Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Menanti Nobel untuk Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
PIXABAY/ FLORIAN PIRCHER
Medali Nobel.
Editor: Heru Margianto

DEWAN juri anugerah Nobel 2021 menganugerahkan penghargaan Nobel untuk perdamaian kepada Maria Ressa dari Filipina dan Dmitry Muratov dari Rusia.

Maria Ressa adalah pimpinan Rappler, kantor berita kritis terhadap rezim Duterte di Filipina. Sementara, Dmitry Muratov memimpin surat kabar independen kritis terhadap rezim Putin di Rusia.

Kedua jurnalis telah menghadapi ancaman hukum mau pun nyawa selama perjuangan menghadapi masing-masing penguasa yang berupaya membrangus kebebasan mengungkap pendapat.

Kriteria

Sejak cukup lama saya mempelajari sifat pengambilan keputusan dewan juri anugerah Nobel terutama bidang sastra dan perdamaian.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari apa yang berhasil saya pelajari dapat disimpulkan bahwa keputusan dewan juri Nobel untuk sastra dan perdamaian tidak objektif sebab kriteria terkait sastra dan perdamaian memang nisbi terkait selera subjektif maka tidak bisa diukur seperti misalnya fisika, kimia, biologi bahkan ekonomi.

Dari para penerima Nobel seperti Martin Luther King, Rigoberta Menchú Tum , Nelson Mandela, Aung San Syu Ki, Boris Pasternak, Aleksandr Solzhenitsyn, Liu Xiaobo, Malala Yousafzai dapat disimpulkan bahwa mayoritas keputusan dewan juri Nobel tidak lepas dari pertimbangan politis.

Ketika saya bangga Pramudya Ananta Toer dinominasikan sebagai penerima anugerah Nobel, seorang sahabat di Eropa yang memiliki akses informasi dari para anggota dewan juri Nobel menyatakan bahwa nominasi Pramudya terkait kisah derita keterbuangan beliau ke pulau Buru akibat fobia komunis pasca-G30S.

Mujur tak teraih, nahas tak tertolak, rezim yang pada masa itu sedang berkuasa di Indonesia masih memiliki cukup daya kewibawaan untuk menggugurkan nominasi Pramoedya ke dewan juri anugerah Nobel.

Legowo

Saya yakin banyak putra-putri terbaik Indonesia layak menerima anugerah Nobel. Namun permasalahannya adalah bagaimana cara menempuh akses yang tepat dan benar untuk menominasikannya ke dewan juri Nobel serta sejauh mana pemerintah Indonesia berkenan mendukung.

Terutama di bidang sastra dan perdamaian layak dipertanyakan mengenai apakah pemerintah Indonesia cukup sudi berjiwa besar demi legowo mendukung nominasi putra-putri terbaik Indonesia ke dewan juri Nobel yang justru memiliki kriteria mengutamakan mereka yang bersikap kritis terhadap pemerintah.

Selama konstelasi peta kekuasaan masih belum berubah maka sulit diharapkan bahwa para tokoh nasional seperti Rizal Ramli, Faisal Basri, Kwik Kian Gie, Dewi Sartika, Sri Palupi, Sandyawan Sumardi, Sumarsih, Hersubeno Arief, Rocky Gerung, Refli Harun bakal menerima anugerah Nobel.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi