Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pemimpin Redaksi Kompas.com
Bergabung sejak: 21 Mar 2016

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Maria Ressa, Dmitry Muratov, dan Pesan untuk Para Pemberani

Baca di App
Lihat Foto
Peraih Nobel Perdamaian 2021 Maria Ressa (Filipina) dan Dmitry Muratov (Rusia).
Editor: Heru Margianto

HAI, apa kabarmu?

Semoga kabarmu baik karena anugerah kesehatan raga, pikiran, dan juga jiwa yang turut kamu upayakan juga.

Tidak mudah untuk tetap sehat baik raga, pikiran, dan jiwa pada saat bersamaan. Apalagi, pada situasi penuh tekanan karena pandemi nyaris dua tahun ini.

Hari kesehatan mental sedunia yang diperingati setiap 10 Oktober sejak 1992 tampaknya hendak mengingatkan hal ini. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan pemerintah seluruh dunia untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan mental di semua tingkatan karena melonjaknya kasus kesehatan mental.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO mengedepankan kampanye “Perawatan Kesehatan Mental untuk Semua: Mari Kita Wujudkan” sebagai tema hari kesehatan mental tahun ini.

Isu kesehatan mental makin mengemuka lantaran data yang menunjukkan dekatnya gangguan kesehatan mental dengan kehidupan kita sehari-hari.

Di Australia, didapati bahwa 1 dari 5 warganya mengalami gangguan kesehatan mental pada satu kurun waktu tertentu.

Data yang sama menyebutkan, 1 dari 2 atau separuh populasi Australia pernah mengalami gangguan mental dalam hidupnya.

Menurut riset kesehatan nasional Indonesia (2013) dengan populasi penduduk 250 juta, sekitar 3,7% (9 juta) penduduk Indonesia menderita depresi.

Sekitar 6% (14 juta) penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas menderita gangguan mood (suasana hati) seperti depresi dan kecemasan.

Nyaris dua orang per 1.000 penduduk Indonesia menderita gangguan psikologis kronis.

Ini data lama, delapan tahun lalu. Survei terbaru belum dilakukan atau belum dipublikasikan.

Melihat tantangan dunia yang makin kompleks ditambah situasi pandemi, isu kesehatan mental di dunia juga di Indonesia tampaknya makin serius.

Karena itu, memastikan kesehatan raga, pikiran, dan juga jiwa atau mental kita adalah bagian dari upaya bersama mewujudkan kesehatan masyarakat.

Tekanan dan kecemasan lebih dari satu tahun karena pandemi yang mengganggu kesehatan mental kita mulai longgar. Semoga ini berkontribusi baik untuk kesehatan mental kita semua.

Jalan-jalan sudah ramai dan bahkan macet. Pusat-pusat belanja dan wisata mulai dipadati pengunjung. Sekolahan, perkantoran, dan rumah peribadatan mulai difungsikan.

Pembatasan, larangan, dan sejumlah aturan yang menekan mulai dilonggarkan karena kemampuan kita bersama mengendalikan penyebaran virus dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Sejumlah besar aktivitas yang mulai normal diikuti perbaikan kondisi ekonomi berdampak baik pada kesehatan mental. Kecemasan dan tekanan yang dominan mengganggu kesehatan mental berkurang.

Soal kecemasan dan tekanan itu, dua hari sebelum peringatan hari kesehatan mental, tepatnya 8 Oktober 2021, ada kabar menggembirakan yang melegakan dan melonggarkan tekanan.

Komite Nobel menetapkan dua jurnalis yaitu Maria Ressa (Filipina) dan Dmitry Muratov (Rusia) memenangi Nobel Perdamaian 2021.

Maria (58) dan Dmitry (59) dipilih dari 329 kandidat untuk Nobel Perdamaian 2021 berkat perjuangan dan keberanian mereka membela kebebasan berekspresi di negaranya masing-masing.

Komite menyebut Maria dan Dmitry sebagai perwakilan semua jurnalis yang membela cita-cita kebebasan berekpresi.

Perjuangan dan keberanian Maria dan Dmitry yang dilalui dengan penuh risiko dan ancaman diakui dan mendapatkan dukungan dunia.

Komite Nobel memuji Maria karena menggunakan kebebasan berekspresi untuk mengungkap penyalahgunaan kekuasaan, penggunaan kekerasan, dan otoritarianisme di Filipina.

Karena kritik terbuka atas kebijakan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Maria yang mendirikan Rappler (2012) pernah dihukum atas pencemaran nama baik (2020).

Kasus hukum ini dianggap sebagai ujian kebebasan pers Filipina. Kritik yang disampaikan Maria terkait isu-isu misogini (kebencian terhadap perempuan), kebohongan, hak asasi manusia, dan korupsi. 

Menanggapi hal ini, Rappler mengatakan "terhormat dan terkejut" bahwa kepala eksekutifnya telah diberikan hadiah Nobel Perdamaian.

"Itu tidak mungkin datang pada waktu yang lebih baik, saat jurnalis dan kebenaran diserang dan dirusak," ujar Rappler dalam pernyataannya.

Perjuangan penuh kegigihan dan keberanian Maria di bidang jurnalistik didasari pada keyakinannya bahwa dunia tanpa fakta adalah dunia tanpa kebenaran dan kepercayaan.

Fakta sebagai pijakan pencarian kebenaran dan kepercayaan menjadi nilai yang terus diperjuangkan dengan sikap meragu-ragu atau tidak mudah percaya.

Sikap ini yang ditulis Maria di profil akun instagramnya. Sikap skeptis.

Sikap yang sama dikemukakan sesaat setelah mendengar kabar dari Komite Nobel Perdamaian. Kita semua berjuang dengan penuh keberanian untuk mengungkap fakta.

Sementara Dmitry dari Rusia adalah pemimpin redaksi koran Novaya Gazeta yang didirikannya sejak 1997 atau 24 tahun lalu.

Sepert Maria, Dmitry mendapat Nobel Perdamaian 2021 untuk upaya-upayanya menyelamatkan kebebasan berekspresi yang menjadi prasyarat untuk demokrasi dan perdamaian abadi.

Mendapati kegembiraan di tengah perjuangan penuh tantangan dan tekanan itu, Dmitry tertawa.

Dmitry yang menghadapi situasi "gila" di Rusia tidak menyangka sama sekali.

Menurut Dmitry, Nobel Perdamaian 2021 adalah hadiah bagi jurnalisme Rusia yang saat ini sedang ditekan.

Kegigihan, idealisme, keteguhan pada pendirian, dan keberanian Dmitry di negaranya yang penuh tekanan diakui juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov dengan canggung.

Sementara dari Filipina, tidak ada kabar bagaimana Presiden Duterte merespons pengakuan tingkat dunia untuk individu yang dinyatakan bersalah di Filipina untuk aktivitas yang sama.

Komite Nobel menegaskan, kebebasan berekspresi dalam hal ini kebebasan pers melindungi masyarakat dari penyalahgunaan kekuasaan, kebohongan, dan propaganda atasnya.

Menurut Komite Nobel, Maria dan Dmitry adalah perwakilan dari semua jurnalis dan semua pihak yang berupaya membela cita-cita mulia ini.

Penegasan ini melegakan. Di tengah upaya gigih dengan keberanian namun penuh risiko di dalam negeri, penegasan dan dukungan masyarakat internasional melegakan.

Kita dengan cita-cita mulia yang diperjuangkan dengan penuh keberanian tidak sendirian.

Karena itu, Maria dan Dmitry spontan merespons dukungan ini dengan tertawa tanda kelegaan di tengah tekanan.

Tekanan untuk jurnalisme mungkin tidak berkurang seperti dialami Maria dan Dmitry.

Keyakinan adanya dukungan dan teman yang berjuang bersama melonggarkan tekanan mental dan memberi tambahan keberanian. 

Tuhan bersama para pemberani.

Salam berani
Wisnu Nugroho

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi