KOMPAS.com - Program vaksinasi Covid-19 di Indonesia masih terus berjalan, dengan banyaknya penerima suntikan terus bertambah setiap harinya.
Tujuan program vaksinasi saat ini adalah untuk melindungi orang-orang dari paparan virus, termasuk mengurangi penularan dan kemungkinan munculnya lebih banyak varian.
Sementara itu, sejumlah tenaga kesehatan Indonesia telah menerima vaksin booster atau vaksin dosis ketiga.
Baca juga: Pemerintah Siapkan Skenario Booster Vaksin Covid-19 untuk 2022
Masih dibutuhkan pendalaman lebih lanjut mengenai manfaat pemberian dosis ketiga terhadap peningkatan respons imun. Pemberian dosis ketiga, perlu dipantau untuk masalah keamanan.
Menurut Kementeiran Kesehatan (Kemenkes), saat ini pemberian vaksin booster hanya diperuntukkan bagi tenaga kesehatan.
Namun, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan pemberian vaksin ketiga kepada selain tenaga kesehatan.
Bagaimana pandangan WHO mengenai vaksin booster?
Melansir situs Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dosis booster diberikan kepada orang yang telah menyelesaikan serangkaian vaksinasi primer (tergantung dari vaksin yang digunakan, baik satu dosis atau dua dosis), dan seiring waktu kekebalan tubuh telah turun di bawah tingkat yang dianggap cukup.
Tujuan dari pemberian dosis booster adalah mengembalikan efektivitas vaksin dari yang dianggap tidak mencukupi lagi.
Sementara itu, dosis tambahan vaksin mungkin diperlukan sebagai bagian dari serangkaian vaksin primer yang diperluas untuk orang dengan tingkat respons imun standar tidak mencukupi.
Ini untuk mengoptimalkan atau meningkatkan respons imun untuk menetapkan tingkat efektivitas yang cukup terhadap penyakit.
Secara khusus, orang dengan kondisi immunoccompromised atau gangguan sistem imun sering gagal meningkatkan respons imun protektif setelah serangkaian vaksinasi standar, begitu juga orang dewasa yang lebih tua.
Baca juga: Vaksin Booster, Apakah Penting untuk Tubuh? Ini Penjelasan Dokter WHO
WHO menegaskan, saat ini pemberian vaksin diharapkan dapat melindungi seseorang dari rawat inap, mengembangkan penyakit yang parah, dan kematian.
Sehingga, dosis booster kemungkinan hanya diperlukan jika ada butki perlindungan yang tidak memadai terhadap penyakit ini dari waktu ke waktu.
Tingkat penurunan kekebalan dan kebutuhan dosis booster vaksin kemungkinan berbeda antar produk vaksin, target populasi, intensitas paparan, dan virus yang bersirkulasi, khususnya varian-varian yang menjadi perhatian.
Baca juga: Kriteria Vaksin Booster untuk Masyarakat Umum Menurut ITAGI
Alasan pemberian vaksin booster
1. Menurunnya kekebalanKorelasi antara kekebalan perlindungan maupun durasi perlindungan telah ditetapkan.
Studi menunjukkan korelasi antara kemanjuran atau efektivitas vaksin yang berbeda terhadap penyakit simtomatik dan rata-rata menetralkan titer antibodi yang diinduksi oleh vaksin tersebut dalam jangka pendek.
Tapi, tidak jelas apakah penurunan titer dari waktu ke waktu sejak vaksinasi menunjukkan penurunan efektivitas vaksin, terutama terhadap varian-varian yang menjadi perhatian.
Sementara data tentang imunogenisitas, beberapa vaksin menunjukkan bahwa antibodi bertahan setidaknya selama enam bulan, dan telah dilaporkan adanya penurunan antibodi penetralisir.
Meskipun mungkin terdapat perlindungan terhadap infeksi oleh SARS-CoV-2 yang hilang, perlindungan terhadap penyakit parah lebih tahan lama dipertahankan karena humoral anamnestik dan imunitas seluler.
Baca juga: Jokowi Ingin Booster Vaksinasi Covid-19 Mulai Disuntikkan Awal 2022
2. Efektivitas vaksin
Sebagian besar studi tentang durasi perlindungan merupakan studi observasional, meskipun seringkali sulit untuk ditafsirkan karena faktor pembaur.
Data yang muncul secara konsisten menunjukkan penurunan efektivitas vaksin terhadap infeksi dan bentuk Covid-19 yang lebih ringan dari waktu ke waktu.
Sehubungan dengan durasi perlindungan terhadap penyakit yang memerlukan rawat inap, data saat ini menunjukkan tingkat efektivitas yang tinggi secara keseluruhan, meskipun data bervariasi antar kelompok usia, populasi target, dan produk.
Sebagian besar infeksi diamati pada populasi yang tidak divaksinasi, dan jika infeksi terobosan terjadi pada orang yang divaksinasi, dilaporkan kelompok ini dalam banyak kasus kurang parah dibandingkan pada orang yang tidak divaksinasi.
Baca juga: Perbedaan Vaksin Booster dan Vaksin Dosis Ketiga
3. Pasokan vaksin dan pemerataanKeputusan kebijakan program vaksinasi nasional untuk menambahkan dosis booster harus mempertimbangkan kekuatan bukti mengenai perlunya dosis ini, keamanan dan efektivitasnya, serta ketersediaan vaksin secara global.
Menawarkan dosis booster untuk sebagian besar populasi ketika banyak yang belum menerima vaksin bahkan dosis pertama, dapat merusak prinsip kesetaraan nasional dan global.
Memprioritaskan dosis booster di atas kecepatan dan luasnya cakupan dosis awal juga dapat merusak prospek mitigasi global pandemi, dengan implikasi parah bagi kesehatan, kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat secara global.
WHO menegaskan, perlu kajian mengenai kebutuhan dosis booster, seperti tingkat keparahan penyakit, usia, komordibitas, kelompok risiko, paparan, jenis vaksin, dan waktu.
Baca juga: WHO: Booster Vaksin Covid-19 untuk Orang dengan Gangguan Sistem Kekebalan dan Lansia
Selain itu, diperlukan kajian mengenai khasiat, efektivitas, durasi perlindungan vaksin, hingga bukti-bukti tambahan dari studi imunologi tentang antibodi yang mengikat dan menetralkan dari waktu ke waktu.
Untuk sebagian besar vaksin yang terdaftar dalam penggunaan darurat, studi klinis skala kecil telah dilakukan yang menunjukkan kemampuan kuat untuk meningkatkan respons imun, mengikuti vaksinasi primer yang saat ini direkomendasikan.
Pertimbangan lainnya yaitu waktu optimal dari dosis booster, kemungkinan penghematan dosis untuk dosis booster, kebutuhan booster pada orang yang sebelumnya terinfeksi, spesifikasi dan prioritas populasi berisiko tinggi, kelayakan dan keberlanjutan program, serta permintaan masyarakat sebagai pertimbangan ekuitas.