KOMPAS.com - Dunia memperingati Hari AIDS Sedunia setiap 1 Desember. Tahun ini, peringatan Hari AIDS akan jatuh pada Rabu (1/12/2021) besok.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome ) merupakan stadium akhir dari infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Berdasarkan laporan paling baru (triwulan pertama 2017) dari Kementerian Kesehatan di laman SIHA, diketahui selama Januari-Maret 2017 terdapat 10.376 infeksi HIV yang dilaporkan dan 69,6 persen kasus terjadi pada kelompok usia 25-49 tahun.
Sementara AIDS, dalam rentang waktu yang sama dilaporkan ada sebanyak 673 kasus dan paling banyak dialami oleh mereka yang ada di rentang usia 30-39 tahun, yakni sebesar 38,6 persen.
Apa refleksi peringatan Hari AIDS Sedunia?
Koordinator Kampanye Yayasan AIDS Indonesia (YAIDS), Verrel Yudistira, mengatakan, persoalan masih melingkupi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Salah satunya, stigma terhadap penderita HIV/AIDS.
"Di masyarakat sosial, kehidupan seorang ODHA memang masih sering mendapatkan penolakan dari masyarakat. Sebagai contoh, beberapa waktu lalu ada seorang anak SD yang tidak diterima di sekolahnya dan dikeluarkan di sekolahnya, karena yang bersangkutan terinfeksi HIV," kata Verrel saat dihubungi Selasa (30 /11/2021).
Padahal, HIV/AIDS tidak akan menular hanya dengan hidup bersama di lingkungan masyarakat.
Meskipun, ada yang sudah memahami bagaimana HIV/AIDS menyebar sehingga tak menolak keberadaan ODHA di sekitarnya.
Namun, banyak juga yang masih keliru dalam memahami proses penularan HIV/AIDS.
"Informasi (cara penularan) belum menyebar merata, yang mengakibatkan masih banyak orang yang belum sadar dan belum tahu betul kalau sebenarnya ODHA tidak akan menularkan (virus) melalui sentuhan atau kehidupan bermasyaarakat," ujar Verrel.
Persoalan ini, kata dia, menjadi kendala sekaligus tantangan bagi para ODHA atau pihak-pihak terkait, bukan hanya di lingkup Indonesia, tetapi juga dunia.
Dihubungi terpisah, Koordinator Komunikasi dan Kerja Sama YAIDS, Anink Edyson menjelaskan, juga menngungkapkan hal yang sama.
"Stigma dan diskriminasi ada di masyarakat. Mayoritas mereka yang salah menerima informasi. Masih banyak yang percaya mitos juga. Contohnya, penularan HIV dari alat makan yang dipakai bersama bisa menularkan, itu salah. Virus HIV tidak hidup di air liur," jelas Anink.
Ia menjelaskan, ada 3 syarat wajib terjadinya penularan. Jika salah satunya tidak terpenuhi maka sangat kecil kemungkinan terjadi penularan HIV.
Ketiga syarat wajib itu adalah sebagai berikut:
1. Ada orang dengan HIV+ atau biasa disebut ODHIV
2. Ada salah satu dari 4 media cairan: cairan sperma, cairan vagina, darah, dan Air Susu Ibu
3. Ada luka baik kecil maupun besar. Luka itu menjadi pintu masuk virus HIV ke dalam tubuh.
"Tiga syarat ini wajib. Kalau salah satunya tidak ada, maka risiko penularannya kecil banget. Jadi, air liur, udara, berpelukan, bahkan berciuman saja belum tentu menularkan," kata dia.
Anink mencontohkan sejumlah perilaku yang berisiko bisa memfasilitasi penularan virus tersebut.
Perilaku itu, misalnya:
1. Tato dan jarum suntik (jarum yang digunakan lebih dari 1 kali ke lebih dari 1 orang)
2. Transfusi darah tanpa proses screening
3. Seks bebas tanpa pengaman (kondom)
4. Ibu melahirkan, ibu hamil yang HIV+ berisiko menularkan HIV saat melahirkan normal
5. Ibu HIV+ menyusui, karena virus HIV terdapat di cairan ASI
Baca juga: 7 Cara Penularan HIV dan Pencegahannya
Kasus meningkat setiap tahun
Koordinator Kampanye YAIDS, Verrel, menyebutkan, laporan kasus HIV/AIDS setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Ia berharap, peningkatan itu karena mulai adanya penerimaan di masyarakat seiring dengan banyak edukasi terkait HIV/AIDS yang diinformasikan, sehingga para ODHA tidak lagi takut melapor.
"Bisa jadi itu merupakan efek langsung yang dirasakan dari adanya masyarakat mulai mau menerima keberadaan ODHA. Jadi, ODHA pun mau membuka dirin dan melaporkan bahwa dirinya adalah seorang ODHA," ujar Verrel.
Ia berharap, ke depannya akan terciptanya kesetaraan bagi seluruh ODHA dalam beragam aspek kehidupan.
"Harapannya adalah, semoga di tahun mendatang bisa terwujud kesetaraan bagi seluruh ODHA di mana pun berada. Kesetaraan dalam artian kesetaraan layanan atau akses kesehatan, kesetaraan dalam kehidupan bermasyarakat, kesetaraan dalam bekerja, dan kesetaraan lainya," kata Verrel.
Selain itu, berharap stigma keliru soal ODHA yamg masih berkembang di masyarakat dapat segera hilang sehingga tidak akan memicu terjadinya diskriminasi pada ODHA.
"Faktanya ODHA sama seperti kita dan kita tidak perlu untuk mendiskriminasi mereka. Tugas kita adalah men-support mereka. Kami yakin tidak ada orang yang mau terlahir dengan ada virus ini di tubuhnya. Apa lah daya seorang bayi yang lahir dari orangtuanya yang terinfeksi virus HIV," jelas Verrel.
"Jadi, jauhi virusnya bukan orangnya," kata dia.