Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Doping? Ini Sejarah, Jenis, dan Bahayanya bagi Atlet

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/Rommel Canlas
Ilustrasi pria menggunakan testosterone booster, doping yang sering dipakai untuk membesarkan otot. Namun penting diketahui, ini sangat tidak disarankan karena ada jauh lebih banyak efek samping dibanding manfaatnya.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Indonesia juara Piala Thomas 2020 pada Minggu (17/10/2021) di Denmark. 

Sayangnya meskipun juara, Indonesia tidak bisa mengibarkan bendera Merah Putih karena tengah mendapat sanksi Organisasi Anti-Doping Dunia (WADA).

Larangan pengibaran bendera Merah Putih di event olahraga internasional itu menyusul sanksi yang diberikan WADA karena Indonesia dinilai tidak mematuhi program test doping plan (TDP).

Baca juga: Indonesia Terancam Sanksi Doping WADA, Ini Penyebab dan Dampaknya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lalu, apa itu doping dan apa saja dampaknya bagi atlet?

Apa itu doping dalam olahraga

Mengutip BBC, doping adalah zat terlarang yang dikonsumsi oleh atlet untuk meningkatkan performanya.

Istilah lain doping adalah Performance Enhancing Drugs (PED) yaitu jenis obat-obatan yang digunakan oleh atlet untuk meningkatkan kinerja atletik mereka dalam olahraga kompetitif.

 

Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga dr. Michael Triangto, Sp.KO mengatakan bahwa doping merupakan segala sesuatu baik zat maupun metode yang dengan sengaja dapat meningkatkan prestasi, namun tidak melalui proses pelatihan. 

"Jadi ada cara-cara tertentu yang dapat meningkatkan prestasi seseorang atau menutup kekurangan yang ada, sehingga yang bersangkutan dapat menang," ujar Michael saat dihubungi Kompas.com, Senin (18/10/2021).

Ia menjelaskan, tindakan yang termasuk doping misalnya menggunakan steroid untuk membantu memperbesar massa otot, sehingga seseorang akan mendapatkan kekuatan yang lebih besar. 

"Tentunya hal itu tidak adil, karena bagi yang benar-benar berlatih itu membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan otot yang besar," lanjut dia.

Baca juga: WADA Badan Antidoping Dunia Beri Sanksi Indonesia, Apa Itu Doping?

 

Sejarah doping

Menurut American College of Medical Toxicology, praktik doping oleh para atlet sudah ada sejak berabad-abad silam. 

Atlet pada zaman dulu meningkatkan performa melalui diet khusus dan mengonsumsi tanaman jenis tertentu yang dianggap dapat meningkatkan kekuatan fisik.

Namun praktik doping pada era saat ini mendapat perhatian khusus karena menggunakan obat-obatan tertentu yang dapat meningkatkan performa atlet.

Pada 1904, doping pertama kali ditemukan di Olimpiade pada pelari. Pelari tersebut disuntik dengan strychnine untuk membantu kecepatan, dan konon memberinya kekuatan untuk menyelesaikan kompetisi.

Baca juga: Alasan Doping seperti Testosterone Booster Dilarang dalam Olahraga

Obat doping yang dilarang

Ada beberapa jenis obat-obatan yang dilarang oleh Badan Anti-Doping Dunia (WADA) yaitu androgens, blood doping, peptide hormones, stimulants, diuretics, narcotics, dan cannabinoids.

Sementara itu, zat yang paling sering digunakan oleh atlet adalah androgen seperti steroid anabolik.

Zat tersebut memungkinkan seorang atlet untuk bisa berlatih lebih keras, pulih lebih cepat, dan membangun lebih banyak otot.

Namun di lain sisi, penggunaan zat tersebut bisa menyebabkan kerusakan ginjal dan peningkatan agresi.

Baca juga: Alasan Logo PBSI Gantikan Bendera Merah Putih Saat Indonesia Juara Piala Thomas 2020

 

Bahaya doping pada atlet

Penggunaan obat-obatan pada doping dilarang dalam dunia olahraga karena memiliki dampak dan efek samping berbahay pada atlet. 

Dikutip dari The American Medical Society for Sports Medicine efek samping atau bahaya penggunaan doping adalah:

  • Kardiovaskular: irama jantung tidak teratur, tekanan darah tinggi, serangan jantung, kematian mendadak.
  • Sistem saraf pusat: insomnia, kecemasan, depresi, perilaku agresif, bunuh diri, sakit kepala, kecanduan penarikan, psikosis, tremor, pusing, stroke.
  • Pernafasan: mimisan, sinusitis.
  • Hormonal: infertilitas, ginekomastia (payudara membesar), penurunan ukuran testis, gairah seks rendah, akromegali, dan kanker.

Baca juga: Kronologi Indonesia Tak Bisa Kibarkan Merah Putih di Piala Thomas 2020

Michael juga mengungkapkan, penggunaan steroid untuk doping tidak bisa dihentikan. Apabila dihentikan akan tampak otot yang kendor.

Tak hanya itu, dampak penggunaan steroid juga tampak secara fisik bagi penggunanya yakni terlihat jenggot lebat, tubuh berbulu, berkumis pada wanita, mengecilnya testis pada pria, dan berpotensi mandul pada pria (pada beberapa kasus tertentu).

"Orang-orang lebih suka tampilan yang saat ini, berotot, kekar, tapi tidak dilihat jangka panjangnya," ujar Michael.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi