Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapan Pandemi Covid-19 Berakhir? Simak, Ini Tanda-tandanya...

Baca di App
Lihat Foto
PEXELS/ANNA SHVETS
Ilustrasi pandemi Covid-19.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Presiden Joko Widodo untuk memutuskan apakah status pandemi Covid-19 sudah berakhir atau belum di akhir tahun 2021.

Hal ini terkait dengan bunyi Pasal 29 pada lampiran satu UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 yang sudah direvisi MK.

Disebutkan, undang-undang hanya berlaku dua tahun ketika Presiden Jokowi mengumumkan bahwa kasus Coivid-19 sudah menurun.

Baca juga: Jokowi Harus Umumkan Pandemi Berakhir atau Tidak Paling Lambat Akhir 2022, Ini Penjelasan Hakim MK

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, bisa kah Presiden menetapkan dan mencabut status pandemi?

Penjelasan Satgas Covid-19

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito menegaskan, selesai atau tidaknya status pandemi Covid-19 ditentukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).

Hal itu disampaikan Wiku menanggapi pernyataan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta Presiden Jokowi mengumumkan pandemi Covid-19 sudah selesai atau belum pada akhir tahun kedua sejak Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

"Yang menentukan status pandemi atau bukan adalah WHO," kata Wiku kepada Kompas.com, Sabtu (30/10/2021).

Wiku berharap semakin banyak negara dapat mengendalikan situasi Covid-19. Sehingga dapat membuat status pandemi segera dicabut.

Baca juga: Update Corona 2 November 2021: Kasus Covid-19 Indonesia Terendah sejak Mei 2020

Mahkamah Agung

 

Sebelumnya Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, Presiden Jokowi harus mengumumkan pandemi Covid-19 selesai atau belum pada akhir tahun kedua sejak undang-undang penanganan pandemi dikeluarkan.

Ketua MK Anwar Usman mengatakan, pengumuman tersebut akan menentukan apakah UU Nomor 2 Tahun 2020 akan tetap berlaku atau tidak.

Hal itu tertuang dalam Pasal 29 pada lampiran UU Nomor 2 Tahun 2020 yang sudah direvisi MK. Dalam revisi itu disebutkan bahwa UU Nomor 20 Tahun 2020 hanya berlaku selama dua tahun saat Presiden Joko Widodo mengumumkan pandemi Covid-19 telah berakhir.

Jika dihitung, tahun kedua berlakunya UU tersebut akan jatuh pada akhir tahun 2021.

"Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangan dan harus dinyatakan tidak berlaku lagi sejak Presiden mengumumkan secara resmi bahwa status pandemi Covid-19 telah berakhir di Indonesia dan status tersebut harus dinyatakan paling lambat akhir tahun kedua," kata Anwar dalam sidang putusan yang disiarkan secara daring, Kamis lalu.

Namun, apabila pada akhir tahun 2021 pandemi belum usai, UU tersebut masih tetap berlaku.

Baca juga: Satgas Covid-19: Yang Tentukan Status Pandemi adalah WHO

 

Penjelasan epidemiolog

Penegasan soal pencabutan status pandemi hanya dapat dilakukan oleh WHO juga diungkapkan epidemiolog dari Griffith Universitu, Australia, Dicky Budiman.

Dicky mengatakan, dalam menetapkan status pandemi (public health emergency international concern) ada rujukannya dalam internasional health regulation 2005.

"Hal itu menjadi semacam save guard global security dan indonesia meratifikasi sebagai anggota WHO, konvensi, perjanjian, kesepakatan global, artinya terikat pada itu," kata Dicky kepada Kompas.com, Selasa (2/11/2021).

Lalu, apa saja kriteria status pandemi bisa dicabut?

Dicky menjelaskan beberapa kriteria yang ada untuk dapat menyebut apakah suatu pandemi terkendali atau belum.

1. Kasus baru rendah

Salah satu indikasi pandemi mereda adalah rendahnya kasus penularan di masyarakat. Kriteria kasus rendah adalah di bawah 10 kasus/100.00 jiwa per hari.

"Misalnya 2 kasus infeksi baru/100.000 jiwa/hari, itu sudah terkendali. Tapi tidak boleh terkonsentrasi pada satu wilayah saja, harus tersebar," ujar Dicky.

2. Positivity Rate rendah

Selanjutnya adalah tingkat positivitas yang rendah, yakni di bawah 1 persen. Angka positivity rate adalah perbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dengan jumlah tes yang dilakukan.

Angka positifitas rendah ini diperlukan untuk memastikan bagaimana kualitas pengujian dan pelacakan yang ada.

Karena pelacakan juga pengujian inilah yang pada akhirnya digunakan untuk mendapatkan angka X kasus baru/100.000 jiwa/ hari di masyarakat.

Baca juga: Jokowi Harus Putuskan Status Pandemi Selesai atau Tidak Akhir 2021, Epidemiolog: Keputusan di WHO

 

3. Proteksi memadai

Indikator yang ketiga adalah sudah terbentuknya proteksi yang memadai di tengah masyarakat atau herd immunity atau kekebalan kelompok. 

Artinya lebih banyak masyarakat yang dapat terlindungi dari potensi penularan virus. Hal itu bisa terjadi apabila tingkat vaksinasi terus meningkat. 

Dicky mengatakan, negara juga harus mengantisipasi ketika varian Delta atau potensi varian lain muncul.

Sehinggga apabila hal tersebut terjadi di masyarakat sudah terbentuk proteksi yang cukup memadai.

"Ambang batas dari herd immunity yang sudah terbentuk di masyarakat, yakni cakupan vaksinasi 80 persen, atau bagusnya di atas 85 persen," jelas Dicky.

4. Terjadi di wilayah yang luas

Terakhir, untuk dapat disebut pandemi berakhir, semua prasayat tadi harus sudah ditemukan di cakupan wilayah yang luas, tidak hanya di satu negara namun hingga banyak negara atau benua. 

"Misalnya benua Eropa, mayoritas negara di Eropa, sebagian negara di Amerika, Asia, juga Australia. Itu sudah bisa dicabut," lanjutnya

Tak hanya sesaat, kondisi-kondisi di atas juga harus terjadi selama beberapa waktu tertentu.

"Harus dalam minimal 3 bulan berturut-turut, atau setidaknya lebih dari 28 hari, konsisten data-data menunjukkan penurunan. Saat itulah levelnya (turun) ke endemi," jelas Dicky.

Baca juga: Update Corona 2 November 2021: Kasus Covid-19 Indonesia Terendah sejak Mei 2020

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi