Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jurnalis
Bergabung sejak: 11 Apr 2017

Jurnalis

Harga Tes PCR Ternyata Bisa Hanya Rp 10.000

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
Warga menjalani tes usap polymerase chain reaction (PCR) COVID-19 di Rumah Sakit Baiturrahim, Jambi, Selasa (26/10/2021). Presiden Joko Widodo meminta agar harga tes usap PCR turun menjadi Rp300 ribu dengan masa berlaku 3x24 jam untuk penumpang pesawat udara. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww.
Editor: Heru Margianto

BIAYA tes PCR gaduh. Selama pandemi, baya tes PCR turun empat kali. Semula Rp 2.500.000, turun jadi Rp 900.000, turun lagi Rp 500.000, dan terakhir Rp 300.000.

Saya menelusuri, ternyata dimungkinkan harganya hanya Rp 10.000. 

Baca juga: Alasan Harga PCR Bisa Turun hingga Rp 275.000 Menurut Kemenkes

Pertanyaannya tentu saja kenapa harga di awal begitu mahal? Lalu, kenapa baru turun sekarang? Kenapa juga ada perbedaan signifikan dari negara-negara lain seperti India dan negara ASEAN yang sejak beberapa bulan lalu harganya lebih murah dari Rp 500.000.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada pula pertanyaan, berapa sih harga tes PCR sebenarnya?

Di antara seluk-beluk pertanyaan tersebut, muncul informasi yang diungkap pertama kali oleh majalah Tempo. Konglomerat, politisi, hingga pejabat ikut berbisnis laboratorium tes PCR.

Dua nama pejabat disebut: Menteri Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir.

Luhut disebut terkait dengan tes PCR melalui afiliasi anak perusahaan miliknya, PT Toba Bumi Energi. Sementara itu, Erick Thohir lewat perusahaan milik kakak kandungnya, Garibaldi Thohir, yaitu Yayasan Kemanusiaan Adaro.

Keduanya telah membantah soal ini. Luhut mengklarifikasi melalui akun Instagram @Luhut.Pandjaitan. Ia mengatakan,

“Saya tidak pernah sedikit pun mengambil keuntungan pribadi dari bisnis yang dijalankan PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).

Partisipasi yang diberikan melalui Toba Bumi Energi merupakan wujud bantuan yang diinisiasi oleh rekan-rekan saya dari Grup Indika, Adaro, Northstar, dan lain-lain untuk membantu penyediaan fasilitas tes COVID-19 dengan kapasitas yang besar.

Bantuan melalui perusahaan tersebut merupakan upaya keterbukaan yang dilakukan sejak awal.

Saya juga selalu mendorong agar harga tes PCR bisa diturunkan sehingga dapat terus menjangkau masyarakat yang membutuhkan.”

Baca juga: Luhut Bantah Tuduhan Terlibat Bisnis Tes PCR

Sementara itu, Erick melalui Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyampaikan,

“Di Yayasan Kemanusiaan Adaro ini, Pak Erick Thohir sejak jadi menteri tidak aktif lagi di urusan bisnis dan yayasan seperti itu. Jadi sangat jauh lah dari keterlibatan atau dikaitkan dengan Pak Erick Thohir. Apalagi dikatakan main bisnis PCR. Jauh sekali,” ujar Arya kepada wartawan, pekan lalu.

Baca juga: Stafsus Menteri BUMN Bantah Erick Thohir Terlibat Bisnis Tes PCR

Berapa sih harga PCR yang wajar?

Lepas dari polemik orang-orang yang terlibat dalam bisnis ini, sebenarnya berapa sih harga tes PCR yang wajar?

Saya mencoba mencari tahu langsung ke Gabungan Pengusaha Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab). Saya menemui Sekjen Gakeslab Randy Teguh.

Ada informasi mengejutkan yang saya dapat. Randy menyebutkan, biaya tes PCR tidak terkait langsung dengan peralatan untuk tes PCR, seperti baju hazmat, batang pengambil sampel, dan sejumlah lainnya.

Biaya tes PCR terkait dengan mesin dan reagen. Mesin dan reagen ini seumpama printer dan tinta. Tidak bisa digunakan tanpa salah satunya. 

Harga mesin PCR mencapai ratusan juta rupiah. Bisa digunakan dalam jangka panjang. Sementara itu, harga reagen bervariasi: belasan, puluhan, hingga ratusan ribu rupiah di awal pandemi. Di awal pandemi harga reagen tinggi karena susah didapat. 

Lalu, berapa harga tes PCR sebenarnya? 

"Rp 10.000 pun bisa," jawab Randy.

"Lho, kenapa bisa semurah itu?" tanya saya lagi.

"Jika dilakukan kerja sama operasi, alias skema bisnis tertentu," terang Randy.

Kuncinya adalah pada efektivitas penggunaan mesin PCR. Jika mesin digunakan sendiri dan waktu operasionalnya terbatas, tentu pebisnis akan menaikkan harga untuk mengejar modal kembali. 

Namun, jika mesin bisa digunakan bersama dan waktu operasi bisa maksimal maka harga tes PCR bisa ditekan.

Oleh karena itu, perlu dicari model bisnis kolaboratif yang bisa memaksimalkan mesin-mesin PCR yang ada. 

PCR ini memang bisnis luar biasa besar. ICW dan Koalisi Masyarakat Sipil menghitung keuntungan dari bisnis PCR selama sekitar setahun terakhir pandemi mencapai lebih dari Rp 10 triliun.

Meskipun tak bisa dilepaskan dari aspek bisnis, PCR punya dimensi kepentingan publik dan kepentingan nasional. Oleh karena itu, harga paling murah perlu diupayakan. 

Saya Aiman Witjaksono.
Salam!

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi