Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kilas Balik Tanaman Porang, Komoditas Ekspor Unggulan yang Kini Harganya Terjun Bebas

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN
Kegiatan panen perdana tanaman porang yang dilakukan petani Cianjur, Jawa Barat. Petani mengaku untung besar karena nilai jualnya yang tinggi di pasaran saat ini.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Sempat digadang-gadang menjadi komoditas ekspor bernilai tinggi, petani porang kini justru mengeluhkan harga jual tanaman tersebut yang anjlok.

Diberitakan Kompas.com, Senin (8/11/2021) Giyono, salah seorang petani porang asal Desa Bayu, Kecamatan Songgon, Banyuwangi mengatakan, harga jual tanaman dengan nama Latin Amorphophallus muelleri itu saat ini terjun bebas menjadi Rp 6.000 per kilogram.

Padahal, menurut Giyono, tahun lalu harga jual tanaman porang masih berada di kisaran Rp 12.000-Rp 13.000 per kilogram.

"Tahun lalu itu kisaran Rp 12.000-Rp 13.000. Saat ini anjlok hingga Rp 5.000-Rp 6.000 per kilogram," kata Giyono.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Jokowi Sebut Porang Bisa Gantikan Beras, Mana yang Lebih Sehat?

Porang digadang-gadang jadi ekspor unggulan

Harga jual tanaman porang yang anjlok ini terbilang mengejutkan.

Pasalnya, tanaman porang sempat digadang-gadang Presiden Joko Widodo menjadi komoditas ekspor unggulan.

Melalui unggahan akun Instagram resmi, 19 Agustus 2021, Presiden Jokowi mengatakan bahwa porang bisa menjadi komoditas ekspor unggulan jika digarap dengan serius.

"Tanaman ini bakal jadi komoditas ekspor andalan baru dari Indonesia jika kita serius menggarapnya," ujar Jokowi.

"Bayangkan, satu hektar lahan dapat menghasilkan 15 - 20 ton porang. Pada musim tanam pertama para petani dapat menghasilkan hingga Rp 40 juta dalam 8 bulan. Nilainya sangat besar, pasarnya masih terbuka lebar," lanjut dia.

Baca juga: Disebut Jokowi Makanan Masa Depan, Ini Potensi dan Kegunaan Tanaman Porang

Baca juga: Apa Itu Tanaman Porang dan Apa Manfaatnya?

Sebelum dilirik sebagai komoditas unggulan, porang awalnya hanya dianggap tidak lebih dari tumbuhan liar yang lazim ditemukan di sela-sela pepohonan hutan

Bahkan, tanaman yang juga sering tumbuh liar di pekarangan rumah itu juga dianggap masyarakat sebagai makanan ular.

Lantas, sejak kapan porang mulai dilirik sebagai komoditas unggulan?

Awal mula porang sebagai komoditas unggulan

Diberitakan Kompas.com, 18 Juni 2019, porang mulai dilirik sebagai komoditas unggulan setelah kisah seorang pemulung yang sukses membudidayakan tanaman tersebut viral dan menjadi perbincangan masyarakat.

Kesuksesan Paidi, sosok pemulung yang tinggal di Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun membudidayakan porang hingga beromset miliaran menarik perhatian banyak orang.

Awal mula Paidi mengenal porang saat bertemu dengan teman satu panti asuhan di Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun pada 2009.

Baca juga: Bikin Petani Madiun Untung Ratusan Juta, Apa Keistimewaan Tanaman Porang?

Di rumah temannya, Paidi dikenalkan tanaman porang yang dibudidayakan warga setempat.

"Setelah saya cek, ternyata porang menjadi bahan makanan dan kosmetik yang dibutuhkan perusahaan besar di dunia," ungkap Paidi.

Setelah belajar dari temannya, Paidi kemudian mencari berbagai informasi tentang porang di internet. Ia akhirnya sadar bahwa porang merupakan kebutuhan dunia.

Umbi dari porang, banyak dicari di pasaran luar negeri seperti Jepang, China, Taiwan, dan Korea untuk bahan baku kosmetik, obat, hingga bahan baku ramen.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Porang, Kerabat Bunga Bangkai yang Memiliki Nilai Jual Tinggi

Paidi mengatakan, omset dari budidaya porang miliknya sudah mencapai miliaran rupiah.

Sementara itu, Kepala Desa Kepel Sungkono menyatakan, banyak warganya ikut menanam porang karena terinspirasi dengan kisah sukses Paidi.

Hampir 85 persen warga di Desa Kepel menanam porang.

Warga tertarik menanam porang karena harganya yang terus naik dan penanamannya yang lebih mudah.

“Tahun lalu (2018) penjualan porang di desa kami tembus hingga Rp 4 miliaran. Warga yang memiliki lahan seluas satu hektar bisa meraih untung hingga Rp 110 juta,” kata Sungkono.

Baca juga: Lebih Jauh soal Porang, Tanaman yang Bikin Paidi Jadi Miliarder

Kisah sukses budidaya porang

Diberitakan Kompas.com, 16 April 2021, kisah sukses budidaya porang juga datang dari Sujito, warga Desa Durenan, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun, Jawa Timur,

Dulu Sujito bekerja di Papua dan Kalimatan. Namun, karena pendapatannya pas-pasan, Sujito akhirnya memilih kembali ke kampung halaman pada 2016.

Di desa, Sujito mencoba peruntungan dengan menjadi petani.

Dia menanam jagung dan singkong. Namun, panen yang dihasilkan tak maksimal.

Baca juga: 3 Tanaman yang Jadi Sorotan di 2019: Bajakah, Kratom, dan Porang


Sujito kemudian mencoba membudidayakan porang dengan memanfaatkan kebun seluas 200 meter persegi miliknya.

“Saya mendapatkan informasi bertanam porang hasilnya menggiurkan. Dan sekali tanam akan panen selamanya,” kata Jito, begitu ia biasa disapa.

Jito mulai menikmati hasil setelah dua tahun menanam porang. Harga umbi porang naik dari Rp 5.000 per kg menjadi Rp 10.000 per kg.

Bahkan pada 2020, Jito mendapat untung besar dari hasil budidaya porang.

Pria itu meraup Rp 700 juta dari bertanam porang di lahan miliknya seluas satu hektar.

Baca juga: 5 Fakta soal Tanaman Porang

Ia menanam biji porang dengan jarak tanam setengah meter antar bibit. Hasilnya dalam tujuh hingga delapan bulan ia memanen 63 ton porang dengan nilai jual Rp 630 juta.

Tak hanya itu, semasa tanam rupanya ia juga mendapatkan hasil pendapatan lainnya dari biji katak (buah porang yang bisa dijadikan bibit).

Total biji katak yang didapat sekitar 900 kilogram.

Biji katak itu dijual Rp 300.000 per kilogram. Dengan demikian pendapatan dari hasil menjual katak sekitar Rp 270 juta.

“Omzet penjualan porang dan katak sekitar Rp 900 juta,” kata Jito.

Baca juga: INFOGRAFIK: Mengenal Tanaman Porang

Nasib porang sekarang

Diberitakan Kompas.com, Senin (8/11/2021) Giyono, petani porang asal Banyuwangi mengatakan, harga porang saat ini mengalami penurunan drastis.

Jika sebelumnya harga porang berada di kisaran Rp 12.000-Rp 13.000 per kilogram, kini harganya anjlok menjadi Rp 5.000-Rp 6.000 per kilogram.

Ia menduga, penurunan harga porang itu akibat stok yang berlebih, mengingat selama pandemi ini aktivitas ekspor produk porang juga ikut tersendat.

Baca juga: Penangkapan Edhy Prabowo dan Polemik Ekspor Benih Lobster...

Pangsa pasar internasional, kata dia, banyak yang menutup diri. Dugaan lain adalah oknum yang sengaja mempermainkan harga.

"Dengan harga Rp 6.000, petani masih bisa mendapat untung meskipun tidak banyak. Asalkan manajerial, standardisasi pengolahan, serta perawatannya bagus," ujar dia.

Pengepul porang, Muhammad Zunaidi yang juga warga Songgon, Banyuwangi, membenarkan tahun ini harga porang merosot hingga di angka Rp 5.000.

"Padahal, tahun 2020 per kilogram bisa mencapai Rp 13.000. Awal tahun 2021 itu di angka Rp 8.000. Akhir bulan Juli, harganya semakin merosot di angka Rp 5.000. Tidak hanya harga umbi, harga katak atau bibit juga turun. Penurunan bisa jadi akibat pandemi," kata dia.

Baca juga: Pro Kontra Kebijakan Ekspor Benih Lobster di Era Edhy Prabowo...

(Sumber: Kompas.com/Imam Rosidin, Muhlis Al Alawi | Editor: Robertus Belarminus, David Oliver Purba, Priska Sari Pratiwi)

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Mengenal Tanaman Porang

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi