Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mantan Wartawan
Bergabung sejak: 6 Okt 2021

Ketua LTN--Infokom dan Publikasi PBNU

Reminder Cipasung untuk Lampung!

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Achmad Faizal
Lanching sukses Muktamar NU ke-33 di PWNU Jatim.
Editor: Ana Shofiana Syatiri

SHALAWAT Asyghil

"Horor Cipasung" akan selalu menjadi reminder bagi NU. Laksana alat yang diimplan ke dalam tubuh jamaah dan jam'iyah, ia otomatis berdentang keras setiap ada bahaya mengancam.

Ancaman tidak datang setiap saat. Ia datang hanya sekali-kali. Tapi sekali datang, ia menggedor ulu hati dan jantung NU. Sangat menyakitkan dan mematikan. Dengan suara menyayat dari ribuan masjid dan mushalla, lalu berkumandanglah Shalawat Asyghil.

Shalawat ini awalnya dilantunkan oleh Imam Ja'far As Shadiq saat Islam dalam keadaan genting, di penghujung usia dinasti Umayyah dan awal berdirinya dinasti Abbasiyyah (138 H).

Shalawat Asyghil juga masyhur dengan sebutan shalawat Habib Ahmad bin Umar Al-Hinduan Ba 'Alawy (wafat 1122 H). Ia termasuk sighat shalawat yang dihimpun dalam kitab Al Kawakib Al Mudhi’ah fi Zikris Shalah ‘ala Khairil Bariyyah karya Habib Ahmad bin Umar.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dijelaskan dalam buku "Bunga Rampai Kelisanan Masyarakat Santri" oleh Rokhmawan dkk, shalawat ini dilantunkan dengan tujuan memohonkan rahmat Allah untuk Rasulullah SAW sekaligus memohon keselamatan dari kedzaliman para penguasa. Oleh karena itu, banyak ulama yang menganjurkan umat Islam untuk sering melantukan Shalawat Asyghil, sendiri-sendiri atau berjamaah.

Berdentang di Lampung

Mencermati dinamika, riak hingga gombang menuju tanggal penyelenggaraan muktamar ke-34, tampaknya reminder itu akan kembali berdentang. NU itu besar, bahkan sangat besar.

Semua pihak, pengambil kebijakan, umat, para penumpang bertiket atau penumpang gelap, sangat berkepentingan dengan NU. Sejarah mencatat dan berbicara. Dari Orde Lama, Orde Baru, hingga Orde Reformasi saat ini.

Ada yang berkepentingan agar NU kian besar, tapi jelas ada juga yang ingin NU mengecil. Kelompok yang ingin agar NU terus membesar, dapat dilihat dari jejak mujahadah mereka yang berani membawa nilai NU ke penjuru dunia.

Gerakannya terencana, tertata, terukur, persis perencanaan, penataan dan ukuran yang sudah dilakukan Gus Dur. NU sudah ikonik dan mendunia. Jangan kembali menjadi kekuatan lokal.

Bergerak secara paralel dari kelompok di atas, adalah kekuatan lain yang mencoba dan terus mencoba berbagai cara agar NU menjadi kecil. Paling kurang, kalau tidak bisa membuat kecil posturnya, minimal mengecil gesturnya.

Kekuatan ini datang bergelombang dari luar NU. Kerap jadi besar karena berkesuaian dengan ambisi orang perorang di tubuh jam'iyyah. Gerakan ini tak terduga dan sangat kondisional.

Horor Cipasung bersumber dari anasir luar yang menggunakan orang dalam untuk membonsai NU. Abu Hasan yang dipilih untuk mendelegitimasi Gus Dur, adalah praktek politik jahat yang membuat NU bergoyang.

Sayangnya, penguasa Orde Baru salah tafsir soal kekuatan NU. Mereka mengira NU bisa dikooptasi lewat struktur padahal NU dan Gus Dur justeru sangat kuat di tataran kultur. Bahkan, NU sangat kuat secara jamaah dan jam'iyyah.

Setiap muktamar, membuka celah masuknya anasir-anasir luar. Bahkan, dalam skala tertentu, pandemi Covid-19 bisa jadi pemantik ketidakpastian.

Ketika Pemerintah memutuskan status PPKM level 3 secara nasional periode 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2002, shocked-lah panitia. PBNU harus mendengar Pemerintah. Jelas, ada yang senang muktamar ditunda di tengah gelombang besar yang minta dipercepat. Reminder pun berdentang!

Laboratorium Penguasa

Soeharto sebagai simbol tertinggi Orde Baru, menjadikan semua elemen masyarakat, bahkan pranata-pranata sosial sebagai laboratorium hidup.

Dalam kasus NU, penguasa terpaksa harus menghidupkan semua mesin, dari kota-kota hingga desa-desa, untuk menahan gelombang aktivisme NU. Dari pemegang tongkat komando hingga babinsa. Ketidaksenangan Soeharto kian nampak ketika Gus Dur maju lagi pada Muktamar NU ke-29.

Bagi Soeharto, semua lawan adalah kecil selain NU yang dianggap penentang paling kokoh. Soeharto sangat paham, betapa besar andil NU ikut melahirkan republik. Soeharto sangat paham, NU berdiri tegak membela Soekarno. Tapi juga Soeharto tahu betul, NU adalah kekuatan sangat signifikan saat kejatuhan Soekarno. Dan, Soeharto paham benar proses perpindahan kekuasaan Soekarno ke tangannya.

Karena sadar posisi NU demikian menentukan dalam sejarah kekuasaan negeri ini, Soeharto tidak mau NU jadi kerikil dalam sepatu. Ia harus dibersihkan. NU sangat mengganggu justeru ketika diinjak.

Anda tahu bagaimana Soeharto mendegradasi NU? Soeharto menyiasati muktamar, memiting kekuatan cabang dan wilayah dengan cara mendelegitimasi Gus Dur. Gus Dur dibuatkan penantang: Abu Hasan!

Bahkan pamanda Gus Dur, KH Yusuf Hasyim alias Pak Ud, ikut terseret ke dalam pusaran aksi menentang keponakannya. Disebutkan dalam buku ‘Ajengan Cipasung’, muktamar NU ke-29 itu melahirkan konflik di tubuh NU yang sangat tajam dan nampak sekali adanya aksi borong suara. Sebuah muktamar yang mengabaikan akhlak dan Khittah 1926. Apakah gertakan Soeharto membuat Gus Dur dan NU gentar? Tidak!

"Saya ini tidak tahu diri, sudah tua kok masih berambisi jadi ketua panitia," kata Ketua Panitia muktamar, KH Moenasir Ali --seorang veteran perang kemerdekaan-- saat pembukaan muktamar.

Sinisme itu jelas diarahkan ke Soeharto. Apakah Soeharto mendengar itu? Jelas. Sebab, Kiai Moenasir menyampaikan itu di hadapan Soeharto yang datang dengan Panglima ABRI dan 10 menteri!

Akhirul Kalam

Bagaimana ujungnya? Bahwa NU cedera akibat gerilya penguasa Orde Baru, itu benar. Bahkan cedera berat. Kohesi antarpengurus robek. NU pecah. Tapi Soeharto lupa, NU biasa gegeran tapi selalu berakhir dengan ger-gergeran.

Dan benar. Tak lama Abu Hasan sadar. Pulang ke NU dan dimaafkan. Ia dirangkul oleh Gus Dur. Bahkan NU membuat Soeharto tak berkutik setelah Gus Dur dalam sejumlah kesempatan, menggandeng Mbat Tutut ke kantong-kantong NU.

Belajar dari Soeharto, para penguasa setelahnya, harus berhitung cermat, mengukur dengan alat mitigasi yang akurat, dan memetakan segala dampaknya, jika coba-coba mau mencelakakan NU.

Penting diingat, NU memiliki kader tak terbatas, menyebar di banyak lini kehidupan, termasuk di partai politik. NU sangat memahami sepak terjang Golkar, PDI Perjuangan, Gerindra, Demokrat, PKS, PAN, apalagi PKB dan PPP.

Sangat bisa jadi, untuk kepentingan 2024, NU potensial dijadikan laboratorium oleh kekuatan politik tertentu. NU harus menjadikan horor Cipasung sebagai alarm.

Sudah bukan jamannya kekuatan masyarakat dan pranata sosial dijadikan kendaraan merebut kekuasaan. Meski eks-Hizbullah, tapi sindirian Kiai Moenasir amat pedas. Rasa-rasanya, penguasa saat ini tidak "berbakat" menyakiti hati para ulama.

Merindukan Shalawat Asyghil. Wallaahu A'lamu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi