KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada empat tokoh Indonesia.
Diberitakan Kompas.com, Rabu (10/11/2021) penganugerahan gelar tersebut dilaksanakan pada upacara peringatan Hari Pahlawan 10 November di Istana Negara.
Keputusan mengenai pemberian gelar itu dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 109 dan 110 TK Tahun 2021 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Jasa.
"Menganugerahkan gelar pahlawan nasional dan tanda kehormatan bintang jasa kepada yang namanya tersebut dalam lampiran keputusan ini sebagai penghargaan atas jasa-jasanya sesuai ketentuan syarat khusus dalam rangka memperoleh gelar pahlawan nasional dan tanda kehormatan bintang jasa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang," demikian petikan Keppres yang dibacakan oleh Sekretaris Militer Presiden Tonny Harjono dalam upacara.
Keppres tersebut ditetapkan Presiden Jokowi pada 25 Oktober 2021.
Keempat tokoh yang mendapat gelar pahlawan nasional yakni Tombolotutu dari Sulawesi Tengah, Sultan Aji Muhammad Idris dari Kalimantan Timur, Usmar Ismail dari DKI Jakarta, dan Raden Aria Wangsakara dari Banten.
Baca juga: Sepak Terjang Ruhana Kuddus, Penerima Gelar Pahlawan Nasional 2019
Profil dan sepak terjang empat pahlawan nasional baru
Berikut profil empat pahlawan nasional tersebut:
1. Profil Tombolotutu, tokoh pejuang SultengDiberitakan Kompas.com, 29 Oktober 2021, Tombolotutu merupakan tokoh yang terpandang.
Ia adalah salah satu raja di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Sebagai raja, Tombolotutu turut menjadi garda terdepan dalam garis perlawanan menghadapi penjajah Belanda kala itu.
Baca juga: Sejak 1958, 10 November Ditetapkan sebagai Hari Pahlawan
Dikutip dari situs Pemkab Parigi Moutong, untuk menghadapi perlawanan Tombolotutu, Belanda sampai harus mengerahkan Marsose.
Marsose merupakan pasukan khusus atau pasukan elite Belanda yang pernah diturunkan saat Perang Diponegoro dan Perang Aceh.
Kala itu, pasukan Marsose yang diturunkan untuk menumpas perlawanan Tombolotutu kurang lebih berjumlah 170 pasukan.
Baca juga: Deretan Perayaan Unik di Hari Pahlawan
Diberitakan Kompas.com, 29 Oktober 2021, Sultan Aji Muhammad Idris merupakan Sultan ke-14 dari Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura.
Ia memerintah kesultanan ini sejak 1735-1778.
Dalam riwayat perjalanan Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura, Sultan Aji Muhammad Idris merupakan sultan pertama yang menyandang nama bernuansa Islam.
Sultan Aji Muhammad Idris adalah cucu menantu dari Sultan Wajo La Madukelleng yang berangkat ke Tanah Wajo, Sulawesi Selatan.
Baca juga: Mengenang Sosok Bung Hatta, dari Sepatu Bally hingga Tak Mau Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Di Wajo, Sultan Aji Muhammad Idris turut bertempur bersama rakyat Bugis melawan Veerenigde Oostindische Compagnie (VOC), kongsi dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda.
Dengan gagah berani, Sultan Aji Muhammad Idris terlibat dalam pertempuran melawan VOC.
Namun, dalam pertempuran itu, Sultan Aji Muhammad Idris gugur di medan perang.
Baca juga: Tak Sembarangan, Ini Syarat Seseorang Bisa Dimakamkan di TMP Kalibata
Diberitakan Kompas.com, 28 Oktober 2021, Usmar Ismail merupakan pria kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, 20 Maret 1921.
Ia dikenal sebagai bapak perfilman Indonesia karena karya-karyanya yang apik.
Sepanjang kariernya, Usmar Ismail telah membuat lebih dari 30 film.
Beberapa film produksi Usmar Ismail yang terkenal yakni Pedjuang (1960), Enam Djam di Djogja (1956), Tiga Dara (1956), dan Asrama Dara (1958).
Baca juga: Mengenang Pertempuran Surabaya, Cikal Bakal Peringatan Hari Pahlawan
Tak hanya itu, film arahan Usmar Ismail berjudul Darah dan Doa (The Long March of Siliwangi) yang diproduksi 1950 menjadi film pertama yang secara resmi diproduksi oleh Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat.
Hari pertama syuting film tersebut kemudian diresmikan menjadi Hari Film Nasional oleh Presiden ke-3 BJ Habibie bersama Dewan Film Nasional.
Usmar Ismail mengembuskan napas terakhirnya pada 2 Januari 1971 karena sakit yag dideritanya.
Untuk mengenang jasa Usmar Ismail, pemerintah mengabadikan sebuah gedung perfilman yang diberi nama Pusat Perfilman Usmar Ismail di Kuningan, Jakarta Selatan.
Baca juga: Kisah Pengambilan Jasad 7 Pahlawan Revolusi di Sumur Lubang Buaya
Diberitakan Kompas.com, 29 Oktober 2021, dalam sejumlah literatur yang bercerita tentang Babad Tangerang dan Babad Banten disebutkan, Wangsakara merupakan keturunan Raja Sumedang Larang, Sultan Syarif Abdulrohman.
Bersama dua kerabatnya, yakni Aria Santika dan Aria Yuda Negara, Wangsakara lari ke Tangerang karena tidak setuju dengan saudara kandungnya yang malah berpihak kepada VOC.
Wangsakara kemudian menetap di tepian Sungai Cisadane dan diberi kepercayaan oleh Sultan Maulana Yusuf, pemimpin Kesultanan Banten kala itu, untuk menjaga wilayah yang kini dikenal sebagai Tangerang, khususnya wilayah Lengkong, dari pendudukan VOC.
Baca juga: Resmi Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional, Ini Profil Prof Dr Sardjito
Kegigihan rakyat Lekong di bawah kepemimpinan Raden Aria Wangsakara yang melakukan pertempuran selama tujuh bulan berturut-turut itupun membuahkan hasil.
VOC gagal merebut wilayah Lengkong yang berhasil dipertahankan oleh Wangsakara dan para pengikutnya.
Wangsakara sendiri gugur pada 1720 di Ciledug dan dimakamkan di Lengkong Kyai, Kabupaten Tangerang.
Baca juga: Tak Sembarangan, Ini Syarat Seseorang Bisa Dimakamkan di TMP Kalibata
(Sumber: Kompas.com/Fitria, Chusna Farisa, Achmad Nasrudin Yahya | Editor: Bayu Galih, Icha Rastika)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.