KOMPAS.com - Sejumlah pakar menduga varian baru virus corona Omicron sudah masuk dan ada di tengah masyarakat Indonesia.
Meskipun, hingga Selasa (7/12/2021) pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan belum mengonfirmasi satu pun kasus infeksi virus corona varian Omicron yang terdeteksi di Indonesia.
Setidaknya, pada Sabtu (4/12/2021), Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menegaskan hal itu.
"Ya (belum ada kasus infeksi Omicron terdeteksi di Indonesia)," kata Nadia saat dikonfirmasi Kompas.com.
Baca juga: Omicron Sudah Menyebar di 27 Negara, Mana Saja?
Namun, mungkinkah Indonesia masih bebas dari "serangan" Omicron di saat negara-negara tetangga sudah banyak yang mendeteksi keberadaannya di wilayah mereka?
Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman meyakini infeksi Omicron saat ini sudah ada di Indonesia, bahkan di tengah masyarakatnya.
"Sangat besar kemungkinan sudah masuk, apalagi sekarang di Asean ini sudah (terdeteksi di) Malaysia, Singapura, Thailand juga yang sangat bertetangga dengan kita. Bahkan (negara dengan) kapasitas surveillance-nya lebih kuat dari Indonesia pun sudah mendeteksi," ujar Dicky kepada Kompas.com, Selasa (7/12/2021).
"Jadi besar kemungkinan, analisis saya, hipotesis saya, ketika Indonesia menemukan (kasus infeksi Omicron) itu sudah di komunitas," lanjutnya.
Baca juga: Alasan WHO Menamai Varian B.1.617.2 Jadi Omicron, Bukan Nu atau Xi
Omicron lolos deteksi pemerintah
Masuknya Omicron ke Indonesia dan bisa lolos dari deteksi yang dilakukan pemerintah, imbuh Dicky salah satunya dikarenakan proses penyebarannya yang begitu tinggi.
"Kita tahu, Indonesia baru memberlakukan pembatasan perjalanan Internasional dalam rangka mencegah masuknya Omicron pada awal bulan ini," kata Dicky.
Padahal, lanjutnya, Omicron sudah mulai terdeteksi keberadaannya sejak awal November di Afrika Selatan, ketika itu masih dilabeli B.1.1.529 dan belum ditetapkan sebagai Variant of Concern (VoC) oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
"Kapan dia masuk kan jelas, katakanlah November menjelang akhir dijadikan VOC, ya bukan saat itu dia lahir, kemungkinan ya awal November dia sudah ke mana-mana. Dan kita bukan negara yang mengetatkan (pembatasan) itu dari awal, termasuk surveilance genomic kita kan tidak terlalu kuat," kata dia.
Baca juga: Bagaimana Gejala Terinfeksi Varian Omicron dan Apakah Terdeteksi PCR?
Lebih lanjut, Dicky juga menyoroti masa karantina orang dari luar negeri di Indonesia yang sangat singkat.
Sebelum kebijakan terbaru diterapkan, lama masa karantina sempat hanya 3 hari saja.
"Jadi dengan masa karantina yang pendek, kemudian surveillance genomic yang rata-rata 0,2 persen sebelumnya, itu menempatkan kita dalam situasi yang sangat rawan," sebut dia.
Analisisnya terkait keberadaan varian baru virus corona Omicron sudah ada di tengah masyarakat, tidak lain alasannya dikarenakan kemampuan si virus dalam menyebar.
"Sifat Omicron ini begitu cepat menular. Yang harus saya ingatkan, dia sifat eksponensialnya itu cenderung super, 2 kali setidaknya dari Delta. Adanya satu (kasus) saja itu akan me-lead penambahan kasus yang banyak," jelas Dicky.
Terlebih, upaya 3T di Indonesia cenderung menurun dalam satu bulan terakhir.
Baca juga: 4 Fakta Seputar Varian Covid-19 B.1.1.529 dari Afrika Selatan
Gejala infeksi Omicron ada di taraf ringan
Senada dengan Dicky, ahli patologi klinis sekaligus Juru Bicara Satgas Covid-19 RSA UNS, Tonang Dwi Ardyanto juga menyebut Omicron sudah ada di Indonesia.
"Sudah (masuk Indonesia). Penyebaran sudah sedemikian luas dari laporan awal. Laporan awal itu pun sebenarnya kasusnya sudah terjadi dua pekan sebelumnya," kata Tonang dalam unggahan Facebook pribadinya, Senin (6/12/2021).
Sebagai catatan, Kompas.com telah meminta konfirmasi dan izin dari Tonang, untuk mengutip penjelasan yang disampaikannya di Facebook.
Baca juga: Alasan WHO Menamai Varian B.1.617.2 Jadi Omicron, Bukan Nu atau Xi
Terkait dengan kasus yang tidak terdeteksi atau ramai diberitakan, menurutnya hal itu dikarenakan gejala yang ditimbulkan dari infeksi Omicron ada di taraf ringan bahkan tanpa gejala.
Hal itu dikarenakan antibodi untuk virus corona di masyarakat yang sudah cukup kuat.
"Diestimasikan bahwa prevalensi antibodi (dari infeksi alami, vaksinasi, maupun infeksi dan vaksinasi) sudah relatif tinggi setelah melewati Juli kemarin," ujar Tonang.
Menurutnya, penerapan protokol kesehatan yang disiplin ditambah dengan kekebalan komunitas yang sementara ini sudah terbentuk akan sangat membantu masyarakat menahan serangan varian Omicron.
"Memang saat ini antibodi dari infeksi alami bulan Juli sudah menurun, hanya paparan Omicron tidak menimbulkan gejala berat, laporannya gejala ringan, sehingga diharapkan memicu antibodi kembali meninggi," imbuh dia.
Baca juga: Saat WHO Pantau Varian Virus Corona Baru Bernama Mu...