Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Soe Hok Gie, Berpulang di Gunung Semeru 52 Tahun Lalu

Baca di App
Lihat Foto
Dok. KOMPAS/Pandu DE
Prasasti makam aktifis mahasiswa, Soe Hok Gie menjadi salah satu koleksi yang menghias Musium Prasasti, di Tanah Abang I, Jakarta Pusat. Aktifis mahasiswa yang juga salah satu pendiri organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) UI ini tewas di Puncak Gunung Semeru, Jatim, 16 Desember 1969, akibat menghirup gas beracun, tepat sehari sebelum HUT-nya yang ke-27.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMAPS.com - Gunung Semeru menjadi saksi bisu meninggalnya aktivis muda Indonesia, Soe Hok Gie, 52 tahun lalu.

Pemuda yang akrab disapa Gie ini mengembuskan napas terakhirnya di Puncak Mahameru, Gunung Semeru, pada 16 Desember 1969.

Jalur pendakian Gunung Semeru pada masa itu jauh lebih ekstrem karena belum banyak pendaki menjadikannya destinasi seperti beberapa dekade belakangan.

Gie dan kawannya, Idhan Lubis, diduga menghirup gas beracun yang massanya lebih berat dari oksigen.

Baca juga: Prasasti Soe Hok Gie–Idhan Lubis Dipasang di Puncak Mahameru

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendaki untuk merayakan ulang tahun

Diberitakan Harian Kompas, 22 Desember 1969, tersiar kabar bahwa ada dua pendaki dari Jakarta tewas di Gunung Semeru, Jawa Timur. Mereka adalah Soe Hok Gie dan Idhan Lubis.

Gie dan Idhan bersama rombongan pendaki lainnya, yakni Abdurrachman, Herman Onesimus Lantang, Anton Wijaya, Rudy Badil, Freddy Lodewijk Lasut, dan wartawan Sinar Harapan Arstides Katoppo.

Sehari sebelumnya, pada 21 Desember 1969, TNI Angkatan Laut mencoba mencari para pendaki ini, tetapi kabut membuat proses pencarian semakin sulit.

Rombongan pendaki ini berangkat dari Stasiun Gambir pukul 07.00 ke Stasiun Gubeng Surabaya.

Mereka berencana mendaki gunung tertinggi di Pulau Jawa, sekaligus menjadi hari istimewa Soe Hok Gie yang akan merayakan ulang tahun ke-27 pada 17 Desember.

Mengambil jalur yang tidak umum

Jalur pendakian Mahameru saat itu belum banyak dikunjungi  para pendaki. Gie dan rombongannya membawa buku panduan mendaki Gunung Semeru terbitan Belanda tahun 1930.

Kendati demikian, mereka mengambil jalur yang tidak umum dengan melewati Kali Amprong mengikuti pematang Gunung Ayek Ayek, sampai turun ke arah Oro Oro Ombo.

Harian Kompas, 16 Desember 1984, memberitakan, rombongan ini mendirikan kemah di Oro Oro Ombo, kemudian melanjutkan perjalanan ke Di Recopado.

Mereka meninggalkan tas dan tenda untuk bisa mencapai Puncak Mahameru.

Mereka membagi dua kelompok. Kelompok pertama ada Aristides, Gie, Rudy Badil, Anton Wijaya, Abdurrachman, dan Freddy. Kedua, Herman bersama Idhan.

Mereka sampai di Puncak Mahameru jelang sore dan mulai kehabisan tenaga. Gie menunggu rombongan Herman yang tertinggal di belakang.

Tiba-tiba rekan, satu kelompoknya mulai meracau. Akhirnya Aristides dan Freddy pun membawa Maman kembali ke shelter.

Herman dan Idhan akhirnya tiba di Puncak Mahameru.

Sesampainya di sana, Hok Gie sedang duduk. Idham ikut duduk bersamanya. Namun, Herman tetap berdiri.

Menurut  kesaksian Herman, Gie dan Idhan menghirup gas beracun yang massanya lebih berat dari oksigen. Hal ini menyebabkan kondisi keduanya sudah sangat lemas. Dia menduga, gas itu muncul ketika mereka berdua duduk.

Dari kesaksian Herman, Gie hanya terdiam, kemudian menggelapar.

Gie dinyatakan meninggal di Puncak Mahameru karena menghirup gas beracun, beberapa jam sebelum genap berusia 27 tahun. Tak lama berselang, Idhan meninggal menyusul Gie.

Akibat jalur yang ekstrem, evakuasi jenazah kedua pemuda ini cukup panjang. Jenazahnya baru dimakamkan pada 24 Desember 1969.

Dikenal sebagai mahasiswa idealis

Soe Hok Gie lahir di Jakarta, 17 Desember 1942. Dia adalah aktivis Indonesia keturunan Tiong Hoa.

Ia menempuh pendidikan di SMA Kolese Kanisius. Kemudian, melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia (UI) pada 1962 di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra hingga tahun 1969.

Pada Januari 1966 hingga 1967, Gie ambil peran dalam memimpin demonstrasi mahasiswa, jelang runtuhnya rezim Soekarno. Bahkan, setelah kekuasaan berpindah tangan ke Soeharto, Gie tetap menulis kritik sosialnya.

Gie kerap menyampaikan pendapat dan pandangannya melalui koran, majalah, pamflet, serta penerbitan lain baik di dalam maupun luar negeri.

Sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia mencatat nama Soe Hok Gie sebagai simbol idealisme dari kalangan intelektual.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi