Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Terawang Gunungan Wayang Kulit

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Ki Asman Budi Prayitno memberikan materi tokoh pewayangan kepada anak-anak yang berlatih mendalang wayang kulit di Sanggar Nirmalasari, Cinere, Depok, Jawa Barat, Minggu (14/3/2021). Setelah terhenti selama satu tahun dua bulan karena pandemi, sanggar yang mengajarkan seni pedalangan untuk anak-anak ini kembali dibuka seminggu sekali dan dibagi menjadi tiga sesi pertemuan.
Editor: Heru Margianto

DESAIN wayang kulit merupakan warisan peradaban seni rupa Nusantara tiada dua di jagad raya. Satu di antara desain wayang kulit yang menggetar sukma saya adalah apa yang disebut sebagai gunungan.

Geometris

Desain gunungan merupakan suatu bentuk geometris yang tidak dikenal di ilmu geometri tradisional Barat.

Sang Bapak Geometri, Euklid tidak memiliki sebutan untuk bentuk geometris gunungan yang mulai dari segi tiga sampai ke elips bercampur-baur menjadi suatu kesatuan sama halnya mahakarya kuliner yang disebut sebagai gado-gado.

Bentuk gunungan bisa saja disebut sebagai fraktal sesuai gagasan Mandelbrot untuk bentuk-bentuk geometris natural.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gunungan layak masuk ke dalam kategori metageometrika yang apabila belum ada perlu diadakan khusus untuk gunungan.

Di dalam pergelaran wayang kulit, ki dalang mendayagunakan gunungan sebagai aneka ragam sifat tujuan mulai dari perpindahan babak kisah sampai ke lambang istana mau pun hutan atau badai topan dan tentu saja gunung itu sendiri atau apa saja sesuai kehendak ki dalang.

Daya fantasi ki dalang dalam berhak-asasi subjektif mendayagunakan gunungan justru merupakan daya tarik tersendiri bagi para penonton.

Penancapan

Gunungan ditancapkan di pakeliran secara tegak pada waktu pembukaan, awal mau pun akhir gara-gara bahkan juga pada saat berakhirnya seluruh pergelaran.

Gunungan melukiskan tahapan kehidupan yaitu Tanam Tuwuh yang kerap disebut sebagai pohon Kalpataru sebagai pohon kehidupan.

Desain satwa di dalam gunungan berkisah tentang jenis-jenis satwa yang hidup di pulau Jawa serta pintu gapura menggambarkan penjaga nurani manusia.

Burung melambangkan manusia harus membuat dunia dan alam semesta menjadi indah dalam spiritual maupun material.

Banteng melambangkan manusia harus kuat, lincah, ulet dan tanguh.

Kera menggambarkan manusia harus mampu memilih dan memilah antara baik-buruk, manis-pahit seperti halnya kera pintar memilih buah yang baik, matang dan manis, sehingga diharapkan manusia bertindak bener tur pener.

Harimau sebagai perlambang manusia harus menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri (punya jati diri) sehingga harus mampu bertindak bijaksana dan mampu mengendalikan nafsu serta hati nurani untuk menuju yang lebih baik dan maju, sehingga bisa bermanfaat untuk diri sendiri, orang lain dan alam semesta.

Apabila manusia tidak mampu menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dan tidak mampu mengendalikan diri sendiri akan berakibat fatal dan semua akan hancur musnah seperti halnya gunungan wayang bila dibalik akan menjadi berwarna merah menyala bak kebakaran.

Naga ditafsirkan sebagai proses gerak alam semesta.

Gambar kepala raksasa adalah manusia dalam kehidupan sehari-hari mempunyai sifat rakus, jahat seperti setan.

Banaspati pada latar belakang mengindikasikan hidup di dunia ini penuh godaan dan marabahaya yang setiap saat rawan mengancam keselamatan manusia.

Samudera simbol pikiran manusia nan luas seolah tanpa batas.

Joglo merupakan lambang rumah atau negara yang di dalamnya hadir kehidupan yang Insya Allah aman, tenteram, dan bahagia.

Tafsir

Pendek kata gunungan terbuka lebar bagi tafsir baik yang sudah ada mau pun yang belum maka akan ada sama halnya dengan segala sesuatu di alam semesta ini.

Para dalang dipersilakan menafsirkan makna gunungan sesuai kehendak serta selera masing-masing.

Gunungan justru merupakan tantangan bagi para dalang untuk secara terus menerus serta berkelanjutan mengerahkan segenap daya kreativitas imajinatif serta energi fantasi masing-masing dalam mempersembahkan sentuhan sampai gebrakan dramaturgi ke dalam setiap pergelaran wayang kulit.

Dengan gunungan, pergelaran wayang kulit siap menjelajah ke universe kemudian multiverse dan kini metaverse seperti penjelajahan Mark Zuckerberg yang kini mengganti nama perusahaan Facebook menjadi Meta.

Mohon dimaafkan bahwa akibat saya bukan pakar, ahli, ilmuwan apalagi pelaku wayang maka tentu saja daya tafsir saya terhadap gunungan sama sekali bukan pakem sambil tidak ilmiah sebab sekadar emosional berdasar kekaguman subyektif saya pribadi terhadap apa yang disebut sebagai gunungan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi