Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandemi Belum Usai, Epidemiolog: China Lockdown, Belum Lagi Eropa...

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Indrayadi TH
Petugas medis Labkesda Papua mengambil sampel untuk tes usap RT Polymerase Chain Reaction (PCR) kepada tamu undangan di Swiss-Bellhotel Hotel Jayapura, Papua, Jumat (5/11/2021). Tamu undangan VVIP diwajibkan swab test PCR COVID-19 sebelum menghadiri seremoni pembukaan Peparnas XVI Papua. ANTARA FOTO/Indrayadi TH/rwa.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Kasus Covid-19 di Indonesia memang tengah melandai, namun kewaspadaan kita harus tetap terjaga, tidak boleh abai.

Pada Kamis (11/11/2021) hingga pukul 12.00 WIB, pemerintah Indonesia melaporkan penambahan 435 kasus baru Covid-19.

Dengan pasien sembuh bertambah 470 orang, dan pasien meninggal bertambah 16 pasien.

Baca juga: Mengenal Molnupiravir dan Paxlovid, Dua Obat yang Diklaim Ampuh untuk Covid-19

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Ari Fahrial Syam mengingatkan agar masyarakat tidak lengah kendati kasus melandai.

"Ya masyarakat tetap waspada, apalagi di negara lain kasus varian Covid-19 Delta Plus meningkat, pintu-pintu masuk harus dijaga," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (11/11/2021)

Masyarakat, imbuhnya, harus tetap memakai masker yang menutup mulut hingga hidung sesuai dengan ketentuan.

"Ya jika bertemu tetap pakai masker yang tertutup sesuai ketentuan. Harus tetap waspada," imbuh dia.

Baca juga: Indonesia Masuk Negara Level 1 Covid-19, Apa Maksudnya?

Pandemi belum usai

Terpisah, epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, memang betul kasus Covid-19 di Indonesia tengah melandai.

Namun, Dicky mengingatkan, nyatanya pandemi Covid-19 masih belum berakhir sehingga masyarakat tak boleh abai.

"Saat ini jauh lebih melandai daripada periode Juli-Agustus lalu, tapi nyatanya pandemi belum berakhir," katanya kepada Kompas.com, Kamis.

Baca juga: Amankah Vaksin Sinovac untuk Anak 6-11 Tahun? Ini Penjelasan Epidemiolog

Bahkan, menurut Dicky, beberapa negara di dunia saat ini sedang dihantam gelombang ketiga Covid-19. Mulai dari Asia hingga Eropa.

"China sekarang sedang lockdown karena banyaknya kasus delta, belum lagi Eropa. Ini adalah satu hal yang tadinya tidak kita sangka ketika cakupan vaksinasi sudah banyak, bahkan kalau bicara China, sudah 1 miliaran orang sudah divaksin ," kata Dicky.

Menurutnya, selama semua negara di dunia belum mencapai level proteksi imunitas yang hampir sama, artinya kita semua akan sangat rawan.

"Dan kerawanan ini akan semakin besar kalau kita abai, pemerintah abai 3T-nya, masyarakat abai 5M-nya," tandas Dicky.

Baca juga: Kapan Vaksin Sinovac untuk Anak 6-11 Tahun Dimulai? Ini Penjelasan Kemenkes

Kasus Covid-19 meningkat

Sebelummya diberitakan, Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, tren kasus Covid-19 di dunia masih mengalami peningkatan.

Oleh karenanya, Jokowi mengajak masyarakat belajar dari penyebab kenaikan kasus Covid-19 secara global itu.

"Tren kenaikan kasus itu masalahnya ada pada tiga hal. Pertama, relaksasi yang terlalu cepat dan tidak melalui tahapan-tahapan," ujar Jokowi.

"Kedua, lanjut dia, prokes yang tidak disiplin lagi, misalnya kebijakan lepas masker di sejumlah negara. Ketiga, pembelajaran tatap muka di sekolah," tuturnya.

Untuk mengantisipasi tren kenaikan kasus Covid-19, Jokowi menekankan agar kepala daerah dan semua elemen masyarakat berhati-hati terhadap ketiga hal tersebut.

Baca juga: Muncul Tulisan E-Toll Card Expired Saat Transaksi di Gerbang Tol, Apa Solusinya?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Molnupiravir dan Paxlovid, Obat Covid-19 yang Diklaim Ampuh

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi