Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Doktor Sosiologi
Bergabung sejak: 13 Des 2017

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Cita-cita Jokowi di COP26 dan Retorika Pertambangan Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/JOJON
Kendaraan truk melakukan aktivitas pengangkutan ore nikel ke kapal tongkang di salah satu perusahaan pertambangan di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Rabu (6/11/2019).
Editor: Heru Margianto

PRESIDEN Joko Widodo baru saja menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) perubahan iklim Conference of the Parties ke-26 atau COP26 di Glasglow, Skotlandia akhir Oktober lalu.

Pada forum yang menghadirkan para pemimpin dunia untuk membangun komitmen bersama dalam memerangi perubahan iklim tersebut, presiden menegaskan kontribusi Indonesia dalam penanganan perubahan iklim.

Beliau mendemonstrasikan prestasi Indonesia yang telah berhasil menurunkan laju deforestasi hingga terendah dalam 20 tahun terakhir.

Indonesia juga disebutkan sedang intens membangun ekosistem mobil listrik berbasis baterai dengan bahan dasar nikel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini adalah langkah konkret Indonesia dalam mendukung transisi global menuju energi yang lebih ramah lingkungan.

Akan tetapi pengakuan ini perlu dilihat lebih mendalam dan menyeluruh.

Perusahaan tambang dan masalah lingkungan

Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa daerah-daerah yang kaya nikel, seperti Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di tengah kontraksi ekonomi provinsi lainnya sepanjang 2020.

Pada triwulan II 2021, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara juga mencatatkan pertumbuhan tinggi masing-masing 15,39 persen dan 16,89 persen yoy.

Namun demikian, daerah penghasil nikel utama tersebut juga tengah menghadapi ancaman kerusakan lingkungan yang masif akibat eksploitasi nikel yang tidak terkendali.

Penggalian nikel telah menyebabkan pencemaran lingkungan dan menggerus daya dukung ekologi. Pulau Maniang di Kolaka misalnya kabarnya ditinggalkan begitu saja oleh sebuah perusahaan tambang yang mengeksploitasi wilayah itu sejak 1959 tanpa rehabilitasi.

Di Halmahera Timur, sebuah perusahaan penghasil nikel utama di Indonesia disuarakan pegiat lingkungan telah merusak Pulau Maba dengan menggali nikel tanpa ada langkah pemulihan lahan.

Perusahaan-perusahaan lain juga tidak jauh berbeda. Konawe, Konawe Utara, dan Morowali sedang dilanda kehancuran lingkungan akibat aktivitas pertambangan nikel.

Laut yang dulunya biru belakangan berubah warna menjadi cokelat kemerahan akibat erosi lahan-lahan bekas tambang. Akibatnya, muncul keluhan nelayan semakin sulit mencari ikan.

Masyarakat juga mulai familiar dengan banjir yang semakin sering terjadi.

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir misalnya, Konawe Utara telah mengalami banjir bandang setidaknya delapan kali.

Terbaru, banjir bandang yang dipicu oleh limpahan debit air dari kolam bekas tambang yang menerjang 4 Desa dari 3 Kecamatan di kabupaten ini pada awal Juli yang lalu menyebabkan kerugian materil yang tidak sedikit.

Degradasi lingkungan adalah beban yang harus ditanggung oleh negara dan juga masyarakat serta alam itu sendiri.

Jika ini terus berlangsung, pertumbuhan hari ini akan berbalik menjadi beban ekonomi dan bencana lingkungan di masa depan.

Sementara itu, hingga saat ini nyaris tidak ada perusahaan tambang yang diberhentikan (suspended) karena dianggap telah merusak lingkungan.

Perusahaan bahkan tidak pernah sekali pun sekadar mendapatkan peringatan jika mereka tidak melakukan rehabilitasi lahan bekas tambang.

Pemerintah seolah lumpuh karena telah terkooptasi secara sempurna oleh korporasi. Negara gagal mengimbangi agresivitas modal dan birokrasi yang kesannya cenderung hanyut dengan segala kemewahan yang diterima sebagai ekses dari kapital yang berkeliaran.

Padahal mata seluruh dunia sedang mengamati ini dengan jelas.

Asimetri kekuasaan

Apa yang terjadi hari ini adalah produk dari power asymmetry (asimetri kekuasaan) dalam tata kelola mineral.

Kekuasaan secara de facto didominasi oleh para pemilik modal yang pragmatis, sementara negara cenderung gamang, bahkan kesannya tidak berdaya mengendalikan arah pembangunan yang sifatnya jangka panjang dan berkelanjutan.

Asimetri kekuasaan muncul terutama karena pemerintah miskin keterampilan dan pengetahuan mengenai sumberdaya alam yang mereka kuasai, nilai sumberdaya tersebut serta kompleksitas manajemen publik di sektor strategis ini.

Sementara itu, agenda korporasi terus memimpin saluran informasi dan penguasaan pengetahuan. Fenomena ini adalah cikal bakal kutukan sumber daya pada era modern.

Asimetri kekuasaan tersebut dapat diidentifikasi dalam tataran praktis. Kapasitas pengetahuan perusahaan selalu mumpuni untuk menjustifikasi perusakan lingkungan.

Mereka selalu mampu meyakinkan pemerintah untuk dapat terus menunda kegiatan reklamasi bekas lahan tambang-entah sampai kapan.

Birokrasi yang diwakili inspektur tambang tidak memiliki kapasitas dan kompetensi yang memadai sebagai petugas pemeriksa aspek keselamatan dan lingkungan hidup di sektor tambang.

Akibatnya, kabarnya selalu muncul ruang-ruang negosiasi yang berlangsung di cafe-cafe, restoran, atau bahkan tempat karaoke.

Pemeriksaan lapangan selanjutnya pun hanya sebatas formalitas untuk memenuhi kebutuhan administrasi.

Hingga terdengar tudingan yang perlu diklarifikasi kebenarannya bahwa alat negara tersebut selalu pulang dengan gratifikasi yang lebih dari cukup, meninggalkan bekas-bekas lahan tambang yang telantar dan masyarakat yang semakin menderita.

Tudingan bentuk interaksi seperti ini kabarnya sudah menjadi kelaziman, dan jika benar secara tidak sadar merepresentasikan dominasi korporasi dalam asimetri kekuasaan.

Langkah strategis dan berani 

Semua profil ini pada prinsipnya menegasikan pernyataan dan komitmen Presiden Joko Widodo pada COP 26 tersebut. Karena itu, banyak pihak bereaksi dengan menuduh pernyataan di forum tersebut omong kosong.

Untuk itu, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis dan berani, jika benar-benar ingin mengantar Indonesia sebagai pemain utama dalam melawan perubahan iklim dunia.

Ini sekaligus menjadi agenda negara untuk mengakselerasi kejahteraan rakyat melalui pengelolaan sumber daya alam secara ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Kunci dari komitmen ini adalah reformasi tata kelola sumber daya mineral secara mendasar. Peningkatan kapasitas birokrasi melalui penguasaan dan penerapan teknologi dalam perlindungan lingkungan mutlak diperlukan.

Misalnya, pengawas pertambangan harus beralih menggunakan teknologi penginderaan jauh untuk memantau kegiatan pertambangan, bukan hanya produksi, tetapi juga keberhasilan kegiatan reklamasi dan rehabilitasi lahan secara rinci.

Bukti-bukti pemantauan tersebut harus terdokumentasi dengan baik dan transparan hingga dapat diakses oleh berbagai pihak.

Dokumentasi tersebut kemudian harus menjadi rujukan bagi pemerintah untuk menyetujui (atau tidak) rencana penambangan perusahaan setiap tahun.

Pemerintah juga harus berani membatasi laju bukaan tambang jika perusahaan tidak mampu menunjukkan keberhasilan program reklamasi yang seimbang.

Dalam tataran yang lebih lanjut, kalkulasi ini hendaknya menjadi dasar bagi pemerintah untuk memberikan penghargaan bagi perusahaan yang ramah lingkungan, dan sebaliknya, menjadi bukti bagi mereka yang lalai sehingga dan harus diberi sanksi.

Agenda ini harus dilakukan secara sistematis, dan disertai dengan implementasi lapangan yang konsisten.

Ini adalah langkah awal menuju wajah baru Indonesia sebagai negara yang ramah terhadap investasi hijau di sektor sumberdaya alam, seperti cita-cita yang disiratkan oleh presiden kita pada forum COP26.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi