Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog soal Gelombang Covid-19: Kuartal Pertama 2022 Masa Kritis yang Menentukan

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/RIVAN AWAL LINGGA
Penumpang antre untuk memasuki area peron di memasuki Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Jumat (25/12/2020). PT Kereta Api Indonesia telah menjual 428.000 tiket KA untuk periode masa libur Natal dan Tahun Baru 2021 keberangkatan 18 Desember 2020 - 6 Januari 2021.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Peneliti pandemi sekaligus epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman mewanti-wanti, kuartal pertama 2022 menjadi waktu yang sangat menentukan.

"Nampaknya untuk level Indonesia, kuartal pertama tahun depan akan menjadi masa yang cukup kritis untuk menentukan perjalanan kita ke depan," kata Dicky, saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/11/2021).

Selain adanya momentum libur panjang akhir tahun yang efeknya baru terasa beberapa waktu setelahnya, Dicky menyebut kondisi pandemi global juga belum sepenuhnya terkendali.

Seperti di sebagian besar wilayah Eropa yang kini menghadapi gelombang (Covid-19) yang besar.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Setiap Eropa bergolak atau mengalami gelombang yang besar itu Indonesia juga akan mengalami. Dan umumnya, dari setiap gelombang yang terjadi Indonesia selalu belakangan mengalami dampaknya, ada selisih sekitar 3-4 bulan dari sejak gelombang itu terjadi di Eropa," ujar Dicky sebelumnya kepada Kompas.com, (15/11/2021).

Baca juga: Waspadai, Gelombang Covid-19 di Indonesia Biasa Terjadi Setelah Eropa

Tingkat kekebalan kelompok di RI masih rendah

Dicky menyebut, tingkat kekebalan kelompok yang terbentuk di Indonesia terbilang masih kurang signifikan, yakni di kisaran 60 persen.

Sebesar 40 persen dari hasil vaksinasi. Sisanya dari orang yang sudah pernah terinfeksi.  

"Artinya ada 40 persen kurang lebihi dari penduduk kita yang sangat rawan dan bisa menjadi 'bahan bakar' terjadinya ledakan atau gelombang berikutnya," ujar Dicky.

Libur akhir tahun, ledakan di Eropa, dan masih rendahnya tingkat kekebalan masyarakat kita, semua realita itu harus diwaspadai bersama.

"Ini yang menjadi kombinasi dengan adanya masyarakat yang masih rawan," ujar dia.

Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19 di Eropa, Alarm bagi Indonesia

Bagaimana mencegah gelombang Covid-19?

Salah satu hal yang disebut Dicky penting untuk dilakukan adalah memperkuat deteksi dengan memperketat pintu kedatangan dari luar negeri. Apa saja upayanya?

1. Perketat kriteria masa karantina

Dia menjelaskan, RI harus benar-benar bisa memastikan tidak ada varian baru atau varian Delta yang dibawa keluar oleh pelancong tersebut ke luar lokasi karantina, kecuali kita sudah bisa memastikan dan mengatasinya.

"Itu sebabnya masa karantina 7 hari ini menjadi pilihan yang tidak bisa tidak dan hahrus terus kita jaga," ungkap Dicky.

2. Kriteria pelancong aman dan sehat

Pelancong harus menjalani 3 tes PCR (sebelum keberangkatan, setelah tiba di Indonesia, dan beberapa hari setelah ada di karantina).

Selain itu, pelancong juga harus dapat membuktikan sudah mendapat vaksinasi lengkap.

"Dan bila (vaksinasinya) tidak lengkap, itu dia masa karantinanya harus 14 hari, bila pemerintah mengizinkan mereka (pelancong belum divaksinasi lengkap) masuk. Masa dua minggu itu cukup menentukan, bila sudah lewat itu biasanya sudah relatif aman," imbuh dia.

Baca juga: 3 Kebijakan Pemerintah Cegah Lonjakan Kasus Covid-19 Akhir Tahun

3. Sistem monitor yang jelas

Setelah keluar dari lokasi karantina, Dicky menyebut, penting bagi para pendatang untuk melaporkan kondisinya secara teratur ke pihak terkait, agar segala sesuatu dapat termonitor.

"Penting juga, orang yang tiba ini lapor, setidaknya dalam dua minggu pertama sejak masuk ke dalam wilayah, (lapor) ke dinas kesehatan atau puskesmas setempat, sehingga bisa dimonitor. Ini yang bisa memperkuat sistem deteksi kita," pungkas Dicky.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi