Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet BUMN yang Punya Utang "Segunung", dari Garuda hingga PLN

Baca di App
Lihat Foto
Kementerian BUMN
Logo Kementerian BUMN
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Sejumlah perusahaan pelat merah alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki utang yang menumpuk.

Diberitakan Kontan, 24 September 2021, selama lima tahun terakhir (2016-2020), BUMN terus menumpuk utang.

Pada 2020, total kewajiban perusahaan pelat merah mencapai Rp 6.710 triliun atau meningkat 9,6 persen dibandingkan pada 2019.

Ditambah hantaman pandemi Covid-19, tumpukan utang menyebabkan sejumlah BUMN tergopoh-gopoh berjalan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Daftar BUMN yang Punya Bisnis Hotel

Sederet BUMN yang punya utang "segunung"

Berikut sejumlah BUMN yang memiliki utang menggunung:

1. PT Garuda Indonesia

Diberitakan Kompas.com, Selasa (9/11/2021), kondisi keuangan Garuda Indonesia saat ini memiliki ekuitas negatif sebesar 2,8 milliar dollar AS atau sekitar Rp 40 triliun per September 2021.

Saat ini, liabilitas atau kewajiban Garuda Indonesia mencapai 9,8 miliar dollar AS, sedangkan asetnya hanya sebesar 6,9 miliar dollar AS.

Dengan kata lain, perusahaan memiliki utang yang lebih besar ketimbang asetnya.

Baca juga: Perjalanan Sejarah Garuda Indonesia..

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoarmodjo bahkan menyebut, PT Garuda Indonesia secara teknis sudah mengalami bangkrut, namun belum secara legal.

Ia menjelaskan, liabilitas Garuda Indonesia mayoritas berasal dari utang kepada lessor yang nilainya mencapai 6,35 miliar dollar AS.

Selebihnya, ada utang ke bank sekitar 967 juta dollar AS, dan utang dalam bentuk obligasi wajib konversi, sukuk, dan KIK EBA sebesar 630 juta dollar AS.

Baca juga: Ramai Garuda Akan Diganti Pelita Air, Apa Penyebabnya?

2. PT Waskita Karya

Diberitakan Kontan, 26 Maret 2021, BUMN konstruksi, PT Waskita Karya juga tengah dalam kondisi sulit.

Sepanjang 2020, emiten berkode WSKT tersebut mengantongi pendapatan sebesar Rp 16,19 triliun, turun 48,42 persen dari realisasi pada 2019 yang mencapai Rp 31,39 triliun.

Penurunan pendapatan turut menekan bottom line WSKT. Apalagi jumlah beban pokok lebih besar dari pendapatan yang dibukukan yaitu mencapai Rp 18,17 triliun.

Baca juga: Indonesia Jadi Negara dengan Utang Luar Negeri Terbesar ke-7 di Dunia

Padahal pada 2019 anggota indeks Kompas100 ini, masih membukukan laba bersih sebesar Rp 938,14 miliar.

Beban terus menekan kinerja keuangan lantaran adanya kenaikan beban umum dan administrasi dari Rp 1,32 triliun menjadi Rp 1,66 triliun. Kemudian beban lain-lain WSKT juga tercatat naik signifikan dari Rp 197,8 miliar menjadi Rp 1,38 triliun.

Per akhir 2020, Waskita Karya tercatat memiliki jumlah liabilitas sebesar Rp 89,01 triliun.

Liabilitas tersebut didominasi oleh liabilitas jangka pendek yaitu mencapai Rp 48,24 triliun. Sementara itu jumlah ekuitas WSKT tercatat sebesar Rp 16,58 triliun.

Baca juga: 10 BUMN yang Miliki Bisnis Hotel, dari Pertamina hingga Krakatau Steel


3. PT Perkebunan Nusantara (PTPN)

Dihimpun dari Kontan, 23 September 2021, PTPN memiliki total utang mencapai Rp 43 triliun.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, adanya potensi perilaku koruptif dibalik utang jumbo yang dimiliki oleh PTPN.

Dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Erick mengungkapkan, utang yang menggunung di BUMN kebanyakan adalah utang lama.

Erick mencontohkan, utang di PTPN yang mencapai Rp 43 triliun sebagai penyakit lama, yang perlu diselesaikan dalam beberapa tahap.

Dia pun mencium ada korupsi terselubung di balik utang jumbo tersebut.

Baca juga: Mensos Juliari, Lemahnya Transparansi, dan Benarkah Kebijakan Bansos Membuka Celah Korupsi?

4. PT Krakatau Steel (KRAS)

Kompas.com, 29 September 2021 memberitakan, akumulasi utang KRAS yang dimulai pada 2011-2018 mencapai Rp 31 triliun.

KRAS terus melakukan pembenahan di seluruh lini dan aktivitas usaha.

Manajemen baru Krakatau Steel telah melakukan restrukturisasi utang pada Januari 2020 sehingga beban cicilan dan bunga menjadi lebih ringan guna memperbaiki kinerja keuangan.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, proses pembenahan Krakatau Steel ini membutuhkan waktu setidaknya tiga tahun untuk melihat hasilnya.

Baca juga: Indonesia di Antara Belitan Natuna, Utang, dan Investasi China

5. PLN

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) diketahui memiliki utang sebesar Rp 649,2 triliun berdasarkan laporan keuangan hingga akhir 2020.

Dikutip dari Kompas.com, 26 Mei 2021, jumlah tersebut terdiri dari utang jangka panjang sebesar Rp 499,58 triliun dan utang jangka pendek Rp 149,65 triliun.

Berdasarkan laporan keuangan PLN, utang jangka panjang PLN didominasi oleh obligasi dan sukuk sebesar Rp 192,8 triliun, utang bank sebesar Rp 154,48 triliun, utang imbalan kerja Rp 54,6 triliun, liabilitas pajak tangguhan Rp 31,7 triliun, dan penerusan pinjaman Rp 35,61 triliun.

Kemudian, ada pendapatan ditangguhkan Rp 5,6 triliun, utang sewa Rp 14 triliun, utang kepada pemerintah dan lembaga keuangan non bank Rp 3,6 triliun.

Berikutnya, yakni utang listrik swasta Rp 6 triliun, utang KIK-EBA Rp 655 miliar, utang pihak berelasi Rp 9,4 miliar, dan utang lain-lain Rp 182 miliar.

Baca juga: Denda Rp 17 Juta karena Meteran Berlubang, Ini Kata PLN

(Sumber: Kompas.com/Yohana Artha Uly, Kiki Safitri | Editor: Yoga Sukmana, Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Bambang P. Jatmiko)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi