Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Heboh Langit Merah Disertai Petir di Gunung Welirang, Benarkah Tanda Erupsi? Ini Penjelasan BMKG

Baca di App
Lihat Foto
istimewa
Potongan video viral Penampakan langit merah di puncak Gunung Welirang
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memastikan fenomena langit berwarna merah dan petir di puncak Gunung Arjuno Welirang bukan karena erupsi. 

Sebelumnya warganet mengunggah video disertai pertanyaan menanyakan apakah fenomena tersebut karena erupsi? 

Namun akun Twitter BMKG Juanda memastikan kondisi Gunung Arjuno masih normal. 

Baca juga: Viral, Video Kilat dan Langit Merah di Gunung Welirang, Ini Kata BMKG

Beredar sebuah video memperlihatkan langit berwarna merah disertai petir disebut di sekitar Gunung Arjuno, viral di media sosial.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gunung Arjuno terletak di perbatasan Kota Batu, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Dalam video itu, terlihat awan yang memerah dihiasi dengan kilatan petir dan terjadi di malam hari.

Video tersebut diunggah oleh akun di Instagram pada Senin (13/12/2021).

"Fenomena kilat membara di lereng gunung Arjuno Malang Jawa Timur malam ini," tulis akun tersebut.

Cuaca ekstrem

Melalui unggahannya, BPBD Kota Malang menyebut, fenomena di puncak Gunung Arjuno adalah karena cuaca ekstrem. 

Meskipun demikian, kondisi tersebut masih tergolong normal dan kondisi yang biasa terjadi. 

"Cuaca ekstrem yang berasal dari awan Cumulonimbus (CB), hal tersebut lumrah ketika siangnya terik, maka biasanya sore hari muncul awan CB," tulis akun tersebut. 

Baca juga: Update Corona 14 Desember: Kasus Terendah Indonesia dalam 20 Bulan!

Penjelasan BMKG

Dari update di situs https://magma.esdm.go.id/ status Gunung Arjuno Welirang masih Normal (Level 1). 

Koordinator Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jawa Timur Taufiq Hermawan juga mengatakan, fenomena langit merah dan petir tersebut merupakan hal biasa.

Menurut Taufiq, awan merah itu salah satu contoh fenomena optik atmosfer.

Taufiq menjelaskan, warna kemerahan pada awan langit di sekitarnya disebabkan oleh pembiasan cahaya matahari oleh partikel-partikel yang ada di atmosfer.

"Sehingga menghasilkan energi yang rendah, gelombang panjang dan memunculkan warna kemerahan," kata Taufiq dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (14/12/2021).

Semakin rendah posisi matahari dari garis cakrawala, jelas dia, maka semakin rendah cahaya merah yang dicapai.

Taufiq menuturkan, fenomena langit kemerahan ini biasa terjadi pada sore menjelang malam hari.

Baca juga: Lokasi Vaksinasi Anak Usia 6-11 Tahun, Cara Daftar, dan Syaratnya

 

Awan Cumulonimbus

Sementara itu, radar cuaca BMKG Juanda memantau beberapa pertumbuhan awan Cumulonimbus di sekitar lokasi pada video tersebut.

"Awan Cumulonimbus merupakan satu-satunya jenis awan yang dapat menghasilkan kilat dan petir," jelas Taufiq.

"Sambaran kilat dari awan ini menambah efek cahaya kemerahan di langit tersebut," sambungnya.

Pihaknya juga menyebutkan bahwa fenomena tidak tidak ada kaitannya dengan aktivitas Gunung Arjuno atau pun Gunung Welirang.

Karena itu, Taufiq meminta masyarakat agar tidak panik dan tetap memantau informasi dari kanal resmi terkait.

Hal tersebut untuk menghindari isu-isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Baca juga: Mulai Tayang Besok, Ini Cara Pesan Tiket Film Spider-Man: No Way Home

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi