Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Analisis Epidemiolog soal Penurunan Kasus Covid-19 di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT
Sejumlah tenaga kesehatan mengikuti upacara peringatan HUT Ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Selasa (17/8/2021). HUT Ke-76 Kemerdekaan RI tahun ini bertemakan Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Kasus positif Covid-19 di Indonesia terus mengalami penurunan sejak puncak lonjakan kasus yang terjadi pada gelombang kedua penularan virus corona.

Diberitakan Kompas.com, Jumat (22/10/2021), Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, penurunan kasus positif telah berlangsung selama 13 pekan berturut-turut.

"Kasus positif telah mengalami penurunan selama 13 minggu berturut-turut sejak lonjakan kedua. Lalu kasus positif mingguan per 17 Oktober 2021 sejumlah 6.826 kasus," kata Wiku.

Menurut Wiku, jumlah kasus positif saat ini menurun drastis dibandingkan jumlah kasus saat lonjakan kedua yaitu 350.273 kasus.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sementara itu, positifitvity rate juga turun drastis mencapai 0,56 persen setelah sempat mencapai 26,76 persen pada puncak kedua," ujar Wiku.

Baca juga: Imbauan agar Tetap Waspada meski Kasus Covid-19 Menurun di Mana-mana...

Faktor apa yang menyebabkan penurunan kasus Covid-19?

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, peningkatan dan penurunan kasus Covid-19 selalu bersifat multi-faktor atau tidak ada faktor tunggal.

"Kecuali ketika kenaikan atau penurunan itu drastis, ekstrem. Berarti ada faktor yang dominan, seperti misalnya kenaikan ketika (varian) Delta hadir di banyak negara," kata Dicky, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (22/10/2021).

Menurut Dicky, penurunan kasus positif Covid-19 yang terjadi di Indonesia saat ini belum tergolong drastis, tetapi memang ada faktor dominan yang mendorong terjadinya penurunan.

Analisis epidemiolog

1. Sebagian penduduk memiliki kekebalan

Ia mengatakan, faktor pertama yang mendorong terjadinya penurunan adalah data dari International Health Metrics yang menyatakan hampir 30 persen dari total penduduk Indonesia sudah terinfeksi sejak awal pandemi.

Sementara, pada puncak gelombang kedua yang terjadi pertengahan tahun ini, diperkirakan ada sekitar 10-15 persen penduduk yang memperoleh kekebalan setelah terinfeksi Covid-19.

"Kekebalan yang diraih dari para penyintas ini akan bertahan setidaknya 3 bulan, rata-rata 2-3 bulan," kata Dicky.

"Dan itu mereka menjadi barrier (benteng). Bukan berarti mereka berkontribusi pada herd immunity, karena ini (kekebalan) kan sementara," ujar dia.

2. Dampak vaksinasi

Faktor kedua, menurut Dicky, dampak dari cakupan vaksinasi Covid-19 di Indonesia.

Ia mengatakan, meski pada puncak kedua cakupan vaksinasi masih berada di kisaran 20 persen, namun cakupan tersebut cukup berperan dalam mencegah meluasnya penularan.

"Betul orang yang sudah divaksinasi masih bisa menularkan, tapi tidak seaktif atau seefisien orang yang enggak divaksinasi," jelas Dicky.

3. Keberhasilan PPKM

Dicky mengatakan, faktor ketiga yang turut berperan menurunkan kasus positif Covid-19 di Indonesia adalah kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

"Adanya strategi PPKM Darurat yang dilakukan itu berdampak (pada penurunan), dan dilanjut dengan dijaga dengan PPKM bertingkat, itu berdampak," ujar Dicky.

4. Kepatuhan masyarakat

Faktor lain yang tidak kalah penting, menurut Dicky, adalah kepatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan pencegahan penularan virus corona, seperti memakai masker.

"Pada saat masa puncak sampai sekarang, relatif di kota-kota besar patuh dalam masker itu juga berdampak," kata Dicky.

Mempertahankan penurunan kasus

Menurut Dicky, ada sejumlah catatan yang perlu diperhatikan agar capaian baik ini dapat terus dipertahankan.

Ia mengatakan, hal pertama yang harus terus dilakukan adalah menggenjot cakupan vaksinasi Covid-19.

"Bahkan harus lebih (merata) distribusinya. Karena ini (vaksinasi) masih banyak di aglomerasi, di dalam Jawa," kata Dicky.

"Nah ini PR untuk daerah luar Jawa, kelompok rawan dan berisiko, seperti lansia, komorbid, dan pekerjaan, itu harus menjadi prioritas," ujar dia.

Penurunan kasus ini juga sebaiknya tidak membuat pemerintah lengah dalam mengawasi PPKM bertingkat.

"Terus menjaga leveling PPKM ini dengan, tentu bukan di level 3-4, tapi di level 1 dan ini harus diliterasikan pada semua stakeholder bahwa PPKM ini adalah penjaga gawang, penjaga agar situasi tetap terkendali," jelas Dicky.

Dicky juga meminta pemerintah untuk terus meningkatkan kapasitas 3T (test, trace, and treat).

"Walaupun dikatakan sudah memenuhi standar, tapi itu standar minimal. Bukan standar yang adekuat. Standar adekuat itu bukan 1 orang dites per 1.000, tapi 4 plus," ujar dia.

"Kemudian testing tracing-nya itu juga harus sesuai eskalasi pandeminya. Nah ini yang belum, banyak daerah yang belum. Bahkan Jakarta pun masih tergolong harus ditingkatkan," kata Dicky.

Menurut Dicky, strategi 3T adalah pondasi untuk mengetahui indikator absolut pengendalian pandemi, seperti test positivity rate dan angka reproduksi efektif Covid-19.

Ia mengatakan, jika pondasi tersebut dibangun dengan valid, maka data indikator yang diperoleh juga akan valid.

"Nah ini yang sayangnya di mayoritas daerah kita belum. Sehingga ya suatu waktu bisa rapuh dan bobol," kata Dicky.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi