Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarif Endorse Influencer Bisa Sangat Mahal, Bagaimana Pajaknya?

Baca di App
Lihat Foto
screenshoot
Tarif endorse influencer artis termahal di dunia saat ini
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Di era kampanye digital, jasa influencer semakin marak dan dijalankan secara profesional.

Namun, sejauh ini tidak ada standard atau batasan untuk tarif endoresement para influencer.

Mereka bisa mematok tarif sesuka hati selama pengiklan bersedia membayar. Umumnnya, semakin banyak followers, semakin banyak pula uang yang dihasilkan dalam setahun.

Lantas bagaimana pengenaan pajak bagi influencer?

Baca juga: Viral Diduga Tarif Endorse Rachel Vennya, Ini 15 Influencer Termahal di Dunia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikenai PPh

Menurut Direktor Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Neilmaldrin Noor, influencer yang tergolong sebagai wajib pajak high wealth individual (HWI) ini jumlahnya sedikit dibandingkan wajib pajak orang pribadi (WPOP) secara umum.

Kendati demikian, Ditjen Pajak tetap menyiapkan tim khusus untuk menggali potensi penerimaan pajak dari ekonomi digital, terutama dari pelaku ekonomi digital atau influencer.

Pengenaan tarif pajak penghasilan (PPh) bersifat progresif, artinya semakin tinggi penghasilan yang diterima, maka akan dikenakan lapis tarif lebih tinggi. Hal ini diatur dalam Undang-undang PPh Pasal 17 ayat 1.

"Secara teknis, mekanisme pembayaran pajak atas penghasilan yang diterima oleh influencer sudah diatur dalam UU Pajak Penghasilan dan aturan pelaksanaannya," ungkap Neilmaldrin kepada Kompas.com, Kamis (21/10/2021).

Batas pendapatan tidak kena pajak atau PTKP yang berlaku bagi wajib pajak pribadi adalah 54 juta per tahun.

Dengan demikian, influencer yang memperoleh pendapatan melebihi batas PTKP tersebut wajib menyetorkan pajak.

Baca juga: Mengapa Mahal, Apa yang Mempengaruhi Tarif Endorse Influencer?

Dua kategori influencer

Influencer terbagi menjadi dua kategori, yakni mereka yang menggunakan jasa agen atau manajemen artis, serta mereka yang independen.

Bagi influencer yang berada di bawah naungan agensi, maka akan dikenakan PPh pasal 23. Sementara jika dia merintis sendiri, dikenakan PPh Pasal 21.

"Hal ini dikarenakan penghasilan tersebut melekat pada penghasilan orang pribadi yang bersangkutan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan UU Pajak Penghasilan dan aturan pelaksanaannya," imbuh Neilmaldrin.

Baca juga: 10 Influencer Instagram Paling Mahal Sedunia Tahun 2021

Tarif PPh dalam UU HPP

Di tahun ini, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Dalam UU HPP, jumlah penghasilan yang tidak dikenakan pajak tidak berubah, yakni tetap Rp 4,5 juta per bulan untuk wajib pajak orang pribadi lajang, serta Rp 4,5 juta per bulan kepada WP sudah kawin dan Rp 4,5 juta untuk setiap tanggungan maksimal per orang.

Akan tetapi, adanya UU membuat bracket pada pajak penghasilan orang pribadi (PPh OP) menjadi 5 lapisan.

Adapun untuk penghasilan Rp 60 juta-Rp 250 juta akan dikenakan tarif pajak 15 persen dari penghasilan tersebut.

Awalnya, belum ada aturan besaran tarif pajak untuk pendapatan di atas Rp 5 miliar. UU HPP kali ini mengatur pengenaan pajak untuk penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun.

Berikut ini lapisan tarif terbaru PPh orang pribadi:

  • Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta kena tarif 5 persen
  • Penghasilan di atas Rp 60 juta-Rp 250 juta kena tarif 15 persen
  • Penghasilan di atas Rp 250 juta-Rp 500 juta kena tarif 25 persen
  • Penghasilan di atas Rp 500 juta-Rp 5 miliar kena tarif 30 persen
  • Penghasilan di atas Rp 5 miliar kena tarif 35 persen.

Baca juga: Saat Dana Miliaran Rupiah untuk Influencer Jadi Sorotan...

Influencer diawasi Ditjen Pajak

Neilmadrin mengatakan, Ditjen Pajak memiliki sistem yang bisa menganalisis wajib pajak beserta entitas terkait seperti aset, anggota keluarga, dan kepemilikan perusahaan.

Untuk memantau dan menganalisis wajib pajak di media sosial, Ditjen Pajak menggunakan Social Network Analytics (SONETA).

"SONETA dapat menganalisis penyandingan data baik untuk PPh maupun PPN. Hal ini diharapkan bisa terintegrasi dengan setiap media sosial dari Wajib Pajak, termasuk mereka yang bekerja sebagai influencer atau yang bergerak pada sektor industri digital," ungkap Neilmadrin.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi