Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Dari Wayang Kulit ke Wayang Potehi

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/PUTRA HARYO KURNIAWA
Foto dirilis Senin (4/2/2019), menunjukkan beberapa karakter wayang potehi yang akan tampil pada pementasan di pusat perbelanjaan Ciputra, Jakarta. Wayang potehi merupakan kesenian klasik peninggalan zaman kekaisaran negeri tirai bambu, percampuran budaya Tionghoa dan Jawa yang biasa dimainkan sebelum dan sesudah perayaan Imlek.
Editor: Heru Margianto

SECARA pribadi saya merasa akrab dengan wayang kulit yang pada masa kanak-kanak memang kerap saya tonton meski tidak pernah berhasil bertahan sampai semalam suntuk.

Keakraban dengan wayang kulit makin akrab berkat saya beruntung pernah berguru kepada tak kurang dari sang mahadalang Ki Nartosabdho sendiri.

Wayang orang

Di bagian kedua kehidupan saya, kemudian saya akrab dengan wayang orang berkat memperoleh kesemapatan bekerja sama dengan kelompok wayang orang Bharata mempergelar lakon Banjaran Gatotkaca di panggung Sydney Opera House dan UNESCO Paris.

Kemudian bekerja sama dengan TNI mempergelar Sata Kurawa dengan benar-benar secara ragawi menampilkan 100 serdadu TNI berperan sebagai 100 kurawa di panggung Teater Besar Taman Ismail Marzuki.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peristiwa bersejarah tersebut merupakan rekor dunia pergelaran 100 kurawa dengan 100 pemeran yang sebelumnya belum pernah terjadi di marcapada.

Di samping wayang kulit tentu saja saya mengagumi wayang golek mahakarya kebudayaan Sunda yang menurut selera saya pribadi merupakan desain teater boneka terindah yang pernah saya lihat di planet bumi ini.

Kemudian masih ada pula wayang jemblung yang pergelarannya asyik diiringi secara a capella dengan suara alat musik gamelan yang keluar dari mulut manusia.

Menurut saya wayang jemblung merupakakan mahakarya budaya lisan dalam makna lisan selisan-lisannya lisan secara paling konsekuen lisan tiada lawan di dunia.

Lalu masih ada wayang beber yang merupakan pendahulu komik.

Lalu ada pula wayang klitik, wayang suket, wayang Bali, wayang Sasak, wayang Banjar, wayang Betawi, wayang krucil, wayang Palembang, wayang kancil, wayang kemerdekaan, wayang panji, wayang bangsawan dan lain-lain, dan sebagainya, dan selanjutnya .

Wayang potehi

Sungguh membanggakan bahwa generasi muda Indonesia juga asyik mengembangkan wayang sehingga di masa kini lahir pula wayang-wayang jenis kreasi baru yang sebelumnya belum pernah ada.

Seperti misalnya wayang game yang asyik dimainkan oleh kaum mileneal sebagai e-sport. Wayang game berlakon Lokapala resmi diangkat menjadi e-sport resmi PON X di Papua.

Lalu jangan lupa bahwa masih ada wayang potehi yang memang berakar di peradaban China namun di persada Nusantara berkembang menjadi seni teater rakyat Indonesia apalagi setelah sang mahamastra wayang potehi, Dwi Woro Retno Mastuti, berhasil memenuhi permohonan saya untuk membuat dan mempergelar wayang poteni dengan lakon Damarwulan di balairung Jaya Suprana School of Performing Arts 6 Februari 2016 yang merupakan pergelaran world premiere alias perdana di dunia!

Saya memang bangga wayang! Merdeka!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi