KOMPAS.com - Di media sosial Twitter, sejumlah akun membagikan video terjadinya hujan es yang melanda beberapa daerah pada Kamis (21/10/2021).
Sebuah akun mengunggah video berdurasi 9 detik yang menunjukkan butiran es di tengah rinitikan hujan, dengan me-mention akun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Semarang.
“Tadi sekitar jam 17.00 WIB hujan es sama angin kenceng. Nah itu gara gara climate change bukan ya?? Beneran tanyaa @infoBMKG @bmkg_semarang,” tulis akun tersebut.
Sementara akun lain menyebutkan hujan es terjadi di Madiun, Jawa Timur, membagikan video berdurasi 58 detik, memperlihatkan butiran-butiran es berceceran dengan deru hujan yang disertai angin kencang pada 17 Oktober 2021.
“Ndek ingi cah (kemarin), hujan es campur angin menerjang Madiun,” tulis akun tersebut pada Kamis (21/10/2021).
Baca juga: Fenomena Hujan Es di Banjarnegara dan Salatiga, Ini Penjelasan BMKG
Penjelasan BMKG
Dihubungi Kompas.com, Kepala Bidang Diserminasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Hary Tirto Djatmiko menjelaskan bahwa hujan es atau hail merupakan fenomena cuaca alamiah.
Hal ini biasa terjadi dan termasuk dalam kejadian cuaca ekstrim.
“Kejadian hujan lebat atau es disertai kilat atau petir dan angin kencang berdurasi singkat lebih banyak terjadi pada masa transisi atau pancaroba musim. Baik dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya,” kata Hary, Jumat (22/10/2021).
Ia menambahkan, fenomena hujan es dapat dimungkinkan terjadi pada musim hujan dengan kondisi cuaca sama seperti masa transisi atau pancaroba.
Penyebab hujan es
Hary menjelaskan, fenomena hujan es terjadi karena adanya awan Cumulonimbus (CB).
Pada awan ini terdapat tiga macam partikel, (yaitu) butir air, butir air super dingin, dan partikel es.
"Sehingga hujan lebat yang masih berupa partikel padat (es atau hail) dapat terjadi tergantung dari pembentukan dan pertumbuhan awan CB tersebut," ujar dia.
Biasanya awan berbentuk berlapis-lapis dan seperti bunga kol, di antara awan tersebut ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepi sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi, yang akan cepat berubah warna menjadi abu-abu atau hitam.
Baca juga: Suhu Dingin di Sejumlah Daerah di Indonesia, Ini Penjelasan BMKG
Proses terjadinya hujan es
Hary menambahkan, pada awan tersebut terdapar beberapa fenomena dalam proses pembentukan dan pertumbuhannya, seperti:
1. Strong updraft and downdraft
Adanya proses pergerakan massa udara naik dan turun yang sangat kuat.
Pergerakan massa udara naik (updraft) yang cukup kuat dapat membawa uap air naik hingga mencapai ketinggian di mana suhu udara menjadi sangat dingin hingga uap air membeku menjadi partikel es.
Partikel es dan partikel air super dingin akan bercampur dan teraduk-aduk akibat proses updraft dan downdraft sehingga membentuk butiran es yang semakin membesar.
Saat butiran es sudah terlalu besar, maka pergerakan massa udara naik tersebut tidak akan mampu lagi mengangkatnya sehingga butiran es akan jatuh ke permukaan bumi menjadi hail atau hujan es.
Strong updraft di suatu daerah dapat terbentuk dan terjadi akibat adanya pemanasan matahari yang intens (pemanasannya sangat optimal/kuat), antara pagi hingga siang hari dan dapat juga dipengaruhi oleh topografi suatu daerah.
Baca juga: Hujan Es di Kembangan Jakbar, Ini Penjelasan BMKG
2. Lower freezing level
Selain itu, terdapat lapisan yang tingkat pembekuan lebih rendah atau lower freezing level.
Pada fenomena hujan es, lapisan tingkat pembekuan mempunyai kecenderungan turun lebih rendah dari ketinggian normalnya.
Inilah yang membuat butiran es yang jatuh ke permukaan bumi tidak mencair sempurna.
Lapisan tingkat pembekuan merupakan lapisan pada tinggian tertentu diatas permukaan bumi dimana suhu udara bernilai nol derajat celsius.
Pada ketinggian ini, butiran air umumnya akan membeku menjadi partikel es.
Di Indonesia, umumnya lapisan tingkat pembekuan berada pada kisaran ketinggian antara 4-5 km di atas permukaan laut.
Baca juga: [HOAKS] Minum Air Es Setelah Makan Bikin Perut Buncit
Durasi hujan es
Hary menuturkan, hujan es bersifat sangat lokal dengan luasan berkisar 5-10 km dan waktu terjadinya singkat, sekitar 10 menit.
Fenomena hujan es, tutur Hary, lebih sering terjadi pada masa peralihan musim atau pancaroba. Adapun waktunya lebih sering di antara siang dan sore hari.
Ia menegaskan, hujan es tidak bisa diprediksi secara spesifik, hanya bisa diprediksi 0,5-1 jam sebelum kejadian jika melihat atau merasakan tanda-tandanya, dengan tingkat keakuratan kurang dari 50 persen.
Fenomena hujan es hanya berasal dari awan CB, tapi tak semua awan jenis ini menimbulkan hujan es atau hail.
“Kemungkinannya kecil untuk terjadi kembali di tempat yang sama dan dalam waktu yang singkat,” papar Hary.
Baca juga: Cuaca Ekstrem, Masjidil Haram Diguyur Hujan Es
Hal-hal yang perlu diantisipasi
Hary menyampaikan bahwa saat masa transisi atau pancaroba, frekuensi hujan lebat bahkan sangat lebat disertai kilat atau petir dan angin kencang berdurasi singkat.
Kondisi itu dapat dimungkinkan angin kencang tersebut berupa puting beliung.
- Jika hujan lebat, masyarakat dapat melakukan pengecekan dan pembersihan saluran air untuk mengantisipasi kejadian genangan maupun banjir, terutama di daerah aliran kali, daerah cekungan, maupun daerah pesisir.
- Masyarakat juga dapat mewaspadai longsor, terutama di wilayah-wilayah yang berada di daerah dengan tingkat pergerakan tanah tinggi seperti perbukitan, lereng-lereng dan pegunungan.
- Bagi masyarakat yang tengah berkendara, baik roda dua atau lebih, waspada terhadap jalan licin dan jarak pandang yang terbatas. Berlindung di bangunan yang kuat dan kokoh, tidak disarankan di bawah pohon.
- Sementara untuk mengantisipasi adanya kilat atau petir, maka dapat dilakukan pengecekan instalasi kelistrikan, baik rumah maupun bangunan lainnya.
- Masyarakat juga dapat merapikan bagian pohon-pohon besar dan tinggi untuk mengurangi beban berat pohon tersebut dan mengecek kualitas pohon terkait kelapukannya.
Baca juga: BMKG: Musim Hujan Datang Lebih Awal, Waspadai Potensi Bencana Hidrometeorologi
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.