Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daftar Produk Pemutih Mengandung Merkuri dan Bahayanya bagi Kesehatan

Baca di App
Lihat Foto
Ilustrasi merkuri
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Produk kosmetik dan obat-obatan yang mengandung merkuri masih dijumpai beredar di masyarakat. 

Hal tersebut karena merkuri memang dapat membuat kulit putih dalam waktu singkat. Namun, penggunaan jangka panjang dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melarang penggunaan merkuri untuk produk kecantikan atau pemutih kulit. Namun masih banyak produk kecantikan yang menggunakan merkuri dijual di pasaran. 

Baca juga: BPOM RI Rilis Daftar Kosmetik yang Mengandung Merkuri

Produk kecantikan mengandung merkuri

Diberitakan Kompas.com, Senin (15/11/2021), belakangan BPOM menemukan kandungan merkuri pada produk berikut:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa itu merkuri?

Merkuri adalah jenis logam berat yang berbahaya dan sebaiknya dijauhkan dari tubuh.

Sifat merkuri tergolong toksik, tahan urai dan dapat terakumulasi di dalam tubuh kita. 

Bentuk merkuri cair, berwarna perak, dan hanya menguap di suhu tinggi minimal 375 derajat Celcius.

Meski demikian, merkuri memiliki manfaat terutama dalam penambangan emas skala kecil, manufaktur, energi, dan kesehatan.

Merkuri juga dikenal dengan nama lain air raksa (Hg), yang bisa dicampurkan dengan logam lainnya dan mampu mengalirkan arus listrik sebagai konduktor.

Baca juga: Bahaya Merkuri bagi Kesehatan dan Benda-benda yang Mengandung Merkuri

Bahaya merkuri bagi kesehatan

Merkuri berisiko masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara terhirup, tertelan, dan kontak kulit.

Berdasarkan The United States Environmental Protection Agency, bahaya merkuri bagi kesehatan terbagi berdasarkan umur manusia yang terpapar.

Bahaya merkuri bagi orang dewasa

Berikut adalah bahaya merkuri bagi orang dewasa:

  • Kehilangan penglihatan perifer
  • Sensasi kesemutan pada tangan, kaki, dan di sekitar mulut
  • Koordinasi gerak yang menurun
  • Kemampuan bicara, mendengar, dan berjalan yang menurun
  • Otot lemah
Bahaya merkuri bagi bayi dan anak-anak

Bayi dan anak-anak bisa terpapar merkuri akibat ibunya memakan makanan laut yang mengandung merkuri ketika bayi masih di dalam kandungan.

Keracunan merkuri pada bayi bisa menyebabkan gangguan perkembangan otak dan saraf.

Hal ini akan membuat ketika bayi tumbuh akan mengalami gangguan berpikir secara kognitif, ingatan, konsentrasi, motorik halus, dan kemampuan spasial.

Bahaya merkuri secara umum

Berikut ini adalah efek keracunan merkuri secara umum yang bisa terjadi di segala usia:

  • Tremor atau gemetaran
  • Perubahan emosi
  • Insomnia
  • Perubahan neuromuskular, seperti lemah otot dan atrofi otot
  • Sakit kepala
  • Perubahan respons saraf
  • Penurunan fungsi mental
  • Ruam pada kulir
  • Kehilangan ingatan

Baca juga: Mengenal Penyebab Keracunan Merkuri dan Cara Mengatasinya

 

Gejala keracunan merkuri

Orang yang keracunan merkuri biasanya mengalami gejala berikut:

  • Sulit mendengar dan berbicara
  • Koordinasi tubuh dan otot melemah
  • Saraf di tangan dan wajah kehilangan sensitivitas
  • Sulit berjalan
  • Gangguan penglihatan.

Anak-anak yang mengalami keracuanan merkuri juga bisa mengalami gangguan kognitid dan motorik halus. Mereka juga rentan mengalami gangguan bicara dan bahasa.

Cara mengatasi keracunan merkuri

Tidak ada obat khusus untuk mengatasi keracunan merkuri. Cara terbaik untuk mengobati keracunan merkuri adalah dengan menghentikan paparan terhadap logam merkuri.

Selain itu, kita bisa mencegah hal ini dengan membatasi konsumsi makanan laut.

Jika kadar merkuri pada tubuh terlalu banyak, dokter biasanya melakukan terapi khelasi untuk membantu mengeluarkan zat berbahaya itu.

Sumber dan kandungan merkuri

Merkuri di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2001 tentang Bahan Berbahaya dan Beracun termasuk kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dengan karakteristik beracun, karsinogenik dan berbahaya bagi lingkungan.

Merkuri termasuk kategori sangat beracun berdasarkan uji pada rat dengan LD50 sebesar 37 mg/kg yang disimbolkan dengan gambar tengkorak.

Melansir laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 10 Oktober 2018, merkuri atau raksa (Hydrargyrum) merupakan salah satu unsur kimia yang pada tabel periodik mempunyai simbol Hg dan nomor atom 80.

Unsur ini merupakan golongan logam transisi yang ada secara alami. Sekaligus satu-satunya logam yang pada suhu kamar berwujud cair.

Keberadaan Hg di Bumi menempati di urutan ke-67 di antara elemen lainnya pada kerak bumi.

Raksa atau merukuri merupakan unsur kimia yang tahan urai atau sukar mengalami proses pelapukan baik secara fisika, kimia maupun biologi.

Baca juga: Bahaya Merkuri bagi Kesehatan dan Benda-benda yang Mengandung Merkuri

 

Proses perjalanan merkuri ke dalam tubuh manusia bisa melalui media air, udara, maupun tanah. Selanjutnya bisa juga dari hewan atau tumbuhan yang sudah tercemar kandungan ini.

Permasalahan merkuri terhadap lingkungan di Indonesia banyak berasal dari pertambangan emas dan batu Cinnabar (HgS).

Menurut KLHK, kegiatan pertambangan yang prosesnya menggunakan merkuri bisa mencemari perairan, sedimen, biota, bahkan manusia.

Tragedi Minamata

Tragedi pencemaran merkuri paling bersejarah terjadi di Kota Minamata, Pulau Kyushu, Jepang.

Diberitakan Harian Kompas, 5 Juni 1978, nama kota ini diambil dari sebuah sungai dan teluk.

Antara 1953-1960, sungai dan teluk di kota tersebut tercemari oleh bahan-bahan buangan industri berupa merkuri. Merkuri ini akhirnya masuk ke tubuh ikan hingga kadar racun merkuri pada ikan di sungai itu mencapai 50 ppm, sedangkan pada kerang 85 ppm.

Saat itu, 120 orang mengalami keracunan dan 6 orang meninggal dunia. Jumlah orang yang keracunan merkuri terus meningat hingga ribuan orang.

Gejala penyakit baru diketahui setelah mengkonsumsi makanan yang tercemar setelah berminggu-minggu lamanya.

Dari tragedi tersebut, tedapat gejala awal yang teridentifikasi dari mereka yang terkena kontaminasi ringan, seperti sakit kepala, kesemutan pada lidah, bibir, jari-jari tangan dan kaki.

Pada tingkat keracunan yang lebih berat, gejalanya yaitu tromor, hilangnya sebagian pandangan di bagian tepi, terganggunya koordinasi gerak, terutama jika mata terpejam.

Paparan merkuri dalam jangka pendek namun dosis tinggi menyebabkan gejala muntah-muntah, diare, dan kerusakan ginjal.

Adapun penyakit yang mereka alami saat itu adalah kelainan syaraf tepi (peripheral neurophaty), ataxia cerebellar, hilangnya penglihatan den pendengaran. Ditemui juga gejala kelainan jaras pyramidal yang kadang disertai dengan encephalopathy yang progresif.

Pada penderita-penderita yang meninggal ditemukan kerusakan yang luas pada otak kecil dan otak besar di bagian cortex.

Selain itu, merkuri juga bahan yang bersifat karsinogenik yakni menyebabkan kanker. Ada pula korban yang mengalami kerusakan ginjal.

Keracunan massal ini menghebohkan dunia sehingga orang-orang menamainya penyakit Minamata. Tragedi ini juga memicu kesadaran global akan bahaya merkuri.

 

Merkuri pada kosmetik

Bahaya merkuri sudah lama diketahui manusia, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk mengurangi paparan merkuri.

Cara paling cepat mengetahui kontaminasi merkuri pada manusia adalah dengan mengetes ujung rambutnya.

Mengutip Harian Kompas, 3 Desember 1986, Profesor Shem O. Wandiga dan Isaac J. Ogangu dari Departemen Kimia Universitas Nairobi melakukan tes terhadap ujung rambut beberapa orang di Kenya, Afrika.

Mereka menemukan fakta kandungan merkuri. Rupanya merkuri tersebut berasal dari pemakaian krim pemutih.

Akhirnya dilakukan tes pada produk kosmetik tersebut dan ditemukan adanya kandungan merkuri sebanyak 4,92 ppm.

Temuan tersebut mengingatkan kembali tentang tragedi di Minamata. Akhirnya, pemerintah segera merancang ulang regulasi kosmetik dan produk bermerkuri.

Kewaspadaan serupa juga dilakukan oleh berbagai negara, termasuk Indonesia.

Merkuri sebenarnya sudah sejak lama dinyatakan sebagai bahan yang berbahaya untuk dijadikan kandungan kosmetik. Sayangnya, merkuri terus diminati karena kesalahan persepsi mengenai kulit yang cantik.

(Sumber: Kompas.com/Ariska Puspita Anggraini, Nadia Faradiba, Sekar Langit Nariswari | Editor : Wisnubrata, Nabilla Tashandra)

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi