Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957, Apa Saja Isinya?

Baca di App
Lihat Foto
Preanger Studio
Perdana Menteri Djuanda dengan jawaban Pemerintah ditangannya waktu berjalan menuju mimbar untuk memberikan pidatonya di sidang Konstituante.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Hari ini 64 tahun lalu, Perdana Menteri RI Djuanda Kartawidjaja menandatangani Deklarasi Djuanda, tepatnya 13 Desember 1957. 

Dengan adanya Deklarasi Djuanda, Indonesia menyatakan kedaulatan atas wilayah laut Indonesia.

Pada masa awal kemerdekaan, wilayah laut di Indonesia tidak dalam satu kesatuan karena setiap pulau dipisahkan oleh perairan internasional.

Sampai akhirnya, Deklarasi Djuanda menjadi tonggak kedaulatan wilayah maritim Indonesia.

Baca juga: Deklarasi Djuanda: Isi, Tujuan, dan Dampaknya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Latar belakang lahirnya Deklarasi Djuanda

Pada masa awal kemerdekaan, wilayah Indonesia terdiri dari delapan provinsi yaitu Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Borneo, Sulawesi dan Maluku.

Sebagian provinsi tersebut berada di pulau-pulau yang berbeda.

Dilansir dari laman Kemendikbud, 13 Desember 2019, peta wilayah Indonesia saat itu masih mengacu pada Peta Kolonial Belanda yang disebut Teritoriale Zeeen en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) terbitan 1939.

Dalam peta itu disebut bahwa luas laut Indonesia hanya 3 mil laut.

Berdasarkan peta itu, laut Jawa, Selat Karimata, Laut Flores, Laut Arafuru, Sulawesi dan lainya menjadi laut bebas atau perairan internasional.

Perairan internasional adalah zona bebas yang bisa dilalui oleh kapal-kapal dari berbagai negara, tanpa perlu izin dari pemerintah Indonesia.

Sehingga setiap negara boleh melakukan kegiatan apa pun, baik yang menguntungkan atau merugikan kedaulatan Indonesia.

Kondisi ini membuat wilayah Indonesia seolah tidak berada dalam satu kesatuan. Padahal, Indonesia memiliki sekitar 17 ribu pulau yang harus dijaga kesatuan dan pertahanannya.

Indonesia tentu keberatan dengan TZMKO 1939.

Sampai akhirnya, pada 13 Desember 1957, Perdana Menteri Indonesia Djuanda Kartawidjaja membuat sebuah deklarasi. Djuanda ingin mengubah sistem ketatalautan dan zona teritorial Indonesia.

Melalui deklarasi yang dibuatnya, Djuanda menegaskan kepada negara lain bahwa wilayah laut di sekitar kepulauan nusantara, merupakan laut yang menjadi wilayah kesatuan dan kedaulatan Indonesia.

Baca juga: Djuanda Kartawijaya: Pendidikan, Karier Politik, dan Perannya

 

Isi Deklarasi Djuanda

Deklarasi Djuanda yang ditandatangani pada 13 Desember 1957 berbunyi sebagai berikut:

Dewan menteri, dalam sidangnya pada hari Jum’at tanggal 13 Desember 1957 membicarakan soal wilayah perairan Negara Republik Indonesia.

Bentuk geografi Indonesia sebagai suatu Negara kepulauan yang terdiri dari (beribu-ribu) pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri.

Bagi keutuhan territorial dan untuk melindungi kekayaan Negara Indonesia semua kepulauan serta laut terletak di antaranya harus dianggap sebagai suatu kesatuan yang bulat.

Penentuan batas lautan territorial seperti termaktub dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939” Stbl.1939 No.442 artikel 1 ayat (1) tidak lagi sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, karena membagi wilayah daratan Indonesia dalam bagian-bagian terpisah dengan territorialnya sendiri-sendiri.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu maka Pemerintah menyatakan bahwa
”segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak daripada Negara Republik Indonesia. Lalu-lintas yang damai diperairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia”.

Penentuan batas lautan territorial (yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau-pulau Negara Indonesia.

Ketentuan-ketentuan tersebut di atas akan diatur selekas-lekasnya dengan undang-undang.

Pendirian Pemerintah tersebut akan diperhatikan dalam konperensi internasional mengenai hak-hak atas lautan yang akan diadakan dalam bulan Februari 1958 di Jenewa.

Ringkasan dari isi Deklarasi Juanda tersebut yakni:

  • Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang memiliki corak tersendiri
  • Wilayah laut di kepulauan nusantara merupakan kedaulatan mutlak Indonesia
  • Batas teritorial laut Indonesia sepanjang 12 mil diukur dari titik terluar pulau. 

Baca juga: Kabinet Djuanda: Penetapan, Susunan, Program Kerja, dan Pergantian

 

Ditentang negara lain

Dilansir dari Kompas.com, 18 Februari 2021, Deklarasi Djuanda tidak diterima begitu saja oleh negara lain. Bahkan ada beberapa negara yang protes.

Menurut Laut, Teritorial dan Perairan Indonesia: Himpunan Ordonansi, Undang-undang dan Peraturan Lainnya (1984), beberapa negara yang mengirimkan surat protes yakni Amerika Serikat (AS), Inggris, Australia, Belanda, Perancis, dan Selandia Baru.

Saat itu, negara yang mendukung deklarasi ini hanya Filipina, Equador, dan Yugoslvia.

Sembilan tahun kemudian, tepatnya pada 17 Februari 1969, terbit undang-undang mengenai perairan Indonesia, yang diumumkan melalui "Landasan Kontinen Indonesia". Pengumuman itu menegaskan mengenai sumber kekayaan eksklusif Indonesia.

Kemudian, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Malaysia, Thailand, Australia dan Singapura, membuat perjanjian mengenai batas-batas wilayah lautnya.

Kendati demikian, AS tetap bersikukuh menolak Deklarasi Djuanda. Hingga pada 1982, diadakan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982).

Pada Konvensi UNCLOS itulah akhirnya AS dan semua negara anggota PBB mengakui deklarasi Deklarasi Djuanda.

Indonesia segera menyambut baik pengakuan itu, kemudian menerbitkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 untuk mempertegas aturan dari PBB yang menyatakan Indonesia negara kepulauan.

Baca juga: 10 Universitas di Indonesia yang Masuk Peringkat 1.000 Terbaik Dunia

 

Peringatan Deklarasi Djuanda

Sebagai bentuk peringatan Deklarasi Djuanda dan diakuinya kedaulatan perairan Indonesia, pemerintah membuat hari peringatan khusus.

Pada era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, tanggal 13 Desember ditetapkan sebagai Hari Nusantara.

Kemudian, peringatan ini dikutakan oleh presiden selanjutnya, yakni Megawati dengan menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 126 Tahun 2001 tentang Hari Nusantara.

Peringatan ini menjadi penanda sekaligus dorongan untuk membuat tata sistem kelautan Indonesia semakin lebih baik.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi