masing-masing orang, mekanisme dia mengatasi stres bisa beda-beda. Tidak sama setiap orang," ujarnya.

Baca juga: Banyak Dokter Meninggal karena Lelah dan Stres Tangani Pasien Covid-19, Benarkah?

Sayangnya, kebanyakan orang sering kali mengabaikan stres yang mereka alami.

Membiarkannya begitu saja, tanpa berusaha mengatasi atau mengenal dirinya lebih dalam. Ini justru bisa berdampak panjang di kemudian hari.

Tika menyarankan agar di Hari Kesehatan Sedunia ini, orang-orang bisa lebih mawas akan kesehatan mentalnya.

"Harus belajar percaya bahwa setiap persoalan bisa diselesaikan. Kalau ada memang yang enggak bisa diselesaikan sendiri, GGH, Go Get Help!" imbuh dia.

Baca juga: Simak, Ini 15 Makanan yang Sebaiknya Dihindari agar Sistem Imun Kuat

KOMPAS.com/Maulana Mickael Infografik: 6 Tanda Kita Mengalami Stres Pekerjaan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi